Chapter 2 : Gadis Perak

17.3K 2.2K 83
                                    

Lagi-lagi kegelapan. Pengap yang Zefania rasakan belum juga membaik, dia hampir pingsan jika saja cahaya lilin di luar tidak menembus ke dalam sel.

Setelah dia memohon kepada Tuhan agar menukar nasibnya dengan orang lain, entah keajaiban apa sepertinya doanya dikabulkan. Dia tiba-tiba berada di tubuh gadis dengan kulit dan rambut perak yang kini ditempatinya.

Tidak ada waktu bagi Zefania untuk memikirkan kehidupan macam apa yang menantinya di masa depan. Dia hanya berharap, pelelangan menyebalkan ini menuntunnya ke takdir yang lebih baik.

“Baiklah, benda yang menjadi topik utama pelelangan kali ini adalah ... budak!”

“Budak? Apa pentingnya?” tanya Rowen heran, begitu juga dengan tamu lainnya.

Perbudakan memang dilarang dalam kekaisaran, tapi tidak sedikit yang masih melanggar. Apalagi, dunia bawah merupakan dunia yang tidak terikat oleh siapa pun.

“Mungkin Tuan-tuan bertanya-tanya, tapi saya pastikan budak yang dilelang ini bukan budak biasa. Dia istimewa. Terlebih lagi, dia adalah gadis muda yang sangat cantik.”

Siulan dari para mata keranjang mulai terdengar. Tidak ada yang bisa menolak wanita, apalagi seorang gadis. Terlebih lagi, dia memiliki keistimewaan lain yang menambah nilai lebih darinya.

“Tanpa basa-basi, saya perkenalkan, Gadis Perak!”

Kain hitam tersibak dari sel, memperlihatkan gadis dengan kulit putih dan rambut perak panjang terurai. Cahaya dari lilin yang memantul membuatnya terlihat seperti permata yang tersembunyi dalam lumpur. Terlihat mencolok di antara kegelapan.

“Tuan sekalian, seperti yang kalian lihat, tidak hanya rupawan. Namun, dia memiliki sedikit mana di tubuhnya.” Murphy tersenyum penuh arti.

Suasana pelelangan semakin antusias. Tidak heran karena orang yang memiliki energi mana hanya bisa dihitung dengan jari di kekaisaran Eustachia.

Rowen mendelik. Ekspresi penuh ketertarikan terlihat jelas di matanya. “Menarik sekali.”

“Lelang dimulai dari harga 1 juta gold!”

Harga yang fantastis! Bangsawan dengan gelar rendah hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pasrah. Jelas, harga itu di luar jangkauan mereka.

Perlahan, harga yang ditawar semakin lama semakin tinggi. Sebagian besar penawar adalah orang-orang terkemuka dan bangsawan paling terhormat yang sudah jelas memiliki kekayaan luar biasa.

Zefania tidak terlalu memperhatikan berapa nilai dari dirinya. Matanya yang senada dengan rambutnya yang keperak-perakkan itu hanya mencoba untuk fokus. Tatapannya seketika tertuju pada Ellendis, lelaki yang terlihat paling mencolok di antara yang lain membuat Zefania tidak bisa lepas darinya.

Ah, tatapan kami bertemu.

Zefania merasa suara di sekitarnya hening sesaat. Dia hanya terfokus melihat mata tanpa emosi dari Ellendis yang membuatnya seperti terhanyut dalam fantasy.

Perasaan apa itu?

Ellendis tidak jauh beda. Tatapan yang diterimanya mungkin seperti penghinaan, tapi dia tidak marah. Sebaliknya, dia tanpa sadar menikmatinya meski sesaat.

“Leon sialan!” Galan mengumpat pelan setelah mengetahui pihak Marquess Lawson ikut menawar.

Ellendis memutuskan kontak mata dengan Zefania, lalu melirik ke arah Rowen yang sedang tersenyum sinis ke arahnya.

“Buat tikus itu tahu perbedaanku dengannya,” ketus Ellendis.

Sejak awal dia sudah mengunci budak itu menjadi miliknya, dan sesuatu yang menjadi milik Ellendis tidak akan ia biarkan direnggut oleh orang lain, terutama Rowen Lawson, musuh bebuyutannya.

Galan menyeringai. “Dengan senang hati, Yang Mulia.”

“Ada lagi yang menawar lebih tinggi?”

“50 juta gold!”

Murphy tidak bergeming untuk sesaat, begitu juga dengan tamu yang lain. Harga itu jauh melebihi ekspetasi mereka. Rowen yang beberapa detik lalu tersenyum bangga juga kini berubah pias. Ia memasang wajah tidak percaya.

Orang gila mana yang mengeluarkan 50 juta gold hanya demi seorang budak istimewa? Tentu hanya Duke Erghen. Tidak bisa dipungkiri nominal itu bisa menghidupi seluruh rakyat kekaisaran dalam kurun waktu dua tahun. Tidak heran beberapa orang langsung memukul wajah mereka demi mengetahui apakah itu mimpi atau bukan.

Murphy kembali dari keterkejutannya, mulutnya bergetar saking senangnya. “1 ... 2 ... 3 ... Tidak ada penawaran lagi?”

Hening. Yang berarti tidak ada yang menawar lebih tinggi dari itu.

“Baiklah! Gadis perak jatuh kepada Yang Mulia Duke Erghen!”

“Bawa dia dan jangan sampai ada kesalahan, Galan.” Ellendis bergegas pergi tanpa menoleh sedikit pun.

“Baik, Yang Mulia.”

***

“Oho~ kau benar-benar melebihi ekspektasiku, gadis bodoh, ah bukan, gadis perak?” Raut wajah Murphy terlihat berkali lipat lebih senang dibanding sebelumnya. Namun, di mata Zefania dia tampak lebih menjijikan.

“Menurutlah pada Yang Mulia Duke Erghen, kau beruntung dia yang menjadi majikanmu daripada si bajingan Marquess Lawson. Kalau tidak, mungkin dia akan menghancurkan bungamu.” Murphy mengelus jenggotnya sembari memandang Zefania yang sedang dikeluarkan dari sel oleh Theo.

Zefania berjalan sambil menatap Murphy yang sudah berada di depan dengan amarah memuncak. Menghancurkan bunganya? Tidak ada kalimat yang lebih menjijikan daripada itu.

“Cepat jalan!” Theo menarik rantai yang telah diikat di leher Zefania, sebagai ganti dari rantai di tangan dan kakinya yang telah dilepas.

Zefania tersenyum getir melihat rantai di lehernya. Seperti anjing yang diajak jalan-jalan.

“Masukkan dia ke kereta dengan hati-hati.” Galan mengkomando.

Theo menurut tanpa ragu, sedangkan Murphy berusaha tampil manis dengan mengajak bicara Galan.

“Masuklah!” perintah Theo.

Zefania duduk di kereta kuda yang bisa dibilang cukup mewah, lalu ia melirik Theo yang sedang menatapnya intens.

Cuih!

“Apa yang kau lakukan?!” Theo melotot penuh amarah, sedikit kaget karena gadis budak di hadapannya meludah tepat di wajahnya.

“Itu salam perpisahan dariku, bajingan,” cibir Zefania. Membayangkan betapa memuakkannya ekspresi Theo saat menatap dirinya penuh nafsu, ludahan itu saja belum cukup untuknya.

“Apa yang terjadi?” Galan yang menyadari situasi di dalam kereta sedikit mencurigakan lantas menghampiri.

Theo dengan cepat mengelap wajahnya dengan baju dan keluar dari kereta. “Bukan apa-apa, Tuan. Gadis itu hanya sedikit memberontak,” alibinya.

Galan bukan orang bodoh. Dia langsung tahu setelah bertatapan dengan Theo. Galan memang tidak mengurusi hal-hal sepele semacam itu, tapi jika seseorang mencoba menodai milik tuannya, mereka akan habis dalam waktu tidak lebih dari sedetik.

Setelahnya, Galan memasuki kereta kuda dan duduk di seberang Zefania. Kereta kuda itu perlahan melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan tempat pelelangan.

“Silahkan datang kembali, Tuan.” Murphy melambaikan tangannya sambil tersenyum ramah.

Setelah kereta kuda Duke Erghen menjauh, Murphy menatap Theo dengan geram. “Untung saja kau tidak ketahuan, bodoh!”

“Maafkan saya bos, saya tidak menyangka gadis itu akan meludahi saya.” Theo menunduk. Sayang sekali, padahal sedikit lagi dia pasti bisa memanfaatkan kesempatan itu. Dia terlalu sulit untuk menahan hasrat saat melihat wanita cantik di depannya.

“Cih! Awas saja jika kau mengulanginya.” Murphy kembali menuju tempat pelelangan diikuti Theo yang masih merasa menyesal.

***

Flower in the Duke's MansionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang