Chapter 24 : Bangun dari Mimpi

4.5K 594 24
                                    

Sekilas ringkasan chapter sebelumnya :

Zefania Aizen mengikuti ekspedisi Ellendis untuk observasi pasar yang menjadi kegiatan rutinnya setiap bulan. Sayangnya, perjalanan mereka tidak berjalan dengan baik.

Selain karena kejadian misterius yang membuat orang-orang di pasar Kota Neiger menjadi bertindak aneh, Zefania juga menjadi incaran balas dendam dari seseorang yang pernah ia temui sebelumnya, yaitu Theodore Burkenlais, pekerja di pelelangan Neuschwann yang melarikan diri dan mengincar Zefania.

Akibat ketakutan luar biasa yang dihadapi Zefania, hal itu memicu meledaknya energi di dalam dirinya—yang ternyata membawanya untuk perlahan-lahan menguak misteri perpindahan dunia yang ia alami dan takdir tidak terduga yang telah ditentukan untuknya.

Namun, semua itu hanya bisa Zefania alami lewat mimpi. Di mana ia bertemu dengan Debora, seorang wanita yang mengaku sebagai pemurni, eksitensi yang lebih kuat dari penyihir.

Dari mulut Debora-lah Zefania perlahan-lahan mengetahui identitasnya di dunia baru itu.

Dan lambat laun, ia menyadari bahwa pertemuannya dengan Ellendis mungkin merupakan salah satu takdir yang telah ditentukan untuknya.

Hanya saja, misteri hubungan antara Debora dan Ellendis selalu menjadi simpul yang tidak bisa lepas dari pikiran Zefania.

***

Gemerincing rantai terdengar di ruangan yang gelap dan misterius. Suaranya begitu menggema sehingga membuat penghuni yang telah mendekam lama di dalam sel merinding dibuatnya. Bahkan tikus-tikus yang selalu berlarian di lantai kotor, bersembunyi di setiap lubang paling dalam untuk menghindari insting buruk yang menyertai mereka.

Setiap rantai yang berbunyi nyaring, pasti selalu disertai lenguhan tak berdaya dari seseorang. Sudah beberapa hari pria yang kian mengurus itu bertahan hidup dengan mengandalkan sisa energinya.

Bercak darah yang telah mengering bahkan akan selalu diganti dengan yang baru sehingga tidak ada yang bisa membayangkan bagaimana aroma menyengat di tubuhnya itu. Namun, seorang lelaki yang berjongkok di depannya tidak pernah menunjukkan eskpresi jijik karenanya, terkecuali untuk mata obsidian khasnya.

“Ini akibat karena telah mencoba menyentuh milikku.” Pandangan Ellendis begitu dingin dengan tatapan menghina yang tak tertahankan.

Ia mengangkat tangannya, lantas beberapa penjaga mendekat dan membuka sel penjara. Mereka mengeluarkan pria yang sudah nyaris di ambang kematian itu dengan tergopoh-gopoh, kemudian menahannya di hadapan Ellendis.

“Aku penasaran jaminan macam apa yang kau miliki sehingga berani menyinggungku. Theodore Burkenlais, bahkan aku sama sekali tidak mengenal kep*rat sepertimu.”

Dihadapkan dengan lelaki paling mengerikan yang pernah Theo lihat, dia hanya bisa pasrah. Seminggu melihat wajahnya sudah membuat Theo tidak tahan lagi ingin secepatnya bertemu kematian. Dia sudah terlalu menderita, tapi Ellendis tidak pernah menunjukkan tanda-tanda akan melepaskannya dengan mudah sampai saat ini.

“Ayo, sudah beberapa hari kubiarkan. Sekarang saatnya menemukan rahasiamu,” ungkap Ellendis tiba-tiba.

Seorang penjaga mulai merogoh saku pakaian maupun celana Theo setelah diberi instruksi oleh Ellendis, dan kemudian ia menemukan sebuah benda berbentuk lingkaran dengan warna hitam kasap, seperti kehilangan cahayanya.

Theo lantas melebarkan matanya di tengah-tengah rasa sakit di sekujur tubuhnya ketika melihat benda akrab di genggaman Ellendis.

“Aku paham wajah terkejutmu. Artefak ini, sebelumnya terlihat indah, bukan? Tapi sayang sekali sekarang lebih terlihat seperti batu sungai yang sama sekali tidak berharga.” Ellendis membuang benda yang ia sebut ‘artefak’ ke sembarang arah. Artefak itu sudah tidak berharga sama sekali. Faktanya, itu hanya bisa dipakai sekali saja.

Flower in the Duke's MansionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang