Suara kayu yang terbakar di perapian mengiringi langkah lunglai Zefania. Matanya yang masih sipit, berusaha membuka lebar-lebar mengikuti sinar matahari pagi yang terbit dari timur. Ia dengan malas membuka gorden kamarnya, dan lagi-lagi melihat hamparan pohon cemara yang diselimuti salju putih tanpa cela.
Musim dingin yang abadi. Zefania selalu menyebut Erghen demikian. Tidak ada musim apapun selain dingin di sini. Meskipun matahari kadang bersinar, tapi salju tampaknya enggan untuk meleleh. Namun, hal ini yang menjadi keistimewaan bagi para penghuni mansion. Mereka lebih tangguh daripada orang-orang pada umumnya.
Begitu juga dengan Zefania. Menetap di wilayah yang memiliki suhu rendah ternyata benar-benar mempengaruhi fisiknya. Lama kelamaan, tubuhnya terbiasa.
Suara burung musim dingin berkicau. Pertanda pagi yang damai agaknya. Akan tetapi, sejauh ini ia memang menghabiskan waktu dengan tenang dan nyaman.
Ellendis, yang dulu selalu bersifat agresif dan tanpa ampun, kini telah menjadi seorang lelaki yang lebih tenang dan logis. Keadaan mansion yang dulunya suram bagaikan kegelapan tiada akhir, perlahan-lahan mulai menunjukkan sisi indah layaknya mansion duke dalam dongeng.
Orang-orang bilang, itu akibat dari kehadiran Zefania. Gadis yang tidak diketahui asal-usulnya, tetapi memiliki paras yang langka dan menawan. Sebagian dari mereka menyebut bahwa Duke Erghen telah jatuh cinta padanya.
Zefania tahu gosip itu, tapi ia lebih banyak mengabaikan hal-hal yang membicarakan tentangnya. Entahlah, dia tidak menyangka efek pemurnian yang hampir setiap hari ia berikan begitu efektif sehingga pikiran Ellendis kini menjadi lebih leluasa. Seperti yang diketahui, orang-orang di sana tidak ada yang tahu keberadaan pemurni selain Galan dan Ellendis. Jadi, opini itu dibuat berdasarkan sudut pandang mereka sebagai orang awam.
“Nona, Anda sudah bangun?” panggil seorang wanita dari luar kamar.
Zefania merapikan rambutnya sejenak sebelum akhirnya menjawab panggilan akrab itu.
“Ya, Frey. Masuklah.”
Seorang wanita dengan gaun pelayan dan sebaskom air di tangannya masuk. Rambutnya coklat ikal dengan wajah lembut dan dewasa, dia memang dua tahun lebih tua daripada Zefania.
Frey, pelayan Zefania yang ditugaskan oleh Ellendis sejak tiga tahun yang lalu.
Waktu memang berlalu begitu cepat, tidak terasa Zefania telah beradaptasi dan tinggal di Erghen selama tiga tahun. Salah-salah, dia bahkan terkadang lupa bagaimana kehidupan pertamanya dulu. Ia telah sepenuhnya menikmati dunia baru ini.
Selama itu, tidak ada tanda-tanda pergerakan putra mahkota, kehadiran Latiathe, ataupun hal lainnya. Zefania telah berubah menjadi seorang wanita yang tidak lagi lemah seperti dulu. Ia sudah memiliki pengetahuan luas akan dunia barunya, begitu juga perannya sebagai pelayan pribadi Ellendis yang masih tidak lepas sampai sekarang.
Jika memikirkan tentang Theodore Burkenlais, pria brengsek itu telah mati di tangan Ellendis seminggu setelah Zefania melihat wajahnya. Sekarang, kejadian itu adalah hal yang sudah lewat dan terlupakan.
Satu-satunya hal yang terkadang masih mengganjal di hati Zefania adalah mengenai Debora. Entah kapan wanita itu akan muncul kembali untuk memberikan ingatan yang belum sepenuhnya Zefania miliki. Namun, waktu itu pasti akan tiba, karena Debora berkata akan menemui Zefania kembali suatu saat.
“Apa Yang Mulia sudah bangun?” tanya Zefania di sela-sela cuci mukanya.
Frey menggeleng seraya menyiapkan pakaian. “Ini hari Sabtu, katanya beliau memutuskan untuk mengambil cuti sampai besok.”
“Cuti? Bahkan, di hari Minggu Yang Mulia tetap bekerja keras.”
“Ah, Tuan Galan bilang ini karena musim perburuan,” timpal Frey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Duke's Mansion
Fantasy[ Flower in the Duke's Mansion ] Seorang gadis yang tiba-tiba berpindah ke dunia lain, lalu menjadi seorang budak yang dijual dengan harga tinggi karena fisik langkanya. Hingga kemudian, gadis itu dibeli oleh seorang duke yang keberadaannya penuh de...