Zefania berjalan menuju pintu dengan langkahnya yang gelisah. Wajah yang biasanya dipenuhi ketenangan, tampak lesu diliputi kebingungan.
Ketika langkahnya hendak mendekati pintu, ia berhenti. Kemudian, dia akan berjalan mundur perlahan dan berbalik untuk melihat balkon di kamarnya, dengan perasaan berharap bahwa ada sosok familiar yang sedang ia nantikan sejak tadi. Namun, hasilnya tetap nihil, bahkan berulang kali pun Zefania mencobanya.
Sudah sekitar satu jam dia hanya berbolak-balik di kamar penginapan yang telah dipesan oleh Ellendis. Tuannya itu sama sekali belum kembali dari kegiatan 'berjalan-jalan' sejak tadi siang.
"Apakah aku harus keluar?" gumam Zefania.
Sejak tadi, kepalanya penuh dengan pertanyaan sama yang terus berulang-ulang. Bahkan, makanan yang telah disajikan sejak jam makan malam oleh petugas penginapan juga sudah berubah dingin karena Zefania tidak menyentuhnya sama sekali.
"Kenapa beliau belum kembali padahal hari sudah larut?"
Kepalanya sekali lagi mendongak untuk melihat balkon. Dia khawatir, tapi di sisi lain Zefania tahu bahwa Ellendis pasti bisa melindungi dirinya sendiri karena dia bukan manusia biasa. Hanya saja, kekhawatiran Zefania menimbulkan perasaan negatif muncul satu per satu sehingga dia tidak bisa lagi menahan diri untuk tetap di kamar.
Namun, tepat saat dia hendak membuka knop pintu dengan keyakinan di hatinya, sebuah suara menginterupsi.
"Kau mau ke mana?"
Zefania terbelalak. Rasanya seluruh tubuh yang tadi tegang, perlahan-lahan berubah rileks hanya karena suara yang terdengar singkat itu. Ia berbalik seketika dan melihat sosok Ellendis tengah berdiri di depan balkon.
Ellendis berjalan mendekat. Alih-alih menjawab, Zefania mengamati lelaki itu dari atas sampai bawah tanpa menghilangkan raut wajahnya yang penuh kekhawatiran. Penampilan Ellendis masih sama seperti sebelumnya, tidak ada yang berubah sama sekali kecuali rambut hitamnya yang sedikit berantakan.
"Sudah kubilang, tetaplah di sini sampai aku kembali," ucap Ellendis saat ia sudah tepat berada di hadapan Zefania.
"Anda terlalu lama, saya kira terjadi sesuatu," jawab Zefania lirih.
Ellendis menatap intens Zefania yang tengah memalingkan pandangan darinya. Gadis ini, berapa kali pun Ellendis menatapnya dengan cara yang sama seperti ini, Zefania tetaplah Zefania yang menundukkan kepalanya dengan berbagai kecamuk di hatinya.
Ellendis mengulurkan salah satu tangannya yang terbalut sarung tangan, kemudian menangkup separuh wajah Zefania yang dingin karena angin malam. Entah sejak kapan balkon dan jendela kamar itu dibiarkan terbuka.
Sekhawatir itukah gadis ini padanya?
Seperti merasakan suatu dorongan, Ellendis mulai menggosokkan ibu jarinya di pipi ranum Zefania, sedikit berharap bahwa gerakan kecil itu bisa menghangatkan wajah gadis di depannya.
"Kau bisa masuk angin kalau terus seperti ini." Ellendis membuka suara.
Zefania mendongak, ia menatap bola mata hitam tanpa dasar milik Ellendis, tetapi sepersekian detik kemudian, ia kembali berpaling. Seakan-akan mata itu terlalu indah untuk ditatap olehnya.
"Saya hanya khawatir pada Anda."
"Kau meremehkan kekuatanku?" tanya Ellendis, tetapi nada bicaranya masih tenang dengan suaranya yang begitu dalam.
Pertanyaan itu hanya sebuah basa basi untuknya. Namun, jelas Zefania tidak menganggapnya demikian.
"Tidak, bukan begitu, hanya saja ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Duke's Mansion
Fantasi[ Flower in the Duke's Mansion ] Seorang gadis yang tiba-tiba berpindah ke dunia lain, lalu menjadi seorang budak yang dijual dengan harga tinggi karena fisik langkanya. Hingga kemudian, gadis itu dibeli oleh seorang duke yang keberadaannya penuh de...