"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Ellendis, dengan setelan ringan yang menempel di tubuhnya, berjalan keluar menuju balkon.
Hanya butuh beberapa detik bagi Ellendis untuk berada di samping pelayan pribadinya.
Zefania terdiam sebentar. Dia menatap sosok tinggi dan tegak di sampingnya. Mata obsidian lelaki itu terlihat menatap lurus ke arah langit, dan wajah indahnya yang tidak menua membuat paras Ellendis tampak begitu sempurna di mata Zefania. Angin malam yang menggelitik kulitnya membuat perasaan Zefania menjadi semakin aneh. Ditambah lagi, bulan kebetulan sedang bersinar terang tanpa awan di atas sana. Zefania tahu betul, lelaki itu pasti menyadari tatapannya sejak tadi, tetapi ia abai.
Posisi mereka sama sekali tidak menunjukkan hubungan seorang pelayan dan majikan. Jika ini adalah mimpi, maka Zefania ingin terus tertidur hanya untuk menikmati suasana yang begitu indah ini.
Setelah beberapa saat, Zefania kemudian menjawab, "Tidak ada, Yang Mulia."
Ellendis melirik sekilas. Hanya untuk memastikan bahwa Zefania dalam suasana hati yang baik.
Putra mahkota, istana, dan kekaisaran adalah hal yang paling memuakkan bagi Ellendis. Dia tahu hal ini pasti akan terjadi. Namun, bukan berarti selama ini dia mengabaikan masalah tersebut. Ellendis tahu, bahkan perkara seperti ini tidak akan bisa dihindari. Jadi, jalan yang ia pilih adalah membiarkan semuanya berjalan sesuai keinginan mereka. Toh, dia juga sudah memperingati Zefania sejak dulu. Seharusnya gadis itu lebih siap, tapi entah kenapa sekarang Ellendis malah meragukan keyakinannya setelah melihat wajah Zefania.
"Kau tidak perlu pergi jika tidak mau. Beberapa orang akan beranjak dewasa, dan itu adalah hal yang wajar," ungkap Ellendis.
Pupil mata Zefania bergetar sejenak. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun terkait dengan perbincangan tadi pagi. Namun, Ellendis berbicara seakan dia tahu bahwa Zefania sedang memikirkan masalah itu.
Hatinya perlahan menghangat, dan kepalanya terus mengulangi kalimat Ellendis yang dilontarkan tadi.
Kedewasaan itu normal karena waktu terus berjalan. Jadi, apa pentingnya merayakan kedewasaan melalui pesta?
Zefania tersenyum tipis. Dia bergumam dalam hati sembari mengartikan kalimat Ellendis yang selalu memiliki makna tersendiri di setiap katanya.
Kalau boleh jujur, dia memang sedang memikirkan masalah pesta kedewasaan itu. Akan tetapi, dia juga tidak sedang dalam pikiran yang rumit. Sederhananya, Zefania tidak terlalu memusingkan soal kekaisaran. Apakah mereka mengincarnya untuk menyerang Ellendis atau bagaimanapun, yang jelas, selama Ellendis di sampingnya, Zefania tidak mencemaskan apa pun.
"Malam ini terlihat indah. Jadi, saya hanya berdiri di sini untuk menikmatinya." Zefania mulai berbicara.
"Kau yakin?" tanya Ellendis ragu.
Zefania mengangguk tanpa melupakan senyuman tipis yang sejak tadi terpasang di wajahnya.
Ellendis masih memiliki sedikit keraguan, tetapi dia tidak terlalu memikirkannya lagi setelah melihat senyuman tipis dari Zefania. Di sisi lain, dia memilih untuk mengganti topik pembicaraan.
"Memangnya apa yang indah dari malam ini?" timpal Ellendis.
Zefania kemudian memandang langit hitam di atas sana.
Untuk seorang lelaki yang telah hidup selama ratusan tahun, pemandangan seperti itu memang sudah biasa, bahkan mungkin Ellendis tidak peduli sama sekali. Namun, Zefania adalah orang yang berasal dari 'luar'. Dunianya dan dunia yang sekarang ia tinggali berbeda. Hal yang sulit ditemukan di dunia modern adalah menikmati suasana di malam hari. Bukan tentang suasana perkotaan, tetapi bagaimana benda-benda di angkasa mulai bersinar menunjukkan keindahan mereka di luasnya bentangan langit malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Duke's Mansion
Fantasía[ Flower in the Duke's Mansion ] Seorang gadis yang tiba-tiba berpindah ke dunia lain, lalu menjadi seorang budak yang dijual dengan harga tinggi karena fisik langkanya. Hingga kemudian, gadis itu dibeli oleh seorang duke yang keberadaannya penuh de...