Perjalanan yang dilakukan Ellendis dan rombongannya dari Kastel Duke Erghen ke tujuan menghabiskan waktu satu hari penuh dengan kuda. Namun, karena Zefania memiliki tubuh yang jauh lebih lemah daripada yang lain, perjalanan beberapa kali terhenti sehingga mereka sampai di Kota Neiger dua hari kemudian.
Kota Neiger, kota yang merupakan pusat dari duchy Erghen. Berbeda dengan kediaman Duke Erghen yang berada di wilayah khusus sehingga cenderung tenang dan sepi, hampir seluruh rakyat di bawah kekuasaan Ellendis tinggal di sana sehingga tidak heran kota itu memiliki suasana yang hidup dan ramai.
Zefania menghembuskan napas pelan, keramaian khas suasana kota terlihat jelas sejauh mata memandang, membuat ia yang biasa hidup dalam ketenangan, merasa sedikit asing. Namun, rasanya sama sekali tidak buruk.
“Mari turun, Nona.” Harry mengulurkan tangannya untuk membantu Zefania turun dari kuda.
“Ah, baik, Sir.” Zefania membalas uluran tangan Harry. Selama perjalanan dua hari itu, mereka berdua mulai akrab satu sama lain. Tidak hanya Harry, tetapi Zefania juga telah mengetahui nama ksatria lain yang ikut dalam perjalanan.
“Kalian bisa mulai bertugas setelah menitipkan kuda. Pastikan tidak ada kesalahan!” Suara Ellendis berdering, mengintruksi.
“Baik!” jawab lima ksatria Ellendis.
Tanpa mengulur waktu lagi, satu persatu ksatria pergi menuju tempat penitipan kuda terdekat. Harry bertanggungjawab mengurus kuda Ellendis sehingga dirinya membawa dua kuda di sisinya.
“Kau bisa berjalan?” Tatapan Ellendis beralih pada Zefania.
“Ya, ini bukan masalah besar karena saya sudah cukup istirahat,” jawabnya. Namun, ada sedikit keraguan dalam kalimatnya.
Ini adalah pengalaman pertama Zefania menaiki kuda, dan hal itu berlangsung selama dua hari. Meski perjalanan tidak berlangsung setiap saat, efek yang diberikan lebih besar daripada yang dibayangkan. Karena itulah, nyaris seluruh badan Zefania terasa pegal, terutama di area pahanya.
Ellendis mengangguk pelan. “Karena ini sekedar observasi, jadi tidak perlu terburu-buru.”
Zefania membatu sebentar hingga akhirnya dia menganggukan kepalanya. Kemudian dia mengekor di belakang Ellendis. Mata peraknya yang setengah tertutup oleh jubah, menatap punggung lelaki itu yang mulai berjalan memasuki kota.
Hal pertama yang Zefania lihat adalah sebuah pasar. Bukan pasar biasa, tetapi sebuah pasar raya yang menjual bermacam-macam barang dengan skala lebih luas dari pasar pada umumnya. Apalagi, Erghen adalah wilayah yang mengalami musim dingin nyaris sepanjang tahun, menjadikan pasar itu dipenuhi dengan nuansa yang berbau musim dingin.
“Perhatikan langkahmu, jangan sampai terpisah denganku,” peringat Ellendis di depan.
Zefania berlari kecil saat dia menyadari jarak antara dirinya dan Ellendis ternyata cukup jauh dari sebelumnya.
Mereka berdua berjalan melewati toko, entah itu yang mewah maupun tidak, semuanya membaur tanpa adanya pembatas yang menandakan kedudukan masing-masing. Tidak heran kota itu tampak makmur.
Ada sebuah kalimat yang menyatakan bahwa, 'Kondisi suatu wilayah bergantung dari seberapa besar kebijaksanaan penguasanya'. Melihatnya langsung seperti ini, jelas bahwa level kepemimpinan Ellendis sudah tidak diragukan lagi.
Zefania bertanya-tanya, apa rakyat yang hidup dengan tentram ini tahu bagaimana penguasa mereka menjalani kehidupannya selama ini? Daripada itu, apa mereka bahkan tahu bagaimana rupa Ellendis?
Lelaki itu memakai jubahnya dengan rapat, entah itu untuk menutupi wajahnya karena banyak orang yang mengenalnya, atau karena wajahnya yang terlalu rupawan sehingga dia tidak ingin terlihat mencolok. Zefania pikir, opsi kedua lebih masuk akal jika menghubungkannya dengan karakter Ellendis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Duke's Mansion
Fantasy[ Flower in the Duke's Mansion ] Seorang gadis yang tiba-tiba berpindah ke dunia lain, lalu menjadi seorang budak yang dijual dengan harga tinggi karena fisik langkanya. Hingga kemudian, gadis itu dibeli oleh seorang duke yang keberadaannya penuh de...