17. Kebohongan

58 10 0
                                    

Happy Reading

«—————————»

17. Kebohongan

Ucapara hari senin sebentar lagi akan selesai, jika saja pembina upacara didepan segera menyudahi amanatnya yang tidak jauh dari persoalan kedisiplinan. Keringat sudah bercucuran karena cuaca yang sangat panas.

"Lama amat, sih." Nindi yang berada disamping Indi berdecak kesal. Ia sudah sedikit pusing karena berdiri tepat dibawah matahari. Menyesal sekali tidak berdiri dibelakang agar bisa sembari berteduh dibawah pohon rindang. "Lo gak sakit, kan?" tanyanya pada Indi. Ia khawatir karena temannya itu baru saja pulang dari rumah sakit.

"Pusing sih dikit," jawab Indi meringis.

"Yaudah ke UKS aja kalau gitu"

"Gak usah. Masih kuat kok. Bentar lagi juga selesai kayaknya," jawab Indi menggelengkan kepalanya disertai dengan senyuman. Sejak SD dia tak pernah masuk UKS, dan sampai sekarang juga tidak pernah mau.

“Yaudah kalau gitu. Tapi kalau udah gak kuat bilang aja.”

“Iya.”

Tapi tidak lama sorak tepuk tangan terdengar, lantaran pada akhirnya pak Budi menyelesaikan amanatnya. Selang beberapa menit, susunan upacara diselesaikan dan barisan dibubarkan. Membuat ratusan manusia segera membubarkan diri dan menuju tempat tujuannya paling banyak.

Indi dan Nindi juga melakukan hal serupa dengan yang lain. Segera menuju kelas untuk menghindari panas matahari cepat. Tapi tiba-tiba tangan Indi lebih dulu ditahan oleh seseorang.

"Eh," kaget Indi segera menoleh kesamping. Dengan cepat gadis yang menahan tangan Indi melepaskannya. "Kenapa?" tanyanya bingung.

“Lo dipanggil Bu Sisca buat ke ruangannya beliau,” ucapnya.

Nindi menoleh kearah Indi, merasa heran. "Lo buat masalah apa sampai dipanggil ke ruang BK?"

“Kayaknya kejadian tadi pagi, deh.”

“Mau gue temenin gak?” tanya Nindi menawarkan. Pasalnya disana sudah pasti ada Jessica dan kedua temannya. Indi jelas akan kalah suara disana.

Indi menggeleng meyakinkan. “Nggak usah.”

•••

Ditengah lorong menuju ruang guru yang sepi Indi melangkah dengan perasaan tidak karuan. Selama sekolah, ini pertama kalinya ia dipanggil BK. Terlebih karena masalah. Ia jadi tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi didalam nanti.

Disana sudah ada Jessica yang duduk tenang didepan bu Sisca bersama kedua temannya. Indi pikir hanya Jessica, ternyata bertiga. Kalau nanti ada sesi pembelaan, sepertinya Indi sudah pasti akan kalah.

“Assalamualaikum.” Dengan mengetuk pintu yang terbuka, Indi mengucap salam. Ia tahu apa itu sopan santun, jadi walaupun pintu sudah dibuka, ia tidak pantas nyelonong masuk begitu saja.

“Waalaikumsalam. Indi, ya?” Wanita paruh baya dengan pakaian ketat karena tubuhnya berisi dengan kacamata kotak bertanya.

Indi yang tengah deg-degan hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. “Silahkan masuk dan duduk,” ucap Bu Sisca yang langsung dipatuhi oleh Indi.

Ketiga gadis dengan tatapan sinisnya menatap Indi. Tatapan yang mengartikan bahwa setelah ini Indi tidak akan baik-baik saja karena sudah berani mengadu.

“Ibu baru saja mendapatkan laporan tentang kejadian tadi pagi disekolah. Mendengar semua penjelasan dari beberapa pihak ibu sangat menyayangkan sekali sikap kamu Jessica. Padahal, jabatan kamu sangat berarti sekali di ekskul yang kamu ikuti. Terlebih lagi, kamu sudah duduk dikelas dua belas. Harusnya ada sikap kamu yang bisa dicontoh oleh junior kamu. Tapi baru satu minggu siswa baru beradaptasi, masa kamu suguhkan dengan contoh buruk seperti itu?”

SIBLINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang