Chapter 20

795 56 2
                                    






Tangan bergerak mengancingkan kancing kemejanya, pikirannya melayang entah ke mana jiwanya di tengah-tengah tanpa tahu ingin mendarat seperti apa. Lalu, mengambil jas berwarna biru tuanya yang berada di lengan sofa perasaannya tidak karuan dari kemarin. Wajahnya kusam terlihat sedih, sebab tidak ada kabar dari orang tersayangnya yang sudah di tunggu akan tetapi orang tersayangnya tidak ada niatan memberi tahunya. Tempat tinggalnya, dan juga saat ini berada di mana? Dia sungguh khawatir.

Ini salahnya. Seharusnya dia tidak membiarkannya begitu saja, dan menahan tangannya untuk mencegahnya pergi dari rumah sakit itu.

Lagipula sudah terlambat untuk menyesali semuanya, sebab waktu tidak bisa di putar kembali. Hanya ada helaan napas lelah saja yang terlontar.

Yoongi melangkah keluar dari kamarnya walau berat, sebab dia tidak ingin bekerja dengan pikiran seperti ini takut dia tidak akan konsentrasi. Akan tetapi siapa lagi yang akan menggantikan dirinya, selain dirinya sendiri kalau bisa pun takut orang tidak akan bertanggung jawab. Daripada harus menanggung semuanya, lebih baik dia urus saja sendiri dirinya masih mampu tanpa bantuan orang lain.

Langkahnya terhenti saat tatapannya terfokus pada meja makan, Yoongi teringat saat di mana dirinya makan bersama dengan Jimin di satu meja. Itu adalah pengalaman pertamanya makan bersama Jimin, tanpa sadar Yoongi tersenyum tipis bayangan itu kembali terputar dengan lancarnya. Lalu, matanya melirik ke arah dapur di mana itu adalah tempat favorit Jimin dia akan selalu ada di sana saat matahari terbit. Yoongi merasa kehilangan tindakan kecil dari adiknya itu, akan tetapi bayangan di mana dirinya marah besar pada Jimin juga terputar.

Yoongi merasa bersalah karena sudah membentak adiknya, sebab dia ingin menampilkan permainan yang bagus dan dia pikir Jimin akan menyerah dan pergi. Tapi itu tidak pernah terjadi, dan membuatnya merasa bersalah ingin meminta maaf atas semuanya karena Jimin tidak pantas mendapatkannya.

Suara getaran dari dalam sakunya membuat Yoongi tersadar dan segera mengangkatnya, sebab itu adalah sekretaris-nya. Suhyun. "Apa? Aku sebentar lagi pergi."

Yoongi berjalan cepat keluar rumah menuju tempat garasinya, telinganya dengan tajam mendengar apa yang gadis itu ucapkan untuk jadwalnya. "𝘉𝘢𝘱𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘪𝘻𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯, 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘢𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘸𝘢 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘩𝘰𝘵𝘦𝘭 𝘥𝘪 𝘎𝘢𝘯𝘨𝘯𝘢𝘮 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢?" 

Oh surat itu sudah hampir di lupakan Yoongi, karena seingatnya suratnya sudah berada di tangannya hampir satu bulan mungkin mereka protes karena izinnya belum di kirim juga. "Ah iya, aku akan segera ke sana. Apa jadwalku hanya itu?"

"𝘐𝘺𝘢 𝘚𝘪𝘳, 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘣𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘴 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢."

"Baguslah, aku akan bekerja cepat." Yoongi mematikan ponselnya sepihak, dan melemparkan ponselnya ke kursi sebelah dengan kasar.

Mesinnya di hidupkan dan sedikit memanaskan mobilnya agar tidak mogok di jalan, Yoongi menatap tajam pada halaman yang memperlihatkan hijaunya daun rumput di tanah itu. Sebelum menjalankan mobilnya ke aspal, Yoongi memejamkan matanya lalu membuang napas perlahan-lahan ini salah satu untuk menenangkan dirinya dari rasa paniknya. Entahlah, karena Jimin dia hampir kehilangan kewarasannya dia ingin tahu bagaimana keadaannya itu saja tidak lebih.

Akan tetapi, pikiran buruk masuk begitu saja dan membuat Yoongi membuka matanya dengan begitu cepat.

𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘑𝘪𝘮𝘪𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘪𝘬𝘶?

Don't Go (Yoonmin story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang