Chapter 19

700 54 3
                                    




Bau tanah tercium sangat kuat, jalanan yang dia pijaki begitu lembut akibat hujan yang menerpa. Kakinya yang tanpa alas itu menjadi kotor, akibat tanah yang basah dan lengket menempel pada telapak kakinya. Air terus mengguyur begitu hebatnya di atas kepalanya, suara gemuruh petir menggelegar dengan keras dan membuatnya sedikit ketakutan akan hal itu.

Air mata dan juga air hujan menjadi satu, tidak bisa di bedakan dari dekat ataupun jauh. Tembok yang selama ini dia bangun, akhirnya hancur karena perbuatannya sendiri. Karena akhirnya dia tahu, bahwa selama ini perbuatan baiknya selalu sia-sia di depan mereka. Sebab, memang mereka selama ini sudah manfaatkan tubuhnya selama bertahun-tahun tinggal di sana. Dia hanya di tipu, dan bodohnya dia masih percaya bahwa akan ada sebuah keajaiban pada hidupnya.

Ternyata, itu memang hanya mimpi.

Nyatanya, mereka tidak pernah menganggapnya ada di dunia ini karena sebuah kepercayaan itu membuatnya hancur berkeping-keping. Dan dia memilih pergi, menjauh dari semua orang daripada dia hilang kendalinya untuk mengucapakan semua kata-kata yang selama ini dia pendam.

Entahlah, sudah berapa kali merasakan sakit lagi dan lagi.

Akan tetapi tidak pernah menyerah sedikitpun, atas semuanya dan akhirnya dia sadar apa yang di lakukan ini adalah sebuah kebenaran.

Namum, sebuah tatapan penuh tanya dari seseorang yang berada di depan pintu itu kembali terputar. Sangat jernih, sampai membuatnya terduduk lemas di bawah tanah penuh air ini.

Jimin mengingat tatapan Yoongi sebelum pergi darinya juga, karena dia butuh waktu sendiri di saat mentalnya terguncang. Sebelum melarikan diri dari rumah sakit itu, Jimin sudah sadar sedari tadi sebelum datang ke bangunan itu sebab obat bius yang berada di kain tidak dia hirup. Jimin sudah tahu itu akan terjadi, dan dia melakukan tahan napas sampai beberapa menit sampai kain itu di tarik oleh Jaehyun.

Tidak semudah itu mereka membiusnya, sebab dia lebih pintar dari dugaan mereka. Lalu, saat sampai di rumah sakit Jimin melakukan acting kembali berpura-pura pingsan dan dia bisa mendengar percakapan mereka semua. Sangat jelas, sampai dia ingin memberi sebuah pukulan di wajah mereka semua. Akan tetapi, Jimin hanya menahannya dan mengepalkan kedua tangannya.

Sampailah waktunya, dokter datang dan tentu saja berbasa-basi terdahulu pada Daejeon. Sampai Jimin merasakan bahwa, brankart-nya seperti di dorong untuk keruangan lain dan saat itulah dia harus bergerak.

Semuanya terlalu cepat.

Barang-barang di sana Jimin lempar dengan brutal, tanpa memikirkan apapun  dia terus melemparkan barang apapun itu dia ambil dan lempar. Sampai Jimin menangkap suara erangan kesakitan, lalu matanya tidak sengaja melihat hal itu sang ibu terluka. Terluka karena dirinya, darah di mana-mana Jimin tidak tahu apa barang yang telah dia lempar? Sampai membuat ibunya terluka.

Akan tetapi, Jimin pergi dari sana tanpa ingin tahu apa yang terjadi namun sang dokter menahannya menariknya sampai terbentur oleh tembok. Jimin tentu saja merasakan sakit di punggungnya, namun dia tidak berhenti begitu saja dia menendang dokter itu sampai dia tersungkur kebelakang. Dan Jimin tidak menyia-nyiakan itu, sampai sang kakak berada di depannya dengan tatapan yang membuatnya ingin menangis.

Tapi Jimin memilih pergi, pergi sejauh yang dia bisa. Kepercayaannya sudah tidak ada, termasuk Yoongi kakaknya yang selama ini dia kagumi. Jimin sudah tidak ada rasa percaya, hanya ada rasa....

Jimin meraba bagian dadanya dengan tangan gemetarnya. "Hampa, sepi dan juga tidak hidup."

Kekosongan hati membuatnya menjadi lebih tidak berarti, hatinya gersang tanpa ada yang mengisinya tidak ada yang ingin singgah di waktu yang lama. Hatinya sama sekali tidak mengirim sinyal, bahwa di sekitarnya ada yang mencintai walau itu hanya satu.

Don't Go (Yoonmin story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang