Don't Go (Yoonmin story) ✔

Chapter 13

Berbohong itu bisa baik dan juga buruk bagi beberapa pasti mengunakan hal itu hanya menutupi kejadian yang tidak harus di buka. Karena, untuk orang mereka sayang tidak ingin terlihat kecewa saat mengungkapkan hal yang sebenarnya. Jangan salah paham kalau nanti berbohong adalah suatu keharusan untuk dilakukan, sebab sudah merasakan nyaman dan terus menerus melakukan bohong pada semua orang.

Ingat berbohong bisa baik, dan juga bisa buruk. Bagaimana kita menyikapinya saja.

Sudah terhitung empat hari setelah Yoongi keluar dari rumah sakit Jimin tidak pernah bertemu dengan kakaknya itu, Jimin selalu di tugaskan untuk menjaga Jungkook adiknya. Jimin pun tidak tahu apakah kakaknya sudah sehat atau bertambah buruk, pasalnya setelah pertemuan terakhirnya itu Jimin tidak pernah lagi berani untuk menatapnya langsung atau bernapas di ruangan yang sama.

Itu akan membuat Jimin semakin tidak bisa berkutit. Pembahasannya dengan Yoongi, Jimin sama sekali tidak pernah memikirkannya karena ia melupakan hal itu. Sebab pekerjaannya terlalu banyak hanya untuk mengingatkan, kapan dirinya mandi saja tidak pernah Jimin pusingkan.

Pintu berderit lembut menampakkan seorang pria berjas putih berjalan mendekati Jimin, dan juga seorang wanita di belakangnya Jimin pun bangkit dari duduknya memberi sedikit hormat padanya lalu memberi ruangan untuknya memeriksakan tubuh adiknya. Hari ini kedua orang tuanya sedang pergi untuk mengambil beberapa baju ganti Jungkook dan dirinya, sudah di beri tugas untuk menjaga adiknya sebentar Jimin hanya bisa mengangguk. Mereka pun tahu bahwa Jimin tidak akan menolak permintaan dari mereka.

"Bagaimana keadaan Adik saya Dok?" tanya Jimin saat melihat dokter sudah selesai memeriksa tubuh Jungkook. Jimin juga melihat sekilas pada perawat yang sedikit mengantikan cairan infus dengan yang baru.

Dokter itu menoleh menghadap Jimin. "Adik kamu sudah lebih baik dari pertama kali datang ke rumah sakit ini, ritme jantungnya terlihat sudah normal tapi memang jantungnya lemah. Pengobatan ini hanya menghambat, bukan menyembuhkannya." jelas sang dokter dengan wajah sedihnya.

Jimin mengulum bibirnya iapun tahun soal itu, pengobatan ini akan semakin menyiksa adiknya tanpa menyembuhkannya. Karena saat serangan jantung atau hal lainnya itu membuat adiknya kesakitan, Jimin tidak tega mendengar isak tangis sang adik saat semua itu terjadi. Jimin hanya bisa berdoa agar semua penyakit adiknya segera di angkat dan juga di hilangkan dari tubuhnya.

Lalu adiknya akan melakukan apa yang biasanya anak seusianya lakukan. Semoga keajaiban itu ada untuk adiknya.

"Baiklah. Kalau begitu dokter pergi dulu, jaga Adiknya dengan baik ya." Dokter tersenyum manis pada Jimin sebelum pergi dia memberikan usapan hangat pada Jimin.

Jimin tersenyum. "Terima kasih dokter, saya akan menjaganya."

Dokter itu mengangguk dengan senyuman yang terpatri di sana, dia melangkah keluar dengan gagahnya sedangkan perawat yang berada di belakang dokter hanya tersenyum gemas melihat Jimin yang menurutnya adalah anak yang dewasa. Pintu itu pun tertutup dengan wajah perawat yang terakhir Jimin lihat, sedang meringis gemas dan Jimin tidak tahu apa yang membuatnya seperti itu.

Hening kembali di ruangan ini, Jimin kembali menuju kursinya lalu duduk dengan menatap Jungkook. Tangan Jimin menggengam tangan Jungkook yang terbebas dari apapun, Jimin mengelus punggung tangan Jungkook dengan lembut Jimin berharap elusan yang diberikan ini membuat adiknya lebih baik.

Dan adiknya tidak merasa sendirian lagi, karena faktanya adiknya selalu ditemani oleh keluarganya di sampingnya saat jantungnya berulah. Jimin merasa iri akan tetapi, ia tidak seharusnya memiliki perasaan seperti itu karena Jimin baru saja mengetahui faktanya dirinya bukan anak dari keluarga mereka. Jadi, Jimin tidak keberatan dengan indentitas-nya yang sekarang perasaanya lebih baik daripada sebelumnya. Walaupun rasa sesak itu masih hinggap didalam dirinya, karena Jimin merasa sedih akan fakta ini.