Capther 05

796 63 1
                                    



Bunga bermekar begitu indah, saat itu hidupnya akan lebih berwarna bagi manusia yang melihatnya. Lebah dan juga kupu-kupu akan datang mengaguminya, lalu mengisap sarinya yang manis. Saat itulah, usia bunga akan mengecil karena akan layu seiring waktu. Tetapi, kebaikannya tidak akan pernah di lupakan karena bunga sudah memberikan sebagian dari hidupnya bagi mahluk lain.

Cerita bunga dan juga Jimin sangatlah berbeda, Jimin sudah memberikan sebagian dari hidupnya bagi orang lain. Tetapi orang tidak pernah menghargai kerja kerasnya, Jimin seperti dibuang setelah dibutuhkan lalu dibiarkan begitu saja. Sakit, benar-benar sakit rasanya. Sakit itu tidak bisa diberi tahu dengan kata-kata atau diobati oleh dokter hebat sekalipun diseluruh dunia ini.

Walau begitu, Jimin tidak akan membenci ataupun membalas perbuatan mereka. Yang Jimin inginkan hanya satu. Menghargainya dan juga menyayanginya itu saja, bukannya itu sederhana? mengapa tidak ada yang ingin mengabulkannya.

Masih bertanya-tanya dan masih mencari tahu jawabanya.

Saat ini Jimin pun masih berbaring lemah di sebuah kamar megah nan mewah, napasnya teratur hanya saja matanya tidak pernah ingin terbuka. Mungkin, Jimin hanya butuh istirahat saat ini karena mentalnya dan juga jiwanya butuh ketenangan. Beri Jimin waktu sebentar untuk bernapas dengan baik.

Suara bising yang tercipta oleh alat besi yang bertabrakan itu begitu nyaring dan itu sangat berisik. Walau begitu, sang pemuda tidak terusik sama sekali diapun menghela napasnya lega saat mengetahui hal itu. Pria berpakaian santai itu duduk di samping Jimin, setelah selesai menaruh tempat obatnya di lemari.

Pria itu bernama Jung Hoseok yang menolong Jimin di rooftop sekolah, ia sebenarnya seorang security di sekolah itu Hoseok tidak sengaja melihat seorang pemuda tergeletak dengan keadaan yang begitu kotor. Penuh dengan tepung dan juga telur busuk diseluruh tubuhnya, Hoseok mengetahui siapa pelakunya hanya saja ia tidak ingin memberi tahu pada siapapun. Ketenangannya di dalam hidupnya, seperti ini saja tidak ingin menambah beban lagi.

"Apa yang mereka lakukan padamu itu benar-benar kejam," ucap Hoseok menatap Jimin dengan sendu.

Keadaan Jimin sekarang lebih baik. Dia sudah memakai baju piyama kebesaran berwarna putih kecoklatan, hanya sementara memakai baju Hoseok sebab tidak ada seukuran dengan Jimin. Lagipula, itu terlihat imut saat di pakai oleh Jimin. Hoseok nyakin dengan hal itu.

Hoseok tentu saja tahu dengan semua tingkah anak di sekolah yang ia kerjakan, begitu nakal dan juga membuat nama sekolah menjadi malu. Dari membuat onar akan dipindahkan ke sekolah lain, tetapi sisanya bertahan karena uang. Permainan kotor itu masih dipakai, padahal itu sangatlah buruk sudah jelas mereka salah untuk apalagi diterima.

Uang memang membutakan segalanya, sekarang bukan cinta lagi tetapi uang yang mengambil alih.

Sudah hampir tengah malam Jimin tidak memberikan tanda-tanda untuk sadar, malam semakin dingin di ruangan hampa ini terasa sekali udara dingin. Walau AC tidak dinyalakan ataupun jendela yang terbuka, karena ruangan ini hampa seperti hati Jimin yang kosong tanpa penghuni atau tidak ada yang menghangatkan hatinya yang membatu ini.

Hoseok sudah pergi sedari tadi, ia pindah ke ruangan lain untuk tidur. Harinya sudah begitu lelah, setiap hari juga sudah Hoseok rasakan tetapi ia tidak pernah ingin berhenti. Hoseok tidak memerintahkan siapapun untuk menjaga Jimin, sebab tidak akan ada yang bisa menjahatinya. Tidak ada yang berani lebih tepatnya.

"Eughhh," lenguhan lemah itu terdengar samar di malam yang sepi ini.

Yang pertama Jimin lihat adalah atap berwarna putih, lalu di susul dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya seperti baru saja diberi pukulan. Jimin berusaha untuk bangun dari tidurnya, ia meringis pelan saat kepalanya begitu pusing dan tangannya tidak sengaja mengenai plaster diarea alisnya.

Don't Go (Yoonmin story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang