D E L A P A N B E L A S

2.4K 331 11
                                    

"Lihat matamu membengkak" Sakura bisa merasakan usapan lembut dari jari Sasuke di sekitaran matanya. Ia memang sudah berhenti menangis dari 10 menit yang lalu, dan dampakanya baru terlihat sekarang.

Matanya terasa semakin sipit, entahlah sebengkak apa. Ia belum melihat cermin sedari tadi. Karena mereka masih berada di ruang Uks.

"Ini akan kembali seperti semula" dia menunjuk matanya.

Sasuke hanya bisa mengangguk, percuma ia protes, mata Sakura terlanjur membengkak. Hanya bisa memberikan elusan lembut dengan ciuman di ujung mata itu.

Sedang gadis di hadapannya terdiam, memperhatikan wajahnya dengan seksama. Dan sesekali akan meringis seolah dialah yang merasakan sakit dari luka di wajahnya, padahal Sasuke tak lagi merasakan sakit. Ia sudah terbiasa seperti ini, bahkan dulu hampir setiap hari wajahnya akan mendapatkan luka. Beruntung ibunya selalu mengolesi salep untuk menghilangkan bekasnya.

Tentang ibunya, pasti wanita itu akan panik ketika melihat keadaannya. Minggu ini mungkin ia akan pending dulu pulang ke rumah. Bisa bahaya jika ibunya tahu, apalagi ayahnya.

Lamunan tentang ibunya terhenti ketika merasakan tangan hangat Sakura menangkup wajahnya. Bisa dilihat tatapan khawatir yang gadis itu berikan, membuatnya merasa bersalah. Pasti gadis itu sempat menyalahkan dirinya atas kejadian ini.

"Aku khawatir" seperti dugaannya, Sakura akan mengatakan itu. Entah sudah berapa kali dia mengatakannya.

Sasuke tersenyum hangat, senyum yang jarang ia perlihatkan pada orang-orang. Tangannya lalu menggenggam erat pergelangan tangan kekasihnya, "sudah berapa kali ku bilang, aku tak apa-apa"

Meski Sakura berusaha membalas senyuman itu, nyatanya ia tak bisa menahan air matanya. Selama ia bersekolah disini, baru saat itu melihat Sasuke berkelahi. Biasanya ia hanya mendengar dari gosip para penggemar Sasuke dan itu ia melihatnya secara langsung. Sasuke itu adalah lelaki berandal, dia tak pandai mengontrol emosi, namun entah mengapa jika dengan dirinya Sasuke selalu berusaha mengontrol emosinya. Cukup terharu dengan usaha lelaki itu, padahal ia selalu melakukan sesuatu yang cukup menguras emosi orang-orang.

"Katakan padaku jika ada yang sakit" dia mengatakannya dengan tatapan sinis padahal Sasuke bisa mendengar jelas nada takut dari bibirnya.

"Tentu" gumam Sasuke sambil mengedipkan sebelah matanya, memberikan godaan pada kekasihnya. Namun balasan yang didapat adalah pukulan di pundaknya. Sakura terlihat kesal atau merasa malu?

.

.

.

Suara gelak tawa Tenten begitu mengganggu pendengarannya. Cepol itu sangat suka mencari gara-gara padanya, apakah dia tak ingin lagi menyalin pekerjaan rumah Sakura?

Mendengus bosan, Sakura menopang dagu sambil melirik ke bawah. Ada ponselnya, sekarang mereka sedang bermain Ludo, yang kalah wajahnya diolesi es krim. Sangat tidak masuk akal bukan? Padahal masih ada bedak bayi yang bisa digunakan, namun Tenten memaksa, katanya lebih menantang. Menantang kepalanya, adanya Sakura merasa rugi. Seharusnya es krim itu meleleh di tenggorokannya bukan diwajahnya seperti ini.

Dari tadi Cepol itu yang terus memimpin, wajahnya pun masih aman tanpa ada bekas es krim. Sakura berjanji jika kali ini Tenten yang kalah, ia tak akan segan-segan mengoles semua es krim itu di wajah Cepol itu. Cukup sabar dengan ejekan Tenten selama ini.

"Jangan iri Sakura, aku belum kalah" dengar nada sombongnya. Kenapa Neji bisa tahan dengan gadis itu.

"Lanjutkan saja bodoh, jangan banyak mengoceh"

"Siapa yang mengoceh, bilang saja kau kesal karena tak bisa mengalahkanku kan?" Lebih baik mengangguk asal saja daripada meladeni. Tenten akan semakin besar kepala.

REAL OR NOT ? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang