Sebuah cerita yang mengisahkan kehidupan seorang gadis yang penuh akan kebohongan.
Semua topeng ia gunakan. Polos, dingin,datar,kejam,childish,manja,dan sebagainya.
Mengisahkan seorang gadis yang terpisah dari keluarga kandungnya. Tinggal di sebua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . . . .
"Ck,heran gue. Kenapa gak kemaren aja sih? Ribet bener," celoteh seorang gadis dengan rambut yang dikuncir kuda.
"Daritadi lo ngomel mulu dah. Diem ngapa?" balas laki-laki di sampingnya.
"Suka-suka gue dong. Sewot bener lo," ujar gadis itu.
Mereka,Xabila dan Galen tengah berada di markas. Alarez tidak ikut,karena dia tengah berada di perusahaan papanya. Sementara ketiga curut Galen,mereka sudah berada di markas sejak tadi.
"Btw,itu mereka belom dibunuh kan?" tanya Xabila pelan. Mereka mendempetkan diri di lorong markas itu.
"Belum. Santai aja. Biar lo sendiri yang bunuh,"
"Bagus deh. Dengan gitu,gue bisa main-main sama Febi," Xabila tersenyum puas.
"Lo udah nyiapin buat promnight?" tanya Galen mengalihkan pembicaraan.
Xabila berjalan cepat meninggalkan Galen yang tersenyum kecil. Galen menyusul Xabila ke ruang berkumpul.
Disana,ia dapat melihat Xabila yang tengah duduk anteng di sofa. Dengan ponsel yang dimiringkan. Sudah Galen tebak,gadis itu sedang mabar,dan tentunya memakai WiFi markas.
"Ngakunya orang kaya,masih nyolong WiFi aja," sindir Galen. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana.
"Sirik aja lo Jamal," sahut Xabila tak santai.
"Ribut teross," celetuk Wahid yang sedang membawa segelas kopi ditangannya.
"Jodoh tau rasa kalian," sambungnya.
"Apa lo bilang?!" suara seorang laki-laki dengan datar.
Mereka menoleh ke belakang. Seorang lelaki tampan berjas berdiri disana dengan tatapan datarnya,Alarez.
"Gak usah ngaco!" sentak Alarez. Ia berjalan mendekati sofa dimana Xabila duduk,lalu ia duduk di sebelah Xabila.
"Ck, mulai lagi," gumam Galen dan Wahid. Keduanya memilih pergi dari sana.
