23 - Jangan Sampai Terluka

347 63 13
                                    

Mungkin lebih baik begini, aku takut merusak suasana jika mengatakan apa yang aku rasa.

Mungkin lebih baik begini, aku takut merusak suasana jika mengatakan apa yang aku rasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

・・・

Arstide tidak pandai dalam merangkai kata, juga tidak pandai bertingkah manis pada kaum hawa. Singkatnya, Arstide bingung. Beberapa kali dia satu mobil dengan Ann, duduk di sampingnya, namun entah kenapa kali ini lain rasanya.

Ada rasa canggung serta rasa bersalah yang terus menyelimuti dada Arstide, dan yah ... ada satu lagi, sebuah perasaan baru, efeknya menggelitik perut, tapi Arstide tidak tau harus disebut apa perasaan itu.

Yang jelas, Arstide diam saja selama hampir dua puluh menit mobilnya melaju membelah jalanan.

Perempuan berambut pendek dengan jaket kulit hitam di sampingnya juga memilih diam, mata tajamnya terus tersorot ke depan seolah jika Ann melepaskan tatapannya, mereka akan celaka.

Saat lampu merah, Arstide berdehem pelan. "Kenapa berhenti jadi barista?"

Ann menoleh. "Lo lagi ngomong sama gue?"

Arstide menghela. "Bukan, sama kaca."

"Lucu lo," cibir Ann. "Gue berenti ya karena gue maunya berenti."

"Kenapa?"

"Gue udah kasih tau alasannya."

"Alasan lo gak cukup jelas, kecuali kalau lo emang gak ada niat kerja di Aonaran."

"Ya emang gak ada kok," kata Ann, cuek.

Arstide menatap perempuan di sampingnya dengan lekat, seketika teringat oleh laporan background check yang ia baca.

"Cewek kayak lo gak mungkin berhenti kerja dan cari pekerjaan baru cuma karena cowok, kan?"

Ann menoleh, ada raut terkejut di wajahnya. Namun, perempuan itu buru-buru mengerutkan kening. "Apa maksud lo?"

"Gak." Arstide membuang muka ke depan, lalu kembali melajukan mobil ketika lampu sudah berubah hijau.

Ann mendengus sinis.

"Ngomong-ngomong, tato lo ... bagus."

Sama sekali Ann tidak menunjukkan ekspresi kaget, dia malah berdecih. "Lo liat apa yang seharusnya jadi milik suami gue."

Alih-alih Ann, yang wajahnya memanas malah Arstide. "Sorry, kalau lo beneran gak inget. Kejadian kemarin bikin gue kelihatan kayak cowok brengsek yang ninggalin lo gitu aja."

Ann mengedikkan bahu cuek. "Bukannya kebanyakan cowok kayak gitu? Gak masalah, lo cowok, punya nafsu lebih besar dari gue."

Arstide tak habis pikir. "Harusnya lo marah!"

"Buat apa?" tanya Ann. "Gue cukup yakin lo orang yang bertanggung jawab, lo harus siap sama kemungkinan terburuk atas perbuatan lo sendiri."

"Harus banget?"

2. Memoar | Lusa〔✔〕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang