43 - Brilian, Dalvin, Lusa, dan Xero

452 76 12
                                    

・・・

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

・・・

Xero sudah tidak ingat bagaimana rupa ayah kandungnya. Ayah kandungnya adalah luka. Dan salah satu cara menyembuhkan luka adalah dengan melupakannya. Dulu, Xero berpikir bahwa ibunya pun sejahat ayahnya. Ia berpikir bahwa orangtua kandungnya hanya tau cara melukai perasaan anaknya. Sampai akhirnya Xero berusaha untuk melupakan mereka ketika dia bertemu dengan Sinar dan Dewa. Tapi sekarang dia berubah pikiran.

Xero tidak ingin melupakan apa pun tentang orangtua kandungnya, walaupun secara teknis dia tidak memiliki cukup kenangan untuk diingat, Xero tidak mau lagi berpura-pura bahwa orangtua kandungnya tidak pernah ada. Lantas, Xero hanyalah bayi yang turun dari langit dan ditemukan oleh Sinar dan Dewa. Dia tidak mau berpikiran seperti itu lagi.

Sebab setelah mendengar semua cerita dari Irene, Xero merasa dia perlu untuk meminta maaf mewakili ayah dan bundanya. Hari Minggu adalah hari yang ia pilih untuk mengunjungi kediaman kakek dan neneknya, alias orangtua dari bundanya, Lintang. Dewa menawarkan diri untuk menemani Xero dan Xero hanya membalas dengan anggukan setuju.

Irene sudah memberikan alamat rumah mereka tempo hari, dengan catatan semoga mereka belum pindah rumah.

"Ini, Mas?" Pak Beni menoleh ke belakang setelah mobil mereka berhenti tepat di depan pagar rumah bercat putih yang lebih mirip seperti rumah klasik pada zaman kolonial Belanda.

Dewa melongokkan kepalanya ke luar jendela. "Kayaknya iya. Yaudah yuk, turun."

"Papa tunggu di mobil aja sampe aku balik," kata Xero.

"Yakin gak mau ditemenin?"

Xero mengangguk mengiyakan. Dia membuka sabuk pengamannya dan bersiap ke luar untuk pindah ke kursi roda yang telah disediakan oleh Pak Beni. Xero menghela napas, bosan sekali melihat benda berwarna hitam itu. Baru saja tangannya terulur untuk menerima bantuan dari Pak Beni, ponsel di saku celana Xero malah bergetar panjang.

Xero menghentikan gerakannya dan mengambil ponsel itu.

Saska is calling ....

Dahi Xero berkerut. "Tumben," batinnya.

Jarinya menyeret ikon berwarna hijau lalu menempatkan ponsel itu ke daun telinga.

"Iya, Saska? Kenapa?"

"KaAK XeroOOO! INI AKU AHZA!"

Xero sudah tidak kaget lagi.

"Iya, kenapa Ahza? Kalau nggak penting Kakak matiin ya. Kakak lagi ada urusan penting."

"Eh jangan, Kak! Aku punya berita penting!"

"Berita apa?"

"Ini soal Kak Lusa." Yang terdengar malah suara Saska.

"Kenapa sama Kakakmu?"

"Kak Xero tau enggak sih, Kak Lusa lagi belajar!" ujar Ahza.

"Iya Kak! Mana fokus banget!" seru Saska.

2. Memoar | Lusa〔✔〕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang