9/Sadar diri.

94 24 2
                                    

Selamat membaca 💜.

.
.
.

Dua tahun lalu....

Andra termenung di depan sebuah rumah, matanya menatap lurus ke arah dimana perempuan yang dia panggil Mama, kini bersama keluarga barunya.

Mereka berpisah, tidak jauh, namun begitu menyakitkan bagi Andra. Mereka tidak akan satu atap lagi, tidak akan pernah duduk berdua lagi di meja makan, dan mulai sekarang tidak akan ada lagi orang yang menyambutnya ketika pulang sekolah.

Miris sekali.

"Kak Gafin! Itu siapa? Teman kakak?"

Andra refleks menutup kaca helm nya saat tatapan kedua orang yang berada di depan gerbang rumah itu mengarah ke arahnya.

Anak kecil itu menunjuknya, dan setelahnya Gafin berjalan mendekat membuat Andra langsung menjalankan motornya pergi dari area itu.

Dia tidak mau keberadaannya di ketahui, aplagi setelah tahu Mamanya menikah dengan seorang laki-laki yang ternyata ayah dari Gafin, rasa bencinya semakin besar. Andra hanya akan melihatnya dari jauh, meski hatinya sakit dan kerap Kali matanya memanas setiap melihatnya.

"Dra, pinjem duit dong buat bayar kantin, dompet gue krisis kalo akhir bulan gini."

Aldo tiba-tiba muncul, menepuk bahunya pelan membuat Andra tersentak kecil dan tentu saja lamunannya buyar seketika.

Andra ingin memaki melihat Aldo menghampirinya dengan seenaknya minta duit, namun tidak jadi saat Rangga datang melemparkan air minum.

"5 ribu, bayar sini!"

"Sialan!"

Andra benar-benar memaki sekarang. Mimpi ada dia punya teman isinya mata duitan semua.

"Elo orang kaya ngapa minta ganti dah? Amal kek dikit, pelit amat." Aldo berkomentar, menatap Rangga sensi.

"Canda anjir!"

"Lo juga, sana-sini pinjem duit mulu, black card lo buat apaan? Koleksi?" tanya Rangga kemudian.

"Kepo!"

Lalu, tatapan Aldo kembali pada Andra yang sedari tadi belum juga memberikannya uang.

Sekedar informasi, Aldo justru yang paling memiliki kebebasan diantara pertemanan mereka. Hanya saja dia kerap kali merendah diri saja untuk meroket. Beda dengan Rangga yang meski jelas anak sultan, dia tak memegang apapun kecuali mobil untuk berangkat sekolah dan uang saku yang diberikan orangtuanya, itu yang pernah dikatakan Rangga pada Andra.

"Dra, cepet! Ntar keburu masuk yang ada gue bon lagi terus hutang gue makin banyak terus-"

"Nih! Ngoceh mulu pengang telinga gue," Sebal Andra.

Andra menyerahkan uang pada Aldo yang di terima antusias oleh cowok itu sebelum dia buru-buru melesat pergi ke kantin.

"Kemana tuh anak?" tanya Rangga heran, ikut selonjoran duduk di bawah pohon mangga.

"Kantin kali." jawab Andra acuh.

Dia tidak sedang mood. Pikirannya terus berputar memikirkan masalahnya dengan Lira, belum lagi tentang keadaan sang Mama.

Oh iya, tentu saja Gafin dan Anna. Dua orang itu penyebab Lira menjauhinya berhari-hari.

"Lo inget Gafin gak? Yang kemarin sempet di do karna ikut tawuran," Rangga bertanya tiba-tiba, Andra reflek menoleh karena Rangga duduk di belakangnya.

"Kenapa?"

"Dia jalan sama Dirla anjir! Anak kelas kita!" Heboh Rangga.

"Oh,"

My Boy FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang