11/Fakta baru.

93 23 4
                                    

Selamat membaca 💜.

.
.
.

"Kalo gitu, lo pilih jawab atau dari sekarang....kita berhenti."

Deg.

Andra sontak menatap Lira, tatapan cowok itu menghujam ke arahnya.

Lira tahu, garis wajah cowok itu berubah seketika.

"Gak akan pernah." jawab Andra menekan kalimatnya. Dia kesal, namun sebisa mungkin Andra mengontrol ucapannya.

Lira bergerak akan melepas helm dikepalanya, namun Andra dengan cepat memegang tangan gadis itu.

"Kalaupun ini yang terakhir, plis pulang sama gue." Andra berujar penuh harap.

Lira menatap mata cowok itu, sebenarnya dia hanya asal bicara saja. Tidak ada niat mengakhiri hanya saja Lira terlanjur emosi.

"Oke." jawab Lira lirih.

Ada apa dengan mereka?

Lira sendiri merasa tidak nyaman duduk di belakang Andra, tidak seperti biasanya yang mereka habiskan bercerita selama perjalanan. Sekarang hening, Lira merasa atmosfer di sekelilingnya berbeda.

Apa tadi dia keterlaluan bilang seperti itu?

Masa bodoh, dia hanya ingin mengeluarkan isi hatinya selama ini.

Andra memelankan laju motornya tiba-tiba, bahkan saat Andra menempelkan ponsel ke telinga, Lira masih diam tak berniat bertanya.

"Gue kesana sekarang!" ujar Andra terburu.

"Kenapa? Lo mau ketemu-"

"Gak! Sekarang lo ikut gue." ujar Andra.

"Ketemu Anna? Atau lo berdua ada janji-"

Andra sontak menatap Lira.

"Bisa gak? Sekali aja lo gak berprasangka kayak gitu? Ini penting, lo juga harus tau yang sebenarnya biar diantara kita gak ada salahpaham lagi." Andra menyelanya, cowok itu terburu memakai helm nya setelah tadi sempat di lepas karena menerima telepon.

Lira terdiam, sebenarnya dia penasaran kemana Andra akan membawanya. Raut wajah cowok itu terlihat khawatir dan panik.

Sepuluh menit kemudian mereka sampai disebuah rumah sakit. Lira mengerutkan dahi bingung setelah melepas helm dikepalanya, belum sempat Lira bertanya Andra lebih dulu menarik tangannya. Berlari dikoridor rumah sakit

"Keluarga pasien,"

"Saya!"

Andra berteriak beberapa langkah sebelum sampai di depan sebuah ruangan yang didepannya sudah ada suster, dokter dan beberapa orang.

"Saya anaknya." ujar Andra dengan napas yang belum stabil akibat lari-larian tadi.

Dia sempat menatap beberapa orang itu, mungkin suruhan Gafin untuk menjaga Mamanya.

"Mari ikut ke ruangan saya."

Sebelum pergi, Andra sempat menoleh pada Lira, menatapnya sebentar lalu melepaskan tautan tangan mereka.

"Tunggu disini, gue janji akan balik." ujar Andra sebelum melangkah pergi.

Lira yang masih bingung dengan situasi ini terdiam, menatap punggung Andra yang semakin menjauh.

Ada apa sebenarnya? Kenapa Lira sama sekali tidak mengetahui apapun saat dihadapkan dengan situasi seperti ini?

Tak lama kemudian pintu ruangan yang tadinya tertutup kini terbuka, menampilkan sosok yang sangat familiar dimatanya.

My Boy FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang