6. TO PANDU : Sunglasses

198 8 38
                                    

--Happy reading




Pagi ini menjadi pagi yang berbeda bagi Nesya. Laki laki yang biasanya menghiasi paginya dengan ocehan dan omelan kini hilang seperti di telan bumi. Nesya yang biasanya harus menunggu Pandu di depan kelasnya merasa hampa karena Pandu yang tak kunjung ada di hadapannya.

Nesya berjalan mencari cari Pandu. Hatinya merasa tak tenang. Bukan karena Nesya yang ingin bersama Pandu. Namun, kepergian Pandu yang tanpa kalimat kemarin membuat Nesya gundah sendiri.

Laki laki itu pergi setelah marah marah pada Nesya yang kedatangan Zian untuk mengantar kacamata bacanya kerumah. Laki laki berhati batu itu selalu membuat Nesya bingung sendiri. Pandu kemarin seperti orang kesetanan ketika mengetahui bahwa Zian lebih dulu tahu rumah Nesya daripada dirinya.

Tak biasanya Pandu datang telat begini. Nesya mengkhawatirkan Pandu yang masih tak terlihat dari pandangannya. Ia takut terjadi sesuatu pada Pandu karena saat pulang kemarin, Pandu sedang marah marah. Pandu yang masih memegang handphone Neysa membuatnya susah mendapatkan kabar dari Pandu.

Seketika atensi Nesya beralih kepada seorang laki laki yang baru saja melewati gerbang sekolah. Pandu Dewangga masuk dengan mobil hitamnya, menurunkan kaca mobil itu lalu memberikan seulas senyum pada satpam yang sedang berjaga disana.

Nesya yang melihat Pandu dari jauh hanya bisa menggelengkan kepalanya. 'Apa Pandu psikopat?' Pikirnya. Laki laki dengan raut muka jutek ini tak pernah terlihat memberikan senyum pada siapapun. Bahkan untuk berfoto saja, Pandu tidak pernah mengeluarkan ekspresi sama sekali

Nesya yang sedari tadi berdiri memperhatikan Pandu itu segera berlari menyusul mobil itu ke parkiran. Ia berdiri di sebelah pintu, menunggu Pandu agar ia cepat keluar.

Brak

Betapa terkejutnya perempuan itu ketika sang pemilik mobil menutup pintu itu dengan keras. Nesya hanya bisa mengerjapkan matanya sebagai respon kalau ia kekagetan.

Pandu keluar tanpa menoleh sedikit pun ke arah Nesya yang menunggunya. Dengan kacamata hitamnya, ia mendongakan kepala lalu, menyisir nyisir rambut hitamnya dengan gaya so cool itu.

Nesya sebisa mungkin menahan detak jantungnya karena laki laki di depannya ini selalu membuat jatungnya hampir copot setiap saat. Dengan berjalan pelan, perempuan ini mengikuti langkah Pandu yang sudah berjalan menuju kelasnya.

Sepanjang jalan, Nesya tak berhenti berhenti merutuki nasib sialnya karena di pertemukan dengan Pandu dalam posisi seperti ini. Dalam posisi ketika dirinya hanya di jadikan sebagai pesuruh dari penurus Dewangga Company.

"Aduh."

Saking asik dengan lamunannya, Nesya tak menyadari bahwa Pandu tiba tiba berhenti dari langkahnya. Dengan dentuman yang lumayan keras, jidat Nesya betemu dengan punggung keras milik Pandu. Ia merintih kesakitan sambil mengusap ngusap jidatnya

Merasa punggungnya seperti ditabrak sesuatu, Pandu membalikan tubuhnya. Dengan tatapan yang dingin dan masih memakai kacamata hitam, Pandu menatap lekat ke wajah Nesya.

"Ngapain lo ngikutin gua?" Tekannya membuat Nesya agak kebingungan. Laki laki ini biasanya selalu memarahi Nesya kalau ia tidak mengikutinya.

"Hah?" Ujar Nesya yang agak kebingungan.

"Udah puas lo sama si Zian?" Tekan Pandu yang justru membuat Nesya makin kebingungan. Ia mengerutkan keningnya tak mengerti arti dari perkataan Pandu barusan.

"Enak banget jadi lo. Di sekolah bareng gue, di rumah bareng Zian," Ucap Pandu sinin. Nesya terkejut dengan perkataan dari Pandu barusan. Bukannya perkataan ini sama saja seperti merendahkan?

TO : PANDU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang