18. TO PANDU : Jealous

60 5 54
                                    

--Happy reading




Laki laki kecil itu terdiam. Melepaskan semua pikirannya pada malam yang terlihat jelas di hadapannya. Matanya menyimpan begitu banyak luka yang terlihat jelas pada pandangannya. Pikirannya kosong seperti hanyut bersama air yang mengalir pada sungai yang terletak di bawahnya itu.

"Kata mama kalau kamu lagi sedih, Coba kamu liat langit. Langit itu bikin tenang." Perkataan barusan, membuat atensi anak laki laki itu tertuju pada sosok perempuan dengan rambut panjang terurai. Perempuan itu kemudian mendudukan dirinya di sebelah laki laki kecil barusan. Ia menjatuhkan tangannya pada air sungai, seolah bermain dengan air.

"Langit itu nakutin, sama kayak papa," Ujar laki laki kecil itu rintih. Ia menjatuhkan tangannya, mengikuti jejak sang perempuan tadi.

"Langit itu lukisan nyata tuhan. Langit aja indah, apalagi rencanya. Iyakan?"

"Langit itu terbentuk karena uap air dari bumi! Bukan dari lukisan!"

"So tau banget kamu! Kata mama, langit itu lukisan nyata tuhan!"

"Kamu gak pernah belajar Ipa yaa? Kok gitu doang gak tau sih!"

"Kamu gak pernah bersyukur yaa? Semua itu ciptaan tuhan. Langit itu lukisan tuhan!"

"KAMU KOK JADI MARAH SIH?!"

"Kamu lho, yang marah duluan."

"Pokokknya langit itu dari uap air yang ada di bumi! Kalau kamu gak terima, aku ceburin kamu ke sungai ini!"

"Silahkan, aku gak takut! Pokoknya langit itu lukisan tu-"

Byurrr

"Sialan!" Umpat Pandu.

Nafasnya terengah engah karena mimpi yang ia alami barusan. Laki laki itu segera mengambil minum yang berada di atas nakas, kemudian meminumnya secara tergesa gesa.

Dadanya tiba tiba terasa sesak. Ia mencengkram dada kirinya, karena merasa nafasnya menjadi berat. Sebelah tangannya mengayun pada hidungnya yang telah banjir darah. Laki laki itu, segera merayap mengambil tisu yang terletak pada lemari sebelah tempat tidurnya.

Setelahnya, Pandu meraih ponselnya. Ia mengotak ngatik ponsel itu, berusaha menelfon seseorang.

"Hallo?"

Ucapnya dengan nada yang rintih.

"Siapa yaa?"

"Gue, Pandu."

"Pandu, suara lo kenapa?"

"Gue butuh lo, Ell. Di rumah gue."

"Suara lo kenapa, Pandu?"

"Gue butuh lo, Ell! Cepetan kesini!"

"Sekarang? Apa nggak terlalu pagi?"

Jawaban berusan, membuat Pandu segera melirik ke arah jam dinding rumahnya. Pandu berdecak kesal, ketika menyadari bahwa sekarang masih pukul 04.00 dini hari.

"Gak usah, gue udah gapapa," Ujar Pandu yang berusaha menjaga sikapnya biasa saja.

"No problem, Pandu. Gue ke sana sekarang. Share your location."

"Gak usah, lo cewek. Gue udah gapapa."

"Gue di anter supir gue. Share location now!"

"Gak jadi, Ell. Gue ga-"

"Share lokasi lo sekarang, atau gue yang nyari alamat lo sendiri?"

"Oke."

Pandu segera mengakhiri sambungan telfon mereka. Dengan jarinya yang lihai ia mengirim lokasinya pada Ellzya. Pandu berusaha setenang mungkin menstabilkan dirinya agar tidak terlihat terlalu menyedihkan di mata Ellzya.

TO : PANDU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang