33. TO PANDU : Different

36 5 11
                                    

Happy reading



"Pandu tunggu sebentar!"

Pandu seakan menulikan telinganya. Hatinya benar benar panas. Tangannya ia kepal kala mengingat interaksi Nesya dan Zian tadi.

Laki laki dengan kacamata bacanya itu, terus berjalan menghiraukan Nesya yang berlari mengejarnya.

"PANDU KAMU KENAPA SIH?!" Teriak Nesya.

Pandu bingung. Jujur ia merasa kesepian saat Nesya tak hadir dalam hidupnya. Hidup pandu benar benar jenuh. Satu satunya orang yang memberinya kehidupan kini telah menjauh.

Laki laki itu tak bisa egois pada hidupnya. Jikaa Pandu melihat ke arah Nesya, jika Pandu membiarkan hatinya masuk pada Nesya sekali lagi, maka Pandu menjadi orang yang paling egois seketika.

Pandu tak ingin Nesya merasakan sakit berlebih ketika menyadari bahwa Pandu pasti akan meninggalkan Nesya sendirian. Di saat saat seperti ini bukan egois yang perlu di tekankan, namun pengorbanan.

"Cukup ngehindarnya, Pandu. Kalau mau pergi selamanya, seenggaknya diem dulu sebentar," Ujar perempuan itu lesu.

Hati Pandu mendadak sakit. Laki laki itu menghentikan langkahnya, kemudian memejamkan matanya berat sampai setetes airmatanya jatuh di atas pipinya.

"Aku harus percaya sama kamu, tapi kamu gak percaya sama aku."

Pandu benar benar menahan sesaknya. Bukan ingin Pandu jika semua ini terjadi. Pandu juga bahkan bingung pada hidupnya, ia tak ingin meninggalkan Nesya dan ditinggalkan Nesya juga. Laki laki itu hanya ingin terus bersama Nesya. Berdua dan selamanya.

"i'm sorry, but it's paint for me too, Nesya," Ujar Pandu kemudian meninggalkan Nesya.

Nesya menghembuskan nafasnya panjang. Tak sedikitpun dari Pandu yang berbalik ke arahnya. Tak menyapa, serta tak berpihak padanya juga.

Pandu benar benar sesak. Sepenjang jalan, ia hanya bisa menahan air matanya agar tidak keluar. Pandu sendiri benar benar lelah dengan hidupnya. Laki laki itu tak pernah merasakan bahagia. Bahkan untuk Nesya saja, langit pasti merebutnya, merebut kebahagiaan yang seharusnya utuh menjadi milikinya.

"Seengaknya izinin gue bahagia sama Nesya, Tuhan. Walau cuman sebentar."

Pandu memilih keluar sekolah, ia berjalan tak tahu arah, mengikuti langkah dan jejak kakinya. Laki laki itu mendongakan kepalanya. Rintikan air hujan yang tiba tiba datang, jatuh tepat pada wajahnya.

Pandu kini bisa menangis sepuasnya. Rintikan air hujan menyamarkan air matanya yang berubah kelabu. Laki laki itu menggigit bibir dalamnya. Entah kenapa rasanya kini menjadi semakin sakit. Entah itu perihal kehilangan mamanya, kehilangan ginjalnya, kehilangan Nesyanya, atau kehilangan kehidupannya.

"Gue tau gue banyak ngeluh. Gue tau gue banyak minta. Tapi kali inii tolong kabulin doa gue, Tuhan. Gue pengen Nesya bahagia. Gue pengen hidup Nesya gak sama kayak hidup gue."

Laki laki itu tersedu. Dongakan kepalanya tak pernah lepas dari langit. Matanya benar benar membayangkan Nesya di atas langit sana. Pandu tersenyum. Tubunya hangat bersamaan hujan yang menyapanya.

"Gue tau lo gak akan bisa bahagia sama gue. Gue tau kalau orang penyakitan kayak gue cuman bisa bikin hati lo sakit. Tapi gue sayang sama lo, Nesya! Gue bener bener mau lo sama gue!"

Gambaran Nesya pada awan itu membuat hati Pandu benar benar tertusuk. Perempuan itu terlihat tersenyum pada Pandu yang berusaha berhenti menangis. Bahkan delusi Nesya saja mampu menenangkan hati Pandu.

"Aku juga sayang sama kamu, Pandu."

Suara lembut itu mengusik relung hati Pandu. Payung yang tiba tiba melindunginya dari hujan, membuat Pandu merasa aman, ia membalikan wajahnya, kemudian melihat Nesya yang tertatih memegangi gagang payung untuk Pandu.

TO : PANDU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang