07.

638 147 6
                                    

Kamu menunduk sambil menggaruk kening, entah bagaimana ceritanya kamu bisa ada di tempat ini. Duduk di kursi kantin rumah sakit, berhadapan dengan cowok menyebalkan yang tadi memergoki kamu sedang menguping.

Padahal kamu nggak niat menguping.

"Apa aja yang udah lo denger?" tanya dia dengan nada datar yang terdengar mengerikan.

"Gu-gue nggak denger banyak, kan udah gue bilang kalau gue cuma lewat!"

Cowok itu menatap kamu datar seolah tidak percaya dengan apa yang kamu katakan.

"Ke-kenapa natapnya gitu banget sih? Gue kan udah--"

"Soobin nggak suka ada orang yang mengusik kehidupan pribadinya," sahut cowok itu. "Anggap lo nggak pernah lihat dan denger apapun hari ini."

Kamu langsung terdiam, kata-kata dokter tadi kembali terngiang di pikiran kamu. Mengingat bagaimana Soobin yang tidak pernah berekspresi di sekolah, memohon-mohon dengan air mata yang mengalir, kamu seolah bisa merasakan apa yang cowok itu rasakan. Karena kamu pernah berada di posisi Soobin, pasti sangat berat.

Kamu mengangguk. "Oke, gue akan anggap nggak terjadi apa-apa hari ini."

Cowok itu mengangguk.

"Tapi gue mau tanya satu hal," ujar kamu sebelum cowok di depan kamu ini beranjak. "Apa yang terjadi sama saudaranya Soobin, kenapa dia bisa koma selama satu tahun?"

.
.
.
.
.

Kecelakaan motor?

Kamu menggeleng cepat, tidak mungkin, tidak mungkin dugaan kamu benar, tidak mungkin cowok yang Karina maksud adalah saudaranya Soobin, kan?

"Lo kenapa geleng-geleng gitu? Pusing?"

Kamu terlonjak karena Karina tiba-tiba menepuk pundak kamu, dia duduk di sebelah kanan kamu, di bangku panjang yang disediakan kantin.

"Jadi Jisung rawat inap? Kalau Jeongwoo gimana?" tanya Karina.

"Jeongwoo pulang, tapi gue belum kasih izin dia sekolah."

Karina menghela napas. "Lo yang sabar ya, semua pasti ada jalannya."

Kamu mengangguk. "Tapi kayaknya gue harus cari kerja sambilan deh, soalnya bukan cuma uang jajan gue, tapi uang jajan si kembar juga dipotong. Gue takut mereka nggak berani bilang kalau kehabisan uang."

Karina paham dengan keadaan kamu, sesekali dia juga bantu kamu kalau kamu kesusahan, tapi kebanyakan kamu pasti akan menolak karena nggak mau merepotkan.

"Kerja sambilan?" Giselle yang baru datang langsung nimbrung. "Mau kerja di cafe gue nggak?"

"Cafe?" Kamu dan Karina menatap Giselle yang mengangguk.

"Bukan Cafe punya gue sih, tapi punya kakak gue. Cafenya buka sampe jam sepuluh malem, kalau lo mau bisa ambil dari sore sampe malem itu. Nanti gue bilang ke Kakak gue deh. Karena lo temen gue, pasti sering dikasih bonus."

"Yang bener?" Kedua mata kamu berbinar seperti melihat kemenangan di depan mata, Giselle mengangguk cepat.

"Wahh! Makasih Giselle, lo emang terbaik!" Kamu beranjak, lalu berpelukan dengan Giselle.

Karina yang merasa diabaikan lantas mengerucutkan bibir. "Giselle doang nih?"

Kamu dan Giselle melepas pelukan, lalu menoleh pada Karina. Kalian berdua bertatapan sebelum sama-sama tertawa.

"Kalian berdua yang terbaik!"

.
.
.
.
.

"Dor!"

"Astaga!" Kamu mengusap dada karena jatung kamu langsung berdetak tak karuan.

Sementara si pelaku malah tertawa.

"Lo lagi?!" Kamu menunjuk cowok berkacamata hitam itu. "Lo kenapa sih suka banget gangguin gue?!"

"Dih kepedean," jawab cowok yang tak lain dan tak bukan adalah Haechan. "Ngapain di sini?"

"Orang kalau ke cafe ngapain?" tanya kamu kesal.

Haechan memasang pose berpikir. "Numpang selfie?"

"Dih itu mah lo!"

Haechan kembali tertawa. "Serius nanya nih, soalnya gue baru pertama kali lihat lo ke sini."

Kamu melirik cowok itu. "Emang lo langganan?"

"Oh iya dong!" sahut Haechan bangga. "Gue kan pendukung nomor satu sahabat gue, jadi kalau dia ke sini, gue juga ikut ke sini."

Kening kamu berkerut, sahabat? Maksudnya Giselle?

Bukan bukan! Giselle saja kalau ketemu mereka berlima udah kayak ketemu artis Korea, mana mungkin dia diam-diam bersahabat sama si Haechan.

Suara seseorang terdengar menggema lewat microfon, membuat semua atensi teralih. Mata kamu menyipit merasa kenal cowok yang duduk di depan sana sambil memangku gitar.

"For your information, Seungmin emang suka performe di cafe ini, jadi jangan kaget," ujar Haechan. "Dengerin aja suaranya, pasti lo kepincut."

Kamu cengo, perhatian kamu kembali pada Seungmin yang mulai bernyanyi di sana. Benar yang dikatakan Haechan, suara Seungmin memang luar biasa, mungkin dia bisa menjadi penyanyi terkenal kalau mau.

Tapi bukan itu yang lebih penting. Kalau Seungmin ternyata sering mengisi performe di sini, itu berarti kamu akan sering ketemu sama dia. Iya kalau kamu benar-benar kerja di sini.

Kedua sudut bibir kamu tertarik, sepertinya Seungmin akan jadi anggota F5 pertama yang berhasil kamu dapatkan nomornya.

Seungmin tidak sedingin Soobin, tidak semenyebalkan Haechan, dan tidak semenyeramkan Yoshi. Dia pasti akan membagi nomornya dengan mudah kalau kamu bisa menjadi teman ngobrolnya. Pasti.

.
.
.
.
.

Tring!

085336xxxxxx

Selama malam
Benar dengan Y/n X-IPA1?

Kening kamu berkerut melihat ada pesan dari nomor yang tidak terdaftar di ponsel kamu.

Iya
Ini siapa?

Tidak ada jawaban selama beberapa menit, kamu rasa itu hanya pesan salah kirim atau orang iseng. Mungkin saja teman kelas kamu ada yang jail menyebarkan nomer kamu.

Gw Bomin
Save nomer gw ya

Kamu meletakkan ponsel setelah membaca pesan itu, lebih baik lanjut mengerjakan tugas daripada meladeni si nomor iseng.

"Tunggu!" Gerakan tangan kamu terhenti, kamu menoleh ke arah ponsel yang tergeletak di samping buku paket yang terbuka.

"Tadi siapa?"

Kamu loading beberapa saat sampai akhirnya paham situasi, dengan cepat kamu meraih ponsel dan kembali membuka pesan.

Gw Bomin
Save nomer gw ya

"Bomin?"

Kedua mata kamu membulat, kamu mengetik balasan dengan cepat dan segera mengirimnya.

Bomin teman sekelas?

Iya

Dpt nomer gw darimana?

Kita kan sekelas, gampang aja dapat nomer lo
Save ya

Tangan kamu langsung gemetaran saat itu juga, semudah ini? SEMUDAH INI KAMU DAPAT NOMOR ANGGOTA F5??

.
.
.
Tbc~

MunLovea
Jum'at, 16 April 2021

Bukan Meteor Garden - Yoshinori [00L Imagine] [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang