[ Happy reading ]
"Aku tidak suka melihatmu dekat dengan Alena, gadis itu terlihat menyukaimu. Aku tidak suka," lanjut Leticia.
"Dia memang menyukai ku."
Perkataan Devian membuat Leticia membeku, gadis itu beranjak dari posisi tidurnya dan menegakan tubuhnya ke arah Devian, mencoba untuk berbicara lebih serius perihal masalah ini.
"Benarkah? Lalu, bagaimana?" Leticia bertanya, ia ingin tau bagaimana respon Devian terhadap perasaan Alena.
"Itu haknya. Alena berhak menyukaiku, tapi aku juga memiliki hak untuk tak menerima rasa suka itu kan?"
Leticia diam. Apa yang dikatakan Devian benar, mau sesuka dan secinta apapun Alena pada Devian, jika pria itu hanya mencintai Leticia, apa boleh buat? Karena sejatinya perasaan tidak semudah itu untuk diubah.
Namun tetap saja, Leticia sudah telanjur membenci Alena. Bahkan sejak hari pertama mereka bertemu.
***
"Alena?"
Alena yang sedang duduk terdiam pun menoleh, ketika mendengar suara seseorang menyebut namanya.
"Ya?"
"Lo ngapain? Ngelamun sendirian di sini?"
Gadis dengan gaya yang agak sedikit tomboy itu ikut duduk di samping Alena. Sore ini, ia sedang duduk sambil memandangi pantulan cahaya matahari sore di tepi danau dekat rumahnya. Ia tak menyangka akan bertemu dengan Maudy, sahabatnya.
"Maudy, sejak kapan kamu di sini?"
"Sejak tadi. Lo lagi kenapa sih? Gue dateng aja lo sampai gak tau, mikirin apa?"
Alena menggeleng. Ia tak sadar sedari tadi pikirannya berkelana, memikirkan bagaimana nanti ia harus bersikap jika bertemu Devian, apalagi jika pria itu sedang bersama Leticia. Jujur, hatinya sedikit lega setelah menyampaikan perasaannya kepada Devian yang sudah ia pendam sejak lama. Tapi ia juga tak memungkiri bahwa dirinya kecewa, kecewa karena Devian ternyata tak menyukainya juga.
"Mikirin Devian?" tebak Maudy tepat sasaran.
Maudy adalah sahabat Alena. Mereka sudah berteman sejak masa kanak-kanak, tak heran jika keduanya sangat dekat dan mengetahui hal-hal penting satu sama lain, seperti bagaimana Maudy mengetahui bahwa Alena menyukai si pangeran tampan Devian.
"Aku udah jujur, tentang perasaanku sama Devian."
Maudy terkejut. "Serius? Terus gimana?"
"Bukankah sudah jelas, seorang pangeran harusnya bersanding dengan seorang putri."
Maudy yang paham apa maksud Alena pun mendekat, merangkul gadis itu ke dalam pelukannya dan mencoba menguatkan Alena yang sedang merasa kecewa.
"Gak apa-apa, masih banyak laki-laki yang ada di dunia ini, bukan cuma Devian. Cewek baik kaya lo, pasti akan mendapat seseorang yang baik juga."
Alena mengangguk dengan apa yang dikatakan Maudy. Mungkin Devian bukanlah sosok yang tepat untuk Alena, kini ia hanya perlu belajar mengikhlaskan dan merelakan. Jika memang ia mencintai Devian, ia harus siap mencintai pria itu diam-diam.
***
Prang
Prang
Srett
"Awsh!"
"Leticia, kamu tidak apa-apa?" Billy dengan cepat langsung melempar pedangnya ke sembarang arah ketika mendengar rintihan Leticia.
Hari ini seperti biasa, Billy sedang mengajar Leticia berlatih di kediamannya. Namun semangat Leticia kali ini tak seperti hari-hari biasanya, jika biasanya gadis itu selalu semangat dan fokus saat berlatih, hari ini adalah kebalikannya. Sejak dimulainya latihan, tak pernah sekalipun Leticia fokus dengan kegiatannya.
Billy mendekat dan melihat lengan kiri gadis itu, yang sedikit tergores dan mengeluarkan cukup banyak darah, membuat baju yang dikenakan Leticia berubah menjadi merah pekat.
"Tunggu sebentar." Billy beranjak untuk mencari kotak P3K. Setelah mendapatkan nya, ia segera membersihkan darah di lengan Leticia dan mengobati lukanya.
"Ada apa denganmu?" tanya Billy kepada Leticia yang lagi-lagi kembali melamun. Pria itu sudah sangat menyadari bahwa, ada beberapa hal yang mungkin mengganggu pikiran Leticia.
Leticia menggeleng, mencoba mengelak dari pertanyaan Billy.
"Kau memikirkan Devian? Ada apa dengan lelaki itu?"
Leticia menoleh cepat ketika mendengar Billy menyebut nama Devian. Ternyata mereka saling kenal?
"Kau mengenalnya?"
"Tentu. Mungkin kamu tidak akan mengingatnya. Yang jelas, aku tau betul bagaimana hubungan kalian," jelas Billy sambil terus mengobati lengan Leticia.
Apa yang dikatakan Billy benar, tak menutup kemungkinan bahwa Billy dan Devian sudah saling kenal. Billy sudah menjadi pelatihnya sejak lama, jadi mungkin saja ada beberapa waktu dimana dirinya mengenalkan Devian kepada Billy, mungkin saja bukan?
"Billy, apakah dia selalu baik dengan semua orang?"
"Ya. Bukankah karena itu kau menyukainya?"
"Namun sepertinya tidak lagi," gumam Leticia.
Billy menatap Leticia dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. "Apa maksudmu? Kamu tidak lagi menyukai Devian?"
"Tidak. Kini aku tidak menyukai sifat baiknya itu, itu membuatku muak."
"Apa yang membuatmu begitu muak? Bukankah itu suatu hal yang baik?" Billy telah menyelesaikan kegiatannya dan kini tengah menatap dalam mata hazel Leticia.
"Sifat baiknya itu, membuat banyak orang salah paham, apalagi menyangkut perasaan. Ck, mereka terlalu percaya diri tentang sifat baik Devian." Leticia berdecih.
"Bukankah itu salahnya? Harusnya Devian memberikan batasan, kepada siapa ia harus berlaku baik dan tak menyebabkan kesalahan pahaman, khususnya tentang perasaan." Billy tak membela Devian, ia mengatakan apa saja yang memang ingin ia katakan.
"Aku tidak bisa mengalahkan Devian."
"Lalu?" tanya Billy jengah kepada Leticia yang sedang diam.
"Sudah lama aku tidak bermain-main, bolehkah aku bermain-main dengan gadis itu, Leticia?"
Leticia tersenyum miring, "Tentu! Silahkan bermain sesukamu."
To be continued. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Ego [END]
FantasyLeticia, merupakan seorang gadis cantik keturunan bangsawan. Suatu saat ketika ia terbangun dari tidurnya, ada sesuatu yang berubah. Ia bukanlah Leticia yang dulu. "Jadi, kamu yang membunuh semua teman-temanku?" Leticia menggeleng. Ia tidak ingin...