Bab 17 - Alena's Diary

139 34 4
                                    

[ Happy reading ]

Flashback on

"Kau selalu bersemangat, Leticia."

Prang

Prang

Prang

"Yeah. Untuk mengalahkan mu, aku pasti bersemangat." Leticia mendorong Billy dan mengayunkan pedangnya dengan lihai.

Sudah hampir dua puluh menit mereka asik berlatih, padahal mentari sudah mulai menenggelamkan dirinya di ufuk timur. Peluh juga sudah membasahi wajah cantik Leticia, tetapi semangat berlatih gadis itu tak sedikitpun surut. Kini, ia terlihat sedang menghindari serangan bertubi-tubi dari pelatihnya. Hingga akhirnya Leticia menyerah, tak sanggup untuk mengalahkan Billy yang luar biasa lincahnya dalam memainkan pedang.

"Berhenti, aku ingin berhenti." Leticia mengangkat tangannya, pertanda gadis itu sudah kehabisan tenaga. Ia melempar pedangnya begitu saja dan berbaring di atas hijaunya rerumputan halaman rumahnya.

"Segitu saja semangatmu untuk mengalahkan ku?"

"Diam! Aku sungguh lelah."

Billy tertawa kecil, lalu ia ikut membaringkan dirinya tepat di samping Leticia. Keduanya sama-sama terpaku pada indahnya langit sore yang mulai tergantikan oleh gelapnya malam.

Billy membuka suara setelah beberapa saat hening. "Leticia."

"Hm?"

"Sudah berapa lama kita saling mengenal?"

Leticia menimang-nimang, "Entah. Rasanya sudah lama sekali sejak pertemuan pertama kita beberapa tahun lalu."

Billy menerawang ke waktu dimana hari pertama mereka bertemu. Kala itu Billy sedang bersiap untuk perlombaannya, tapi semua menjadi kacau balau ketika di ruang tunggu, Leticia tiba-tiba dengan sengaja menggoreskan pedangnya ke lengan kiri Billy dan menodongkan pedang tersebut ke lehernya.

"Kalian diam atau ku bunuh pria ini," ancam Leticia kepada ketiga orang berbadan besar yang sedang mengejarnya.

Billy merasa bingung, kenapa gadis ini menyandra dirinya dan membuat keributan di sini? Seluruh peserta yang berada di ruangan tersebut pun panik ketika melihat seorang Billy secara tiba-tiba ditikam oleh gadis yang tak dikenal.

"Nona, tolong hentikan! Itu membahayakan nona!" Salah satu dari ketiga pria berbadan besar tersebut memohon kepada orang yang sedang menikamnya. Mereka adalah pengawal Damarion yang diperintahkan untuk membawa Leticia pulang dari tempat pertandingan. Kala itu Leticia hendak mengikuti pertandingan tanpa persetujuan Damarion dan Joana, karena itulah kerusuhan ini terjadi.

Alih-alih merasakan sakit, Billy lebih merasa bingung dengan kejadian ini. Darah mulai menetes, membuat ketiga orang tersebut menyerah dengan gadis yang menikam Billy.

"Baiklah nona, kami tidak akan memaksa nona untuk pulang. Tapi mohon lepaskan pria itu nona, tidak baik jika seorang putri membunuh seseorang."

"Ya, kalian pergilah, maka aku akan melepaskan pria ini."

Ketiga orang tersebut pergi dari tempat kejadian, dan seperti yang dikatakannya, Billy pun dibebaskan.

"Maaf, apakah sakit?"

Billy menaikan sebelah alisnya, bukankah sudah jelas bahwa jika luka goresan pedang itu terasa sakit?

"Kau siapa? Dan apa maksud dari perlakuan mu tadi? Apakah ini sebuah pertunjukan?"

Gadis itu menjulurkan tangannya, "Perkenalkan, aku adalah Putri Leticia, putri satu-satunya Tuan Damarion. Dan maaf atas kejadian tadi, nanti akan ku jelaskan setelah aku mengobati lukamu."

Billy hanya diam, ia tak menolak ketika gadis itu membawanya pergi dan mengobati lukanya. Begitulah awal pertemuan mereka, cukup tragis memang, tapi terasa berkesan bagi keduanya hingga saat ini. Leticia dan Billy sama-sama tertawa, mengingat masa lalu pertemuan mereka.

"Kau adalah gadis yang unik," puji Billy sambil memandangi wajah cantik Leticia dari samping.

Yang dipuji hanya memutar bola matanya malas lalu mencibir pelatih sekaligus sahabatnya itu, "Kau sudah pernah mengatakannya."

"Ya, kamu memang gadis yang unik dan kini aku menyukaimu."

Flashback off

***

Sore ini Maudy memutuskan untuk pergi ke rumah Alena setelah ikut mengantarkan gadis malang itu ke peristirahatan terakhirnya. Ia memasuki rumah minimalis tersebut dengan langkah gontai, sebelumnya Kevin tidak mengizinkan adik sepupunya tersebut untuk masuk ke dalam rumah yang menjadi tempat kejadian perkara kasus pembunuhan. Namun Maudy adalah gadis yang kerasa kepala, tak ada satupun orang yang bisa menghalangi keinginannya termasuk Kevin.

Garis polisi menghalangi pintu masuk rumah tersebut. Maudy diizinkan untuk masuk karena setelah diselidiki, ia memiliki alibi yang kuat pada waktu dimana Alena meregang nyawa.

Keadaan di lantai satu masihlah sama, terlihat berantakan karena tidak boleh ada satupun barang yang dipindahkan. Maudy menggeleng pelan untuk mengusir rasa sedihnya sementara, lalu melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga menuju kamar sahabatnya, kamar yang juga sering menjadi tempat bermainnya bersama Alena.

"Alena..," lirih Maudy. Gadis itu kembali menangis ketika memasuki kamar mending sahabatnya. Di kamar ini, ia dan Alena pernah berbagai suka dan duka, di kamar ini ia juga sering mendengarkan cerita-cerita Alena yang tak jarang membuat Maudy tertawa. Sungguh, ia masih tidak menyangka sahabatnya pergi dengan cara yang tragis.

Di atas meja belajar milik Alena, Maudy menemukan sesuatu yang sangat berharga dan berarti bagi mendiang sahabatnya itu. Sebuah diary, teman kesayangan milik Alena selain dirinya.

To be continued. . .

Hai teman-teman, jangan lupa vote dan comment nya ya! Laffyu!

Alter Ego [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang