Bab 23 - Maudy's Death Mystery

131 32 8
                                    

[ Happy reading ]

"Selamat malam, nona Joana!" Billy menunduk sopan, saat melewati ruang tengah dan bertemu dengan Joana yang sedang asik membaca sebuah majalah.

"Ah ya, selamat malam juga Billy. Tumben sekali kau mengganti jadwal berlatih ke jam malam?"

"Tidak nona, hari ini Leticia memutuskan untuk tidak pergi berlatih."

Joana menunda majalahnya. "Ku kira kau mengganti jadwalnya. Pantas saja ia tampak murung, sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik. Sejak pulang sekolah tadi, dia hanya diam sambil memandangi pedangnya di ruangan samping."

Billy tersenyum kecil, ia tau itu. Karena itu adalah alasan mengapa dirinya ada di rumah ini sekarang. "Bolehkah aku bicara dengannya?"

"Tentu. Jika bisa, buatlah suasana hatinya membaik. Kau sudah mengenalnya cukup lama, mungkin dia mau berbagi cerita tentang masalahnya jika denganmu denganmu, Billy."

Billy mengangguk dan meminta izin menghampiri Leticia di ruangan yang disebutkan oleh Joana. Ia membuka pelan pintu yang tak tertutup rapat, begitu masuk ia melihat Leticia yang sedang bersedekap dada sambil memandangi pedang yang biasa ia gunakan untuk berlatih.

"Sudah berapa lama kau memandangi benda itu?"

Leticia diam. Ia tidak terkejut dengan kehadiran Billy, sesuatu dalam dirinya seperti sudah merasakan kehadiran pria itu. Ia menoleh menatap Billy, tapi entah kenapa setiap ia berdekatan dengan Billy, entah saat latihan atau saat hanya berbicara dengannya, ada sesuatu yang Leticia rasakan dalam tubuhnya.

"Billy, kenapa kau datang? Bukankah sudah ku katakan, hari ini aku enggan berlatih."

Billy mendekatkan dirinya pada Leticia. "Aku datang kesini bukan untuk melatih mu, aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja dan tidak sedang melakukan hal gila."

Leticia mengangkat sebelah alisnya. "Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Dan hal gila apa yang kau maksud?"

Billy menggeleng pelan. "Baiklah jika kau baik-baik saja, aku akan mengawasi mu malam ini," gumam Billy amat pelan, bahkan Leticia pun tak dapat mendengarnya.

***

Pukul dua belas malam. Hari sudah berganti, waktu juga semakin menjelang pagi, tapi Maudy dan Kevin masih asik di depan televisi.

"Kevin, gue mau tidur ah." Maudy merangkak ke atas kasurnya.

"Tidur tinggal tidur."

"Lo, pulang sana!"

Kevin yang sudah diusir pun tak peduli, ia masih asik memasukkan beberapa camilan ke dalam mulutnya sambil menonton adegan demi adegan dari film yang sedang ia diputar. "Nanti."

"Vin, besok sekolah."

"Terus?"

"Pulang sana!"

Kevin menghela nafasnya, ia menunda toples camilan itu di atas meja lalu menatap adik sepupunya itu dengan saksama. "Lo, beneran mau tidur?"

"Iya, udah sana pulang."

"Jangan sedih lagi, gue gak mau lo nangisin kepergian Alena terus setiap malam. Kalau sekolah, muka lo jadi jelek banget."

Kevin tau, setiap malam Maudy pasti menangisi kepergian Alena. Malam ini, ia sengaja menemani sekaligus mengawasi gadis itu agar tidak menangis sendirian seperti yang sudah-sudah.

"Iya. Udah sana cepet pulang, gue udah ngantuk." Maudy menarik selimutnya, hingga menutupi seluruh tubuh.

"Ya udah, gue cabut."

Kevin sudah meninggalkan rumah Maudy, gadis itu juga sudah hendak memejamkan matanya karena kantuk yang menyerangnya, tetapi mata itu kembali terjaga ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka.

"Ngapain balik lagi sih? Gue udah bilang, gue ngantuk," keluh Maudy dalam selimutnya, sungguh ia benar-benar tak tahan dengan rasa kantuk yang menyerang.

Splash

Rasa kantuk Maudy hilang begitu saja saat merasakan perih di telapak kakinya. Ia membuka selimutnya ketika merasa sesuatu menggores telapak kakinya. Darah sudah jelas langsung merembes di atas sprei dan selimut putihnya.

"Lo?! Siapa?"

Orang yang Maudy sangka Kevin ternyata bukanlah Kevin, yang memasuki kamarnya adalah seseorang tak dikenal yang berpakaian serba hitam dengan sebuah pedang di tangannya.

Splash

Kini telapak kaki sebelah kanannya yang menjadi sasaran pedang tajam itu, membuat Maudy menjerit kesakitan.

"Awsh! Lo siapa? Lo gila, ya?!" Ia berusaha bangun, walau kakinya terasa sangat amat perih.

"Tolong!"

"Tolong!"

Maudy berusaha meraih benda apapun disekelilingnya, agar bisa ia gunakan untuk menyerang si orang misterius tersebut. Walau tertatih, ia tetap berjalan mendekati nakas untuk mengambil sebuah vas bunga yang ia incar.

Jleb

Belum sempat Maudy meraih vas bunga tersebut, tiba-tiba sesuatu sudah menancap tepat di leher bagian kirinya. Benda itu tiba-tiba terlempar dari arah jendela luar kamar Maudy, seperti busur panah yang dirancang agar melesat tepat sasaran.

Orang yang menggoreskan pedangnya ke telapak kaki Maudy pun segera pergi. Ia panik, tancapan benda yang sering disebut belati itu bukanlah bagian dari permainannya. Ia hanya ingin bermain-main dengan Maudy tanpa berniat membunuhnya, sepertinya orang lain selain dirinya telah membunuh gadis itu, saat ini juga. Ia lebih memilih pergi, sebelum pembunuh Maudy yang sesungguhnya melihat keberadaan dirinya.

To be continued. . .

Hai gais hehe! Nah lo, kok sekarang orang misterius nya jadi ada 2, ada yang bisa nebak gak kira-kira itu siapa? Btw ini udah mendekati klimaks konflik loh, so jangan lupa tetap vote dan comment ya temen temen!!!

Alter Ego [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang