Bab 19 - New Target

156 32 7
                                    

[ Happy reading ]

"Ck, merasa bersalah apa? Memang dia yang membunuh Alena?"

"Jaga ucapan mu!" bentak Leticia kepada Maudy. Yang dibentak pun hanya diam sambil sesekali tertawa kecil, Maudy tidak takut sama sekali pada Leticia. Baginya, Leticia hanyalah seorang putri manja yang semua kebutuhannya harus dipenuhi oleh para pelayan istana.

"Minggir, gue mau keluar!" Maudy sedikit mendorong tubuh Leticia agar menyingkir dari pandangannya, menyebabkan gadis menyebalkan itu tersungkur ke lantai.

"Awsh!"

"Leticia!" Tepat saat itu juga, Devian datang dan melihat kejadian tersebut.

Sebelum keluar dari kelasnya, Maudy menoleh. "Ck. Cari muka."

Devian tak mempedulikan apa yang dikatakan Maudy, kini fokusnya hanya pada Leticia yang sedang terjatuh.

"Kau tidak apa?"

"Ya, aku tidak apa." Devian membantunya berdiri dan memapah gadis itu untuk keluar dari kelas yang sudah ramai penonton, tentu para siswa di kelas itu tampak senang, karena melihat pertunjukan gratis.

"Gadis itu, angkuh sekali." Leticia mencoba mengeluarkan pendapatnya kepada Devian.

"Maudy memang seperti itu, ia tidak kenal takut, sama seperti dirimu yang dahulu. Tapi jauh dari itu, ia adalah anak yang baik."

Leticia merotasi matanya.

"Kenapa kau tiba-tiba menghampiri Maudy?" tanya Devian lembut.

"Untuk mengembalikan buku milik Alena. Buku itu membuatmu terkubur dalam rasa bersalah, lagipula Alena sudah tiada, bukankah sudah seharusnya kita tidak mengungkit-ungkit apa yang sudah pergi?"

Devian diam, membenarkan ucapan Leticia dalam diamnya.

"Ayo kita kembali ke kelas," ajak Leticia dan disanggupi oleh Devian.

"Gadis angkuh itu, cukup menarik."

***

"Gue dengar, tadi di sekolah Maudy sama Leticia berantem ya?" Kevin bertanya pada Devian yang sedang memusatkan pandangan nya ke arena balapan. Malam ini mereka bertiga memutuskan untuk berkumpul bersama, untuk menonton pertandingan di sirkuit seperti biasanya.

"Berantem? Nggak kok, mereka nggak berantem."

"Tapi katanya Maudy sampai dorong Leticia jatuh, bener?"

"Iya, tapi paling cuma ke dorong lah."

Kevin terlihat menghela nafasnya pelan sebelum meminta maaf kepada Devian. "Sebagai kakak sepupunya Maudy gue mau minta maaf atas kejadian tadi. Akhir-akhir ini tuh kondisinya dia bener-bener lagi down banget semenjak kepergian Alena, gue juga bingung harus apa lagi."

Devian dengan cepat menoleh ke arah Kevin. Kevin adalah sosok pribadi yang sangat hangat, jadi wajar jika ia sangat mengkhawatirkan apa yang terjadi pada Maudy, terlebih Maudy adalah salah satu bagian dari keluarganya.

"Udahlah, masalahnya juga masalah sepele kok." Devian menepuk pundak sahabatnya itu agar tidak lagi merasa bersalah atas kejadian yang bahkan tidak ia lakukan.

"Devian!" Cakra yang sedang berada di tepi arena pertandingan pun memanggil Devian dengan lantangnya.

"Apaan?"

"Sini!" Pria itu memberikan instruksi agar dirinya menghampirinya.

"Apa sih?"

Cakra mendekatkan diri kepada Devian untuk membisikkan sesuatu, "Ada yang nantang lo tanding, malam ini."

Devian bingung. "Siapa?"

"Gue gak kenal."

"Anak mana?"

Cakra berdecak. "Dibilangin gue gak kenal. Katanya dia gak mau tanding sama siapapun, kecuali lo."

Ia menaikkan sebelah alisnya bingung. Jujur, Devian penasaran dengan orang itu.

Cakra mendorong tubuh Devian pelan, bermaksud agar pria itu segera bersiap-siap untuk pertandingan nya. "Udah sana!"

Setelah bersiap-siap, kini Devian sudah berada di trek arena pertandingan. Seluruh penonton yang hadir seketika riuh, menyoraki Devian dengan kata-kata semangat. Devian memandangi lawannya, ia merasa ada yang janggal dengan orang itu, sebab orang itu tak pernah sekalipun membuka helmnya sejak awal, bahkan teman-temannya pun tidak ada yang mengenal siapa orang yang hanya ingin bertanding dengannya tersebut.

Pertandingan segera dimulai. Baik Devian dan lawannya sama-sama sedang bersiap di atas kuda besi mereka masing-masing.

One

Two

Three

Go!

Devian dan lawannya sama-sama melesat dengan cepat. Pertandingan terlihat sengit dengan perbedaan jarak yang cukup tipis. Namun tetap saja, Devian lebih unggul dan memimpin selama pertandingan hingga garis final.

Semua orang yang hadir turut memberikan tepuk tangan dan sorakan meriahnya atas kemenangan Devian, kemampuan seorang pangeran tersebut memang sangat luar biasa hebatnya.

Devian menyempatkan diri untuk bertos ria dengan Kevin dan Cakra, untuk sekadar merayakan kemenangan kecilnya. Setelah itu ia beralih menatap lawannya yang hampir saja meninggalkan arena sirkuit.

"Hei!"

Orang tersebut berbalik, Devian sama sekali tidak tau seperti apa wajah lawannya tersebut, jangankan wajah, nama pun ia tidak tau.

"Nama lo, siapa?"

Orang tersebut hanya diam, lalu menepuk pelan bahu Devian dan segera pergi meninggalkan pria itu dengan rasa penasarannya.

Namun, Devian terlihat sangat familiar dengan tubuh itu.

To be continued. . .

Btw aku mau ngucapin minal aidzin wal faidzin ya temen-temen, sorry agak ngaret nih ngucapinnya hehehe😂 mohon maaf lahir dan batin ya semuanya 🙏🏻

Alter Ego [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang