Bab 09 - Dream

215 41 12
                                    

[ Happy reading ]

Leticia menatap tempat di sekelilingnya. Kini ia sedang berada di sirkuit yang sudah Devian bicarakan. Ia masih tidak percaya bahwa tempat ini adalah tempat pertama yang mempertemukan dirinya dengan Devian. Dari semua tempat, mengapa harus tempat seperti ini?

Leticia berjalan cepat, mengikuti langkah besar Devian dari belakang. Jujur ia sedikit risih dengan suasana ramai ini, para pemuda dan pemudi sedang asik bersorak mendukung jagoan mereka di pertandingan balap motor malam ini. Nama Devian adalah salah satu nama yang mereka soraki, karena malam ini pria itu memang datang untuk bertanding.

"Devian!"

"Devian!" teriak Leticia untuk yang kedua kalinya, karena suasana ramai disini membuat suaranya nyaris tak terdengar.

"Ya?"

"Kenapa mereka menatapku? Apa mereka juga tau bahwa aku seorang putri, jadi mereka menatapku?"

Semua orang disini menatap nya dengan pandangan yang tak bisa Leticia artikan. Dan Leticia sama sekali tak tau mengapa mereka memperhatikannya, padahal malam ini ia datang dengan pakaian sewajarnya anak-anak remaja biasa, bukan memakai gaun selutut yang biasa ia kenakan di rumah.

Devian berbalik untuk melihat Leticia yang berada dibelakangnya, tangannya terulur memegang pundak Leticia agar gadis itu juga menatapnya.

"Semuanya akan ku jelaskan setelah pertandingan," ucap Devian meyakinkan. Setelah itu ia segera pergi menuju arena balap untuk segera bertanding dengan lawannya. Leticia menunggu dengan gelisah dari tempatnya, ia sangat gelisah karena khawatir dengan Devian, khawatir akan terjadi sesuatu dengan pria itu.

Bendera pertandingan sudah dikibarkan. Devian dan lawannya pun siap untuk menancapkan gas masing-masing setelah hitungan ketiga.

One

Two

Three

Go!

Devian dan lawannya sama-sama melesat dengan cepat, melintasi jalur arena pertandingan. Leticia yang melihatnya pun hanya bisa merapal doa, agar tak terjadi apapun dengan Devian. Namun, tiba-tiba Leticia merasa pusing, kepalanya terasa sakit, seperti ada beberapa bayangan dan kilatan-kilatan memori yang menyerang dan merasuki kepalanya. Ia masih sempat melihat Devian yang sebentar lagi akan mencapai garis finish, tapi tak bertahan lama karena dalam beberapa detik kemudian Leticia sudah ambruk tak sadarkan diri.

***

"Gevariel!"

Leticia memanggil Gevariel yang tampak sedang termenung di depan sebuah danau. Pria itu terlihat sedang berdiri sambil membawa sebuah benda yang sangat ia kenal, yaitu walkman kesayangannya. Tunggu, kenapa walkman itu bisa berada di tangan Gevariel?

"Gevariel, apa yang sedang kamu lakukan?"

Pandangan mata Gevariel kala itu sangat jauh berbeda seperti biasanya. Gevariel memandang Leticia dengan pandangan penuh amarah dan Leticia sama sekali tidak tau, apa penyebab pria itu marah kepadanya.

"Ada apa?" tanya Leticia dengan lugunya.

"Ada apa kau bilang? Ck," cetus Gevariel dengan nada suara yang cukup tak bersahabat.

"Bukankah ini milikku? Kenapa bisa ada bersamamu?" Leticia hendak merampas walkman miliknya dari tangan Gevariel, tapi Gevariel malah membuang walkman itu kedalam danau.

Sungguh, Leticia heran dengan sikap Gevariel kali ini, "Kenapa kau membuangnya?"

"Dasar psikopat!"

"A-apa yang kau bicarakan Devian?" Leticia terlihat gugup.

"Bagaimana bisa gadis yang kukira lugu sepertimu membunuh kakaknya sendiri?" Gevariel bergerak maju mendekat kepada Leticia, sedangkan yang didekati merasa takut dengan pandangan tajam Gevariel.

"Apa maksudmu? Aku tidak membunuh Viona."

"Oh ya? Lalu suara-suara rintihan di dalam walkman itu apa? Bukankah kau dengan sengaja merekamnya, saat Viona sedang kesakitan meregang nyawa?"

Leticia diam. Ia sudah tak bisa berkata-kata lagi.

"Seharusnya, aku mempercayai nona Olivia, bahwa kau adalah memang seorang psikopat."

Leticia menggeleng, "Aku bukan psikopat. Psikopat tidak bisa mencintai siapapun, tapi aku mencintaimu Gevariel."

Gevariel semakin mendekat dan tertawa meremehkan, tepat di hadapan wajah Leticia, lalu membisikkan sesuatu, "Jangan harap aku bisa mencintai psikopat seperti mu."

"AKU BUKAN PSIKOPAT!"

"Leticia. Hey ada apa?" Devian terlihat panik ketika melihat Leticia berteriak di dalam tidurnya.

Nafas gadis itu tersengal dan bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menetes di keningnya. Leticia menatap sekitar. Ini adalah kamarnya, bukan danau yang tadi berada di dalam bunga tidurnya.

"Leticia! Katakan padaku, ada apa?" Devian menggoyang-goyangkan tubuh Leticia, agar gadis itu sedikit sadar saat terlihat sedang melamun setelah berteriak seperti tadi.

Leticia menoleh kepada Devian dan langsung berlari kedalam pelukan Devian.

"Devian," lirih Leticia sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang Devian.

"Apa yang terjadi?" tanya Devian sehalus mungkin. Ia tau Leticia sedang ketakutan, maka ia ingin memberikannya sedikit ketenangan.

"Aku takut. Aku takut kau meninggalkanku."

Devian semakin mendekap erat tubuh mungil Leticia, "Hei! Aku tidak akan pergi kemanapun. Jangan khawatir dan berhentilah menangis!"

Leticia mulai meredakan tangisannya, dibantu oleh Devian yang juga membantu mengusap air mata yang jatuh di mata indah seorang Putri Leticia.

"Maaf." Devian melontarkan sebuah kata maaf kepada Leticia.

"Maaf, seharusnya aku tidak membawamu ke tempat itu." Devian menunduk dengan penuh penyesalan.

Leticia mengelus puncak kepala Devian yang sedang tertunduk. Pria ini sangat tulus atas rasa bersalahnya.

"Tidak perlu meminta maaf, Devian."

"Aku seharusnya tidak memaksamu untuk datang kesana dan mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Karena aku, kamu jadi seperti ini."

"Tidak apa-apa Devian. Jika aku tidak bisa mengingatnya, bisakah kau yang menceritakan nya? Menceritakan apa yang terjadi padaku."

To be continued. . .

Halo halo! Bosen gak ya kalian ketemu aku lagi😂 Alhamdulillah bab 09 udah up, jangan lupa vote dan comment nya ya💖


Alter Ego [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang