[ Happy reading ]
Devian menatap Leticia yang tengah sibuk dengan santapannya. Setelah memberikan gadis itu sebuah kejutan tak terlupakan, Devian mengajaknya untuk makan malam di tepi pantai, dengan pemandangan indah malam yang romantis.
"Apa yang sedang kau lakukan, Devian?"
"Menatapmu."
"Tepatnya, mengapa kau menatapku begitu?" Leticia yang sedang fokus pada makanannya pun mendadak tersipu malu, saat terus diperhatikan oleh Devian.
"Tidak apa-apa."
"Berhentilah menatapku dan cepat habiskan makanan mu."
Devian terkekeh kecil, ia tau Leticia pasti sedang salah tingkah. "Aku senang kau masih memakai gelang pemberian ku."
Leticia bingung, "Hm?"
"Ya, aku senang kau masih memakai gelang pemberian dariku." Devian menatap gelang cantik di pergelangan tangannya. Di dunianya, gelang itu adalah pemberian seorang wanita paruh baya di tepi danau, kala itu. Mungkin di dunia ini, gelang itu adalah gelang yang diberikan oleh Devian kepada Leticia dahulu.
"Aku sangat menyukainya, gelang ini sangat cantik."
"Syukurlah jika kau menyukainya."
Semakin malam, suara deburan ombak kian terdengar. Air mulai pasang, saat rembulan menampakkan dirinya di langit malam yang gelap gulita.
"Devian."
"Hm?"
"Terimakasih. Malam ini, aku sangat bahagia." Leticia bersungguh-sungguh, malam ini adalah malam yang paling membahagiakan sepanjang hidupnya.
"Tentu. Karena aku bahagia, jika kamu bahagia."
***
Pukul dua dini hari, Devian baru saja mendaratkan mobilnya di pelataran keluarga Oswald, setelah malam yang mereka lalui bersama. Ia keluar dengan membopong Leticia yang terlelap dalam tidurnya untuk membawa gadis itu ke dalam kamarnya.
"Selamat malam, tuan putri." Devian mengecup kening Leticia singkat, lalu bergegas kembali pulang, karena hari sudah mendekati pagi.
Selepas Devian pergi, dalam tidurnya, Leticia bergerak gelisah. Bunga tidur kembali menghampirinya.
Di dalam mimpinya, ia sedang berada di sebuah ruangan serba putih. Leticia tak melihat apapun, selain dinding berbentuk persegi panjang berwarna putih. Juga tak ada siapapun disana, hanya ia seorang diri. Ia berjalan mengelilingi tempat tersebut, berusaha untuk mencari jalan keluar. Namun hasilnya nihil, tak ada jalan keluar yang bisa ia lalui.
"Leticia."
Ia menoleh mencari sumber suara, suara siapa itu? Terdengar tidak asing.
"Leticia."
"Siapa kamu?!"
"Ini aku, Viona." Leticia menegang. Viona? Benarkah itu suara Viona?
"Bohong. Viona tidak mungkin ada di sini, Viona sudah pergi."
"Ini benar aku, Viona. Seseorang yang telah kau habisi nyawanya."
Deg
Leticia diam tak berkutik.
"Kenapa kau menghabisi nyawa kakak mu sendiri, Leticia?"
"Bukan aku, bukan aku yang membunuh mu!" Leticia berteriak, mencoba kembali untuk menemukan asal suara tersebut.
"Kau membunuh ku."
"Bukan aku, tetapi alter ku," tutur Leticia lirih. Ia merasa frustasi karena tidak bisa menemukan sumber suara tersebut, terlebih suara itu adalah suara Viona, bagaimana bisa?
"Lantas, kenapa kau tidak menghentikannya?"
Air mata perlahan-lahan mulai menetes dari mata indahnya, ia mulai menangis. "Aku tidak bisa." Sejujurnya, setelah kepergian Viona, banyak perasaan yang tak tergambarkan dalam diri Leticia. Di dalam lubuk hatinya, gadis itu sangat amat sedih atas kepergian kakaknya, Viona adalah kakak terbaik yang pernah Leticia kenal. Tetapi di sisi lain, setitik bahagia juga menyeruak entah darimana, menjadikan Leticia sebagai makhluk tak berperasaan.
"Kenapa kau tidak bisa?"
"Karena aku harus melenyapkan mu, untuk memiliki Gevariel." Namun sampai akhir pun, Gevariel tetap tidak bisa ia miliki, bahkan setelah kepergian Viona.
"Kau, akan ku pastikan hidupmu tidak bahagia, Leticia."
Setelah kalimat penuh peringatan itu, suara dan ruangan serba putih itu hilang, tergantikan oleh kesadaran penuh Leticia. Akhirnya, ia terbangun dari mimpinya, mimpi yang sangat buruk itu.
To be continued. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Ego [END]
FantasíaLeticia, merupakan seorang gadis cantik keturunan bangsawan. Suatu saat ketika ia terbangun dari tidurnya, ada sesuatu yang berubah. Ia bukanlah Leticia yang dulu. "Jadi, kamu yang membunuh semua teman-temanku?" Leticia menggeleng. Ia tidak ingin...