PART XXXI

72 3 0
                                    


Dua hari sudah berlalu. Sekarang adalah hari terakhir mereka berada di hutan ini. Karena besok mereka sudah harus pulang, sebab lusa sekolah kembali.
“ Sispala Lembuti..” teriak Instruktur Badai.
“ Lembuti..” Sahut anggota yang tengah berada di dalam tendanya. Semuanya keluar dan segera berkumpul serapi mungkin dihadapan Instruktur Badai.
“ Oke.. Barusan saya mendapat kabar, ada satu tim dari sekolah yang akan menyusul kita ke sini, tapi kabar buruknya, salah satu dari mereka tersesat. Sampai sekarang belum ditemukan..” semuanya memasang ekspresi campur aduk.
“ Untuk itu saya minta, sekarang bentuk tiga kelompok..” semua menjalankan perintah instruktur dengan sebaik mungkin.
“ Oke..Tim pertama.. Kalian silahkan mencari ke bagian kanan saya. Kemudian tim kedua silahkan ke kiri saya, selanjutnya tim ketiga ke sana..” instruktur menunjuk tempat pencarian.
“ Baik.. Jika kalian menemukan barang milik korban silahkan teriak lembuti satu kali.. jika barang kedua.. berteriaklah dua kali juga. Dan jika menemukan korban berteriaklah sebanyak mungkin ujar Instruktur Badai dengan nada yang cemas. Kemudian melanjutkan kalimatnya, “ Bisa dipahami?” ujarnya.
“ Siap bisa..” dengan kompak.
“ Oke.. Laksanakan…!!” perintah terakhir sebelum mereka pergi mencari sang korban.
Tak seorang pun yang tidak panic.  Semua mencarinya dengan sangat teliti, bahkan sampai bagian yang terpencil sekalipun
“ Lembuti..” pekik dari tim satu. Berarti mereka sudah menemukan salah satu barang milik korban. Semua masih focus.
“ Lembuti.. Lembuti..” barang selanjutnya sudah di temukan oleh tim yang sama. Sepertinya keberaan korban tidak jauh dari sana. Sesaat kemudian.
“ Lembuti..Lembuti..Lembuti..Lembuti…Lembuti..” ini pertanda korban sudah ditemukan. Semua tim tengah menyusul ke sumber suara tersebut. Ada yang langsung melaporkan kepada Instruktur. Ada yang mengambil perlengkapan, dan ada juga yang menghampiri korban untuk melihat kondisinya.
Queensha lebih memilih untuk melihat korbannya. Karena ia sangat khawatir dengan keadaan si korban. Sampainya Queensha di sana, ia kaget. Kaget, karena yang menjadi korban itu adalah Koichi.
“ Lo ngak papa?” Tanya Queensha saat menepuk pipi Koichi. Koichi tak sanggup untuk menjawabnya. Sebenarnya dengan melihat kondisi Koichi saat ini saja Queensha sudah pasti tahu.
“ Lo kedinginan ya?” Sepertinya Queensha lebih suka bertanya daripada bertindak. Menyadari hal itu Queensha langsung membuka jaketnya dan memakaikannya kepada Koichi. Kemudian Queensha memegang tangan Koichi.
“ Ya ampun.. Tangan lo dingin banget...” Queensha sangat cemas  melihat keadaan Koichi. Ia langsung memeriksa seluruh tubuh Koichi. Ketika ia meletakkan tangannya di kening Koichi, Queensha merasakan panas.
“ Lo panas..” Queensha langsung berteriak histeris. Tak pernah melihat kondisi Koichi separah ini.
“ Woii.. buruan..” Teriak Queensha yang sangat membutuhkan peralatan yang  tengah diambil teman-temannya.
“ Lo kok bisa kayak gini sih..” ujar Queensha yang terus mengoceh dari tadi.
“ Karna lo..” suara yang berasal dari Koichi terdengar samar-samar. Tapi Queensha tidak mempedulikan itu.
“ Lo ada luka-luka ngak?” tanya Queensha.
“ Ta…ngan.. Gu..ee.”
“ Tangan lo..” Queensha lansung memegang tangan Koichi.
“ Aaauu..” Koichi berteriak kesakitan.
“ Sorry.. Sorry..” Queensha merasa bersalah dengan tindakannya barusan. “ Mana sih.. Woii.. buruan..” teriak Queensha yang kelihatannya sudah murka.
Ketika mereka sampai dengan bawaan peralatan medis, Queensha dengan ligat langsung mengobati Koichi tanpa berfikir lagi. Di sisi lain, ada teman-temannya yang sibuk membuat tandu, untuk membawa korban ke posko.
“ Lo bertahan ya..” ujar Queensha ketika selesai mengobati Koichi. Koichi hanya diam. Ia terlihat sangat mengkhawatirkan.
“ Masih ada yang sakit ngak?” Tanya Queensha memastikannya.
“ Ada..” sekarang Koichi mulai bersuara.
“ Yang mana..? Yang mana? Biar gue liat..” ujar Queensha panic ketika mendengarkan pernyataan Koichi barusan.
“ Ini..” Koichi memegang dadanya.
“ Dada lo kenapa?”
“ Bukan dada gue, tapi yang ada di dalamnya.” Queensha mengerutkan dahinya sebagai pertanda apa maksud dari ucapan Koichi barusan.
“ Hati gue sakit sha.. Semenjak lo ngejauhin gue..” ujar Koichi. Queensha tidak menyangka Koichi akan berkata demikian di situasi yang seperti ini. Queensha tak berkutip sedikit pun.
“ Kali ini lo harus dengerin gue.. Kalau gue ngak tahu sama sekali mengenai rencana si Feby sama Beni buat nyelakain lo. Kalau gue tahu, gue ngak bakalan tinggal diam..” Koichi menatap mata Queensha dengan penuh keyakinan.
“ Kenapa?”
“ Ya karna gue..” Queensha menunggu lanjutan dari perkataan Koichi. “ Ngak mau aja kalau rencana jahat mereka terlaksana..”
“ Ooo..” Queensha langsung memalingkan ekspresi kecewanya.
“ Kenapa? Berharap gue ngomong yang lain?” tebak Koichi, ternyata dia memperhatikan Queensha.
“ Ngak.. Siapa bilang.. Lagian gue juga ngak peduli lagi putus Queensha.
“ Sama?”
“ Sama apanya?” Koichi malah bertanya. Karena tak kunjung mendapat jawaban, “ Sama gue apa sama masalahnya?” tebak Koichi.
“ Dua-duanya. Sama-sama udah hilang dalam ingatan gue..” jawab Queensha dengan jutek.
“ Kalau ngak peduli, kalau udah lupa.. Ngapain sepanik itu ngobatin gue..” pertanyaan Koichi menyudutkan Queensha.
“ Ya.. Karena.. Jiwa kemanusian gue lagi membara aja.. Kalau pun itu tadi bukan lo, gue juga tetap bantu  buat ngobatin..”Queensha berkata demikian.
“ Lo yakin..?
“ Lo apa-apaan sih?” Queensha malah balik bertanya.
“ Jadi kita udah baikan nih? Lo udah maafin gue kan?” kata Koichi.
“ Ngak..”
“ Mulai senin besok lo gue anterjemput ya”
“ Hah?”
“ Iya.. Gue tunggu..”
“ Gila nih orang. Apa jangan-jangan tadi kepalanya juga kejedot sama pohon. Udah konslet nih otak..” Queensha menunjuk kepala Koichi kemudian mendorongnya hingga ia menjerit.
“ Alay lo..”
“ Sispala lembuti..” teriak instruktur.
“ Lembuti..” Sahut para anggota. Semuanya meninggalkan Koichi yang sebentar lagi akan dibawa ke posko oleh beberapa panitia lainnya.
“ Bagaimana.. Apakah korban baik-baik saja?” tanya Instruktur. Semuanya diam, termasuk Queensha. Karena ia melamunkan sesuatu. “ Aneh ngak sih? Masak ada korban yang separah itu, Instruktur tak satu pun yang membantu. Padahal ini situasinya gawat darurat… Apa jangan-jangan
“ Ada yang bisa jelasin bagaimana situasi korban?” ulang Instruktur yang membangunkan Queensha dari lamunannya.
“ Siap ada..” ujar Queensha. Cuman dia yang bisa menjelaskan bagaimana kondisi Koichi.
“ Tangan korban sangat dingin instruktur, terus badannya panas dan tulang tangan kanan sepertinya kegeser instruktur..” jelas Queensha.
“ Baik, saya sudah melihat bagaimana kalian bekerjasama untuk menolong korban. Itu sudah sangat bagus. Kalian dapat mempertahankan itu dan menambah lagi ilmu kalian dalam bidang kesehatan ujar Instruktur yang memuji adik-adiknya ini. “ Dan kalian ngak usah khawatir masalah keadaan korban. Sebenarnya dia tidak apa-apa..” semuanya membentuk garis-garis pada dahi masing-masing.
“ Hal yang kalian lakukan barusuan merupakan tes penerapan ilmu mengenai bidang kesehatan yang telah kakak-kakak kalian berikan. Dan Allhamdulillah kalian semua berhasil menyelesaikannya..” bukannya malah bersyukur karena mereka sudah lulus tantangan terakhir, mereka justru mengerutu. Apalagi Queensha. Koichi sudah memanfaatkan situasi ini.

ARESHAKEEL [COMPLETED]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang