PART XXXV

251 8 8
                                    


“ Ehh.. Sorry…Sorry.. gue tadi habis nyelesain tugas dulu.. Lo udah lama??”
“ Iya ngak papa.. Lagian gue juga baru keluar..”
“ Hmm.. Yuk.. Kita berangkat sekarang..” ujar Queensha dengan berjalan meninggalkan Koichi.
“ Semangat amat neng?”
“ Iya donk.. Kan mau ketemu camer..” bisiknya.
“ Hah?”
“ Mau ketemu camer..”
“ Masih ngak kedengeran..” Koichi terus saja menggoda Queensha.
“ Bodo amat..” dengan lantangnya.
“ Hmm.. Gue boleh nanya ngak??” sambungnya.
“ Pakai izin segala.. Biasanya lo nyerocos.. aja..”
“ Hehe.. Kenapa harus gue yang nemenin ke bandara buat jemput orang tua lo??”
“ Jadi lo ngak mau nih??”
“ Ya.. gue mau!! Tapi gue heran aja??”
“ Karna lo penting bagi gue!!”
“ Penting? Bukannya kita temanan aja..!!
“ Lo berharap lebih??”
“ Ya.. Ngak lah.. Siapa juga yang mau jadi pacar lo..!!”
“ Emang lo pikir orang yang penting bagi gue itu pacar doank?? Sahabat juga bisa..!!” balas Koichi.
“ Oh.. Sahabat..!”dengan nada kecewa.
“ Kenapa? Ngak mau juga!! Jadi pacar ngak mau, sahabat juga ngak mau?? Terus lo mau jadi apa di hidup gue? istri??” Koichi semakin menjadi-jadi untuk menggoda Queensha.
“ Ihh.. Apaan sih..  Tamat SMA aja belum.. Lo udah mikir yang begituan..!!” Queensha kesal padanya.
“ Siapa tahu lo tamat SMA nanti ngajak gue nikah
“ Jangan mimpi deh, Pak. Masih sore lho..”
“ Hehehe..”
“ Ayo jalan..”
“ Iya..”
#
“ Hmm.. Gue ke toilet bentar ya..!!
“ Tapi bentar lagi bokap sama nyokap gue datang lho..!!”
“ Iya sih.. Tapi mau gimana lagi, gue udah ngak tahan..”
“ Ya udah.. Lo hati-hati..”
“ Ini cuman ke toilet lho..” Queensha heran mendengar ucapan Koichi barusan.
Beberapa menit kemudian..
“ Gimana orang Queensha menghentikan ucapannya ketika melihat dua orang yang tengah memeluk Koichi.
“ Shakeel anak Bunda.. Bunda kangen tau.. Kamu gimana kabarnya??”
“ Shakeel??” ulang Queensha. Karena itu kata yang ditangkap oleh indra pendengaran Queensha. Semua mata akhirnya tertuju pada Queensha.
Bun.. Kan udah dibilang, nggak ada yang boleh nyebut
Hmm..
“ Ehh.. Lo udah balik? Kenalin ini Bunda Amira dan Ayah Handono.. Ayah sama Bunda.. Ini Queensha teman aku..” ujar Koichi mendapatkan respon yang baik dari orang tuanya. Tapi tidak dengan Queensha. Ia masih dengan wajah yang membingungkan, seperti ada yang ia pikirkan.
“ Queensha, om.. tante..” Queensha menyalami kedua orang tua Koichi.
“ Ya ampun.. Cantiknya..” Bunda Amira langsung memeluk Queensha. Queensha membalas pelukan itu sambil tersenyum. Tapi detak jantungnya sekarang bergerak tak karuan. Ia merasa ada yang berbeda dengan sebelumnya.
“ Panggilnya, Bunda sama Ayah aja..” ralat Bunda Amira.
“ Hmm.. Iya tan..Ehh Bunda maksudnya..” semuanya tertawa melihat tingkah Queensha.
“ Ini yakin cuman temenan aja??” tanya Bunda Amira.
“ Iya..” jawabnya dengan serempak.
“ Tuh kan.. jawabnya kompakan gitu..” Queensha dan Koichi hanya diam malu-malu.
“ Udah mau malam nih.. Gimana kalau kita pulang aja.. Ayah udah capek..” ujar bapak Handono memecah suasana. Semuanya mengikuti saran sekaligus permintaan dari bapak Handono.
“ Queensha.. Makasih ya.. Udah jemput bunda sama ayah ke bandara..” ujar Ibu Amira ketika sampai di rumahnya.
“ Iya.. Sama-sama bunda..”
“ Owwhh ya.. Kamu sering lho, diceritain sama
Bun..
Hehehe..
“ Bunda.. Ayah.. Pamit dulu ya.. Mau anterin Queensha bentar..”
“ Iya kamu hati-hati..”
“ Pamit dulu Bunda.. Ayah.. Assalamualaikum..” entah mengapa, hati Queensha menyuruh agar ia memeluk kedua orang tuanya Koichi.
#
“ Makasih udah nemenin gue jemput orang
“ Helllo.. Lo kenapa sih?” Koichi melanjutkan ucapannya.
“ Ehh.. Ngak papa kok..”
“ Hmm..”
“ Ohh Ya. Gue mau nanya nih. Lo asli orang mana??
Kenapa tiba-tiba nanya begituan??
Nggak kepo aja..
Gue asli orang Padang.. Dulu sih waktu kecil gue tinggal di Padang sebelum pindah ke luar negeri..
“ Daerah spesifiknya??” tanya Queensha.
“ Ehh.. Lo kenapa sih??”
“ Ya.. lo jawab aja..!!”
“ Di kota Padang Panjang!! Emangnya kenapa sih??”
“ Ngak ada apa-apa..”
“ Owwhh.. Ya udah..”
“ Hmm.. Kalau nama lengkap orang tua lo??”
“ Lo kenapa sih??” Koichi sungguh heran melihat tingkah Queensha.
“ Lo bisa jawab aja ngak..!!” Queensha berubah menjadi dingin.
“ Amira Susilawati dan Handono Syahril..” Wajah Queensha berubah menjadi aneh.
“ Lo punya adik??”
“ Pu.. Nya.. Adik gue cewek seumuran lo..”
“ Sekarang??”
“ Gue juga ngak tahu..!!” tidak ada respon dari Queensha, ia hanya berdiam diri seperti batu.
“ Udah gih.. sana lo masuk.. Udah malam nih..!!”
“ Lo cinta ngak sama gue??” Waw.. Queensha membuat Koichi ternganga bukan main.
Hhh.. pertanyaan apaan tuh? Apa jangan-jangan ini efek dari ketemu camer  ya?? setelah kalimat itu dilontarkan oleh Koichi ia diam sejenak melihat ekspresi Queensha.
“ Lo kenapa sih? gue perhatiin lo beda..!!” tanya Koichi atas mimic wajah Queensha yang aneh.
“ Ini pertanyaan terakhir gue.. Setelah itu lo ngak akan pernah dengar suara gue lagi..”
“ Sha.. Lo ngomong apaan sih?” Koichi marah kepada Queensha.
“ Lo cinta sama gue??” Queensha justru mengulangi pertanyaannya.
“ Iya..”
#
Pagi ini, seperti biasanya. Sebelum berangkat sekolah Koichi mampir ke rumah Queensha, untuk menjemputnya. Tapi pagi ini ada yang berbeda. Tak ada seorang pun yang berada di rumah Queensha. Yang ada cuman asisten rumah tangganya saja.
“ Emangnya kemana Bi??”
“ Owwhh.. Tadi malam pada pergi ke Bandung Den.. Soalnya ada saudaranya yang meninggal..”
“ Kalau Queensha ikut juga bi??”
“ Ngak.. Malahan Non Queensha udah berangkat ke sekolah..” informasi tersebut membuat Koichi dengan cepat mengendarai motornya untuk sampai ke sekolah.
Entah kenapa nasib Koichi hari ini buruk. Ia harus dihadapi yang namanya guru BK. Gerbang sudah ditutup, membuatnya harus bertemu dengan yang namanya hukuman. Setelah satu jam melaksanakan hukuman yang diberi guru BK. Koichi ingin segera menuju kelas Queensha.
“ Kamu.. Mau kemana??”
“ Koichi pekik Bu Dina selaku guru piket pada hari ini.
“ Ehh.. Ibu ngomong sama saya??” Koichi cengengesan melihat gurunya ini.
“ Emang kamu pikir ibu ngomong sama tembok apa??”
“ Maaf buk..”
“ Kamu mau kemana? Sana ke kelas kamu.. atau kamu pulang aja biar alfa sekalian..”
“ Tapi buk.. Saya
“ Saya ngak mau dengar alasan kamu lagi.. sekarang kamu masuk kelas atau..”
“ Iya buk..” Koichi terpaksa mengikuti perintah Bu Dina.
#
Jam istirahat. Hanya itu kesempatan Koichi bertemu dengan Queensha. Setelah mencarinya ke kelas, Koichi belum juga bertemu dengan Queensha.
“ Queensha kemana sih??”
“ Gue juga ngak tahu kak.. Dari tadi pagi dia keluar masuk kelas aja.. katanya ada yang diurus..” jelas Saira.
“ Ngurus apaan?”
“ Ngak tahu.. dia ngak bilang..”
“ Gue cabut dulu ya..”
“ Lo mau kemana kak??”
“ Gue nyari dia dulu deh.. Firasat gue ngak enak dari kemarin malam..”
“ Ngak enak gimana??”
“ Ya gitu..” Koichi pergi meninggalkan Saira.
Setelah melewati beberapa ruangan, akhirnya Koichi menemukan tanda-tanda keberadaan Queensha.
“ Kamu yakin??”
“ Yakin Pak..”
“ Ya udah kalau gitu.. Nih..”
“ Makasih pak.. Saya pamit dulu..” Suara Queensha terdengar nyaring di telinga Koichi. Ketika keluar, Queensha dikejutkan dengan keberadaan Koichi dan disinyalir Koichi mendengar pembicaraannya dengan kepala sekolah tadi.
“ Hai.. Lo kemana aja??” tanya Koichi. Tapi Queensha terus melanjutkan langkahnya.
“ Gue ngomong kok dicuekin sih?” Koichi justru mengikuti langkah Queensha.
“ Lo ngapain di ruang kepsek? Tuh surat apaan??” diam. Queensha hanya diam. Koichi terus melontarkan pertanyaann, tapi tak ada satupun yang di gubris oleh Queensha.
“ Sha.. Nanti malam Bunda sama Ayah ngajak kamu Dinner lho..” sejenak Queensha diam. Kemudian mengambil tasnya dan memasukan berkas-berkas yang ada di tangannya.
“ Ehh.. Lo mau kemana Sha??” sekarang Saira yang bertanya kepada Queensha.
“ Mau nyusul orang tua gue!!”
“ Kemana??” diam. Queensha diam. Kemudian menghampiri Saira dan memeluknya. Dalam pelukan itu Queensha menjatuhkan air matanya.
“ Hhhh.. Queensha.. Queensha.. Cuman mau ke Bandung, pakai nangis segala..” Koichi yang tertawa melihat tingkah Queensha.
“ Beneran lo mau ke Bandung??” Queensha diam.
#
Sebelum pergi dinner, Koichi diberi suatu ujian. Dari tadi ia tidak menemukan keberadaan ponselnya. Padahal ia ingin mengingatkan Queensha untuk acara malam ini, takutnya Queensha lupa.
" Bunda." Pekik Koichi.
"Ihh.. Apaan sih.. Kok teriak-teriak.." Bunda kesal dengan tingkah Koichi.
"Ponsel aku mana bun??"
"Gini nih.. yang katanya anak jaman now, lebih stress kehilangan ponsel dari pada orang terdekatnya.." pandangan bunda melihat situasi zaman sekarang.
"Bukan gitu bun.. Aku mau ngabarin Queensha..
Kamu belum bilang sama Queensha kalau malam ini kita Dinner.." Bunda langsung bicara dengan menaikkan nada suaranya satu oktaf.
" Maksudnya ngingetin, bun.."
"Owwwhh.. Ngingetin"
"Bunda liat ngak??"
"Hhmm.. Ngak kayaknya. Emang ilangnya dimana?"
"Bun,,, Kalau aku tahu tempatnya, itu bukan hilang namanya bun..." Koichi masih sibuk dengan pencariannya walaupun Bunda terus aja mencerocos.
"Ohh Iya,, ya.."
" Bun.. Seragam sekolah aku tadi dimana??"
"Tuh ada dikeranjang belangkang.." Koichi menuju tempat yang disebutkan bundanya.
"Dah.. Ketemu.." ujar Koichi. Ketika ia membuka ponselnya ada banyak notifikasi.
"Waw.. Ada apaan nih??" Koichi melihat ada banyak panggilan tak terjawab: Abi 12 kali, Umi 35 kali, yang lebih parah Saira 79 kali. Dan itu terjadi 5 jam yang lalu. Ketika Koichi tertidur sepulang sekolah. Karena merasa ada yang tidak beres, Koichi mulai menghubungi satu persatu, tapi tak ada yang menganggkat telponnya Koichi. Sekarang ia makin panic. Dan tak sengaja ia melihat ada sebuah pesan  yang terselip diantaran notif panggilan tak terjawab. Ternyata itu dari Saira : Kak, lo dimana? Queensha kecelakaan.. pesan singkat dari Saira yang berhasil menggoyahkan sendi-sendi Koichi. Rasanya ia tak sanggup untuk  berdiri. Tapi ia  harus melihat kondisi Queensha sekarang.
Ketika dalam perjalanan bersama dengan kedua orang tuanya, Koichi terus saja menghubungi Saira dan akhirnya saira Shareloc keberadaannya. Koichi pun tanpa berfikir panjang langsung menuju tempat yang dituju oleh Saira. Seketika Koichi tersadar dengan lokasi itu.
"Kamu yakin nak.."
"Iya ini alamat yang diberikan Saira.."
"Nak.. Ini TPU lho.. Tempat pemakaman umum.." Ayah bertanya dengan nada berhati-hati.
"Apa jangan-jangan Saira salah kasih lokasi lagi.. Mendingan-"
"Nak.. Lihat itu.." Bunda menunjuk ke sekumpulan orang yang berada di TPU itu. Ada cahaya lampu yang sangat terang, disertai dengan suara isak tangis yang silih berganti. Dan tampak dari kejauhan seorang wanita paruh baya yang tak kuasa menahan tangisnya melepas ke pergian seseorang yang sepertinya bagian dari hidupnya.
"Umi.." lirih Koichi. Hati kecil Koichi berharap kalau wanita yang ia lihat itu bukanlah orang tua dari Queensha. Anggota tubuhnya bergerak menuju tempat kerumunan itu. Ketika langkah kakinya mulai melangkah ia melihat sebuah karangan bunga yang bertuliskan belasungkawa atas wafatnya, nama itu membuat pandangan Koichi seketika buram, airmatanya mulai berjatuhan satu persatu.  Dari kejauhan ada seseorang yang mencoba untuk menghampirinya, lalu memeluknya dengan tangisan.
"Kak.. Kak Queensha kak.." Suara itu begitu parau terdengar. Koichi terjatuh seketika, ketika jenazah itu dimasukan kedalam kubur. Lantunan ayat suci terdengar begitu indah, dan diiringi dengan doa.
Bunda dan ayah pun berusaha untuk menguatkan Koichi. Koichi tak tahu, sebenarnya apa yang terjadi. Ia pun menepuk pipinya sekuat mungkin, dan berharap ini semua hanya mimpi.
"Nak.. Ini nyata.." ujar Bunda ketika menghentikan Koichi, untuk menyakiti dirinya.
Rapuh, bukan hanya hati Koichi yang rapuh, melainkan sekuujur tubuhnya. Ia menangis sejadi-jadinya. Tak ada lagi jiwa tegar dalam dirinya. Ia benar-benar rapuh. Sekarang ia mengecap rasa kehilangan. Tapi yang anehnya, 50% hati kecilnya mengatakan bahwa jenazah yang ia liat bukanlah Queensha. Mungkin karena ia tidak melihat wajah orang yang ada dibalik kain kafan itu.
Setelah selesai proses pemakaman, orang-orang mulai meninggalkan makam itu, sebab hari sudah larut malam. Sampai akhirnya tinggal keluarga Queensha saja.
-Abi.. Umi ngak mau ninggalin Queensha di sini sendirian." Ujar umi ketika diajak Abi untuk pulang.
"Umi.. Umi yang ikhlas, Queensha ngak sendirian, dia bersama Allah yang selalu jaga Queensha.. Umi tahu, Allah begitu sayang sama Queensha.."
"Tapi Bi.."
"Umi, Nanti Queensha ikutan nangis lho, kalau umi nangis juga.. ayo kita pulang. Kita biarkan Queensha istirahat dengan tenang.."abi tak kuasa melihat isak tangis istrinya.
"Abi.. Queensha.."Umi tiba-tiba, jatuh pingsan. Orang-orang yang belum jauh pergi dari sana kembali, untuk membantu umi.
Tapi tidak dengan Koichi. Ia tidak lagi memikirkan siapapun, melainkan fakta yang ada dihadapannya. Sebuah makam yang dilengkapi dengan nisan yang bertuliskan nama Queensha. nama wanita yang selalu ada di benaknya. Wanita yang membuat hidupnya lebih bewarna. Tapi nyatanya wanita itu sudah tiada, begitu pun dengan warna-warna dihidupnya Koichi. Seperti malam, yang hanya mengenal hitam.
"Queensha..Queensha.." lirih Koichi ketika ia bersimpuh di makamnya Queensha.
"Sebut dia dalam doa mu.." sebuah bisikan yang ditangkap oleh Koichi.

ARESHAKEEL [COMPLETED]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang