06 || Ancaman

39 14 0
                                    

Kekepoan Dean terhadap hidup Iko membuat lelaki  itu lebih keras kepala dari sebelumnya. Setelah kejadian malam yang lalu, Dean kembali gencar menemui Iko. Bukan lagi dengan tujuan untuk membujuk agar Iko membantunya, melainkan ingin mengetahui lebih dalam tentang siswa SMA Bina Insani tersebut.

Tanpa peduli dengan sikap penolakan Iko, Dean tak pernah lelah untuk berusaha mendekat. Seperti hari ini, untuk mengisi waktu senggang Dean berniat menemui Iko. Usai membersihkan rumah yang menjadi rutinitasnya saat libur, ia pun bersiap-siap untuk berangkat.

Sebelum benar-benar pergi, Dean tentunya tak lupa memperhatikan Disca yang sampai kapan pun akan tetap jadi prioritasnya. Meskipun hanya dianggap angin lalu, lelaki tersebut tetap melakukan perannya sebagai kakak.

"Kakak mau ke luar dulu.  Jangan lupa makan, udah Kakak siapin di bawah.  Hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa, langsung hubungi Kakak." 

Dean menghela napas usai menyelesaikan kalimatnya.  Hening yang tercipta kembali mematahkan harapnya untuk memperbaiki hubungan mereka.  Dean pun kembali mengayunkan langkah, menjauh dari kamar Disca yang seakan-akan tak berpenghuni.

Namun, baru saja kakinya menjejaki anak tangga teratas.  Tahu-tahu seruan gadis yang telah membuat Dean galau selama berhari-hari menggema.  Dean dengan senang hati berbalik hingga menemukan wajah sang adik yang kembali memanggilnya 'Kakak'.
.
Sorot mata Disca jauh lebih lembut dari beberapa hari terakhir. Hal tersebut berhasil membuat beban di pundaknya terasa lebih ringan. Ia pun mendekati Disca yang masih beberapa langkah darinya.

"Ada apa?" tanyanya dengan lembut sambil memandangi wajah adiknya. Lingkar hitam di bawah mata membuat Dean merasa sedih.  Adiknya sungguh berantakan.

"Kasih duit dong, Kak. Utang aku udah numpuk banget sama teman-teman."

Untuk beberapa saat Dean terdiam, tak tahu harus menyikapi seperti apa kalimat yang baru didengarnya.  Bagai diterbangkan begitu tinggi, lalu dibanting dengan keras.  Gaya bicara dan wajah adiknya kembali seperti dulu, tetapi mendengar adiknya sampai menimbun utang membuat Dean kecewa.

"Berapa?"  tanya Dean.

Ia tak ingin apa yang baru saja mulai membaik kembali berantakan, maka untuk ia berusaha mengendalikan diri dan menerima dengan lapang dada. Lagi pula, uang yang selama ini Disca tolak selalu disimpan baik olehnya.

"Tujuh ratus, Kak.  Eh, enggak! Sejuta, Kak." Disca tersenyum manis setelahnya. Memandang lelaki itu penuh harap.

Sebenarnya, utang di temannya hanya setengah dari jumlah yang ia sebutkan. Akan tetapi, Disca meminta lebih untuk ia gunakan di acara Festival Jepang tahunan—Ennichisai yang akan berlangsung di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Selama dua hari di minggu depan nanti. 

Ennichisai merupakan pasar kaget Jepang yang tak hanya menjual makanan dan pernak-pernik khas negara tersebut. Namun, juga mengenalkan kulturnya.

Festival tersebut juga dimeriahkan oleh penampilan cosplay anime, makanan dan souvenir Jepang, hingga booth lembaga edukasi Jepang. Tentu saja Disca tak ingin melewatkan untuk  hadir di acara itu, maka untuk itu ia pun harus menekan egonya.

Sementara itu, Dean menggigit bibir bawahnya. Nominal yang disebutkan Disca 4X lebih banyak dari uang yang selamat ini anak itu tolak.  Namun, jika ia menolak. Disca bisa saja akan kembali menjauh.

"Ya, udah. Besok pagi Kakak kasih."

Senyum Disca melebar. Gadis berlesung pipi itu bersorak kegirangan dan langsung memeluk dengan erat.  Dean tersenyum tipis, diusapnya rambut panjang sang adik dengan penuh kasih. 

Setelahnya, Dean benar-benar pergi. Meninggalkan Disca yang kembali ke kamarnya dengan bahagia. Anak perempuan itu tak perlu lagi khawatir dengan festival, yang harus dilakukannya sekarang adalah memesan kostum yang akan dipakainya nanti. 

WEEABOO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang