17 || Adu Mulut

40 13 0
                                    

Disca pernah mengalami hal seperti ini beberapa tahun silam. Saat itu, dirinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar tak dapat melakukan apa-apa saat melihat Ayah jatuh tak sadarkan diri di depannya. Disca tak tahu mengapa dan ada apa  dengan Ayah  saat itu, ia hanya tahu pria tersayangnya itu tidak lagi membuka mata dan berakhir di bawah gundukkan tanah.

Ia pun pernah merasakan hal ini, ketakutan luar biasa saat berada di depan ruang gawat darurat. Beberapa tahun lalu saat Ibu dibawa ke tempat ini dengan tergesa setelah kesulitan bernapas. Sama seperti saat kehilangan Ayah, waktu itu pun Disca tak begitu mengerti apa yang terjadi. Setahunya, Ibu baik-baik saja tak pernah mengeluhkan apa-apa. Namun, tiba-tiba saja wanita tangguh itu berhenti bernapas dan menyusul kepergian Ayah.

Semua itu terjadi dengan tiba-tiba, tanpa sempat mempersiapkan diri Disca harus merasakan sakitnya kehilangan. Dua kali ia harus mengantar kepergian orang yang disayanginya ke peristirahatan terakhir. Disca sontak menggeleng keras, tentu ia tak ingin melakukan hal tersebut untuk ketiga kalinya.  Ia benar-benar akan mengutuk Dean jika laki-laki menyebalkan itu berani pergi dan menyusul Ayah dan Ibu.

"Kenapa lama banget, sih?" tanyanya dengan nada kesal. Ia lelah menunggu dengan perasaan tak karuan.

"Sabar, Dis. Kakak kamu lagi ditangani."

"Ini sudah lama banget, Ko!  Tapi, gak ada kabar. Tante Nura juga gak keluar-keluar. Lagian kenapa sih tuh orang sampai kayak gini?" Disca berdesah, mengacak-acak rambutnya kasar.

Perasaannya benar-benar kacau karena Dean. Entah apa yang dilakukan kakaknya sampai kembali dengan keadaan mengenaskan. Dari mana segala luka itu ia dapatkan? Apa saja dilakukan orang tersebut hingga terluka sedemikan parah? Serta siapa yang berani melakukan hal ini pada saudaranya?

Tangan Disca mengepal, mencengkeram rok abu-abu yang masih ia kenakan di larut malam seperti ini. Untuk pertama kali ia ingin melihat wajah kakaknya, mendengar suara laki-laki itu memanggil namanya. Baru kali ini Disca merasakan ketakutan bila Dean benar-benar menghilang dari dunianya. Tidak, Disca tidak mau.

Air mata Disca jatuh, lagi-lagi Dean membuat hatinya porak-poranda. Namun, kali ini bukan karena kesal, melainkan ketakutan yang mendalam. Tak ingin hal yang sama kembali terulang, tidak mau merasakan kehilangan untuk kesekian kali.

"Dis, tenang. Bang Dean pasti akan baik-baik saja, dia gak akan pernah ninggalin kamu." Iko yang sedari tadi mendampingi, kembali berusaha untuk menenangkan.

Waktu terasa bergerak lambat, menyesakkan dan menakutkan. Beberapa waktu lalu laki-laki yang telah dianggapnya sebagai saudara tertelan pintu ruangan tersebut,dan hingga detik ini belum ada kabar mengenai kondisinya. Tante Nura yang ia mintai tolong untuk bertindak sebagai wali pun sampai sekarang belum juga keluar dari dalam sana.

"Aku takut, Ko. Untuk pertama kalinya aku gak mau dia pergi." Disca tak kuasa menahan tangisnya untuk pecah. Gadis itu menangis terisak-isak hingga membuat Iko maupun orang-orang di sekitarnya merasa iba.

"Gak, dia gak akan ninggalin kamu," balas Iko yang kemudian merengkuh tubuh ramping Disca, guna memberi ketenangan.

Andai situasinya tidak seperti ini, Iko tentu akan merasa bahagia dapat begitu dekat dengan Disca. Tanpa perlawanan gadis itu membiarkan Iko menyentuhnya. Akan tetapi, tidak ada yang dapat ia syukuri akan hal itu.

Berada di depan pintu ruang gawat darurat dan menjadi pusat perhatian karena seragam sekolah yang masih melekat, juga pandangan iba, serta tanya dari beberapa orang yang ingin sekadar tahu sangatlah mengusik. Terlebih dengan perasaan cemas yang sejak tadi semakin menggila membuat Iko harus bekerja keras menahan diri. Sebab, apa pun yang terjadi ia tetap harus di sini. Menanti kabar akan kondisi Dean yang saat ini dalam penanganan.

WEEABOO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang