Empat belas

5.8K 1.5K 412
                                        

Riffa berusaha mengintip pada kaca ICU yang masih belum juga terbuka. Gadis itu mengembuskan napasnya kasar, kepalanya bersandar pada dinding dengan mata terpejam.

"Bang, lo harus kuat," lirih Riffa.

Tak lama, Fatur dan Dena datang. Keduanya berjalan mendekat ke arah Riffa. Deva yang melihat atasannya itu, langsung beranjak dan menganggukkan kepalanya sopan.

"Raffa gimana, Rif?" tanya Dena.

Riffa menggeleng. Gadis itu berusaha keras menahan diri agar tidak menangis di depan Dena.

Riffa sangat menyayangi Raffa. Biarpun keduanya sering mempermasalahkan hal-hal kecil, tapi tak dapat dipungkiri, setiap kali Riffa mendapat kabar Abangnya sakit, ada yang menyakiti, dan apapun itu, Riffa akan merasa sedih dan akan membalas siapapun yang menyakiti Abangnya.

"Kejadiannya gimana, Dev? Kenapa bisa kayak gini?" tanya Fatur pada Deva.

Mata Deva terlihat sembab. Mungkin, karena gadis itu panik. Lagi pula, siapa yang tidak panik ketika berurusan langsung dengan orang kecelakaan? Apalagi, ini mengeluarkan banyak darah.

"Saya gak tahu jelasnya, Pak. Saya lihat orang-orang berkerumun di jalan, pas saya samperin, ada Pak Raffa di sana."

"Kecelakaan gimana? Ketabrak? Tabrakan? Atau gimana?" tanya Riffa.

"Kayaknya ketabrak. Karena mobil yang pak Raffa pake hancur."

Riffa mengepalkan tangannya gadis itu langsung menegakan badannya. "Terus orang itu gak tanggung jawab? Bangsat! Bawa gue ke tempat kejadian!"

"Riffa, istighfar, Sayang." Dena langsung menarik Riffa ke pelukannya dan mengusap wajah Riffa dengan pelan.

Riffa berontak. Dena semakin mengeratkan pelukannya. Tenaga Riffa benar-benar kuat.

"Dia udah bikin Abang kayak gini, Ma! Lepasin Riffa! Riffa hajar orang itu sampai mapus!"

"Riffa, Abang kamu gak papa."

"Apanya yang gak papa? Lepasin Riffa!"

Fatur yang melihat Dena kesusahan melihat Riffa mengamuk begitu, langsung mengambil alih Riffa ke pelukannya. Tangan Fatur bergerak mengusap punggung putrinya itu dengan pelan. "Dengerin Papa, kamu hajar orang itu sampai dia mati pun, Abang kamu gak akan tiba-tiba sehat kayak tadi pagi. Abang kamu itu butuh support, butuh doa dari kamu. Udah, ya?"

"Riffa gak bisa jaga Abang Riffa, Pa," lirih Riffa. Tangan gadis itu terkepal di dada milik Fatur. Tanpa sadar, gadis itu menangis.

Fatur menenangkan Riffa. Fatur tahu betul Riffa tak suka ketika orang terdekatnya disakiti oleh orang lain. Terutama Raffa.

Ini bukan pertamakalinya Riffa mengamuk seperti ini.

Dirasa tangis Riffa mulai mereda, Fatur langsung melirik ke arah Deva yang saat ini berdiri di ssamping Dena. "Dev, tolong beliin air mineral di depan," ucap Fatur.

Deva mengangguk dan memilih melaksanakan perintah Fatur.

Pria itu langsung mengajak Riffa duduk di kursi. Dena ikut duduk di samping Riffa, tangannya mengelus bahu Riffa dengan pelan.

"Den, kamu kasih tahu Lily."

Dena meraih ponselnya di saku celana. Wanita itu langsung menghubungi Lily, dan memberitahu soal Raffa.

***

"Hallo, Tante?"

"Hallo, Ly. Raffa kecelakaan, dia di rumah sakit sekarang. Kamu mau ke sini?"

Gengsi dong 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang