Sepuluh

8.1K 1.8K 177
                                    

10. Pengacau

Pagi ini, Raffa duduk di depan televisi bersama Riffa. Cowok itu sudah siap dengan pakaian kantornya. Fatur masih sakit, sehingga ia belum bisa berangkat ke kantor lagi.

"Rif, cewek Sakit kasih apa, ya?"

"Mama lemon." Riffa memilih memakai sepatunya

Raffa berdecak sebal. Akhirnya, Raffa memilih berdiri dan menepuk jas bagian lengannya dengan pelan. "Gila, gue gak pernah kebayang bakalan kerja kayak gini. Padahal nih, ya, tadinya gue pengen jadi montir aja kayak si Bintang."

"Lo gak akan pernah bisa kayak Bang Bintang. Bang Bintang terlalu ganteng kalau dibanding sama lo yang gak ada ganteng-gantengnya."

"Mulut lo penuh kebohongan. Yang jujur cuman Mama doang, buktinya, gue tanya sama Mama, gue ganteng atau enggak? Mama jawab, gue Anak Mama paling ganteng." Raffa menepuk dadanya dengan percaya diri.

Riffa berdecih pelan. "Terserah lo. Gue mau berangkat."

"Eh, Rif!" Raffa menahan Riffa yang akan melangkahkan kakinya.

"Apaan?"

"Gak jadi. Cuman mau mastiin di mata lo udah gak ada beleknya." Raffa mengacak puncak kepala Riffa kemudian melangkah pergi meninggalkan gadis itu.

Riffa memicingkan matanya. "Sabar, Riffa. Gak boleh ngumpat, gak boleh." Riffa mengusap dadanya sendiri.

***

Raffa memarkirkan mobilnya di depan rumah Lily. Ia harus memastikan keadaan Lily saat ini.

Dengan buah-buahan di tangannya, Raffa dengan percaya diri mengetuk pintu rumah gadis itu.

"Assalamualaikum, Paket!"

Pintu rumah terbuka. Raffa menunduk, di sana … Billy dengan wajah kantuknya menatap Raffa kesal. "Om ngapain?"

"Jawab dulu salam gue."

"Waalaikumsalam."

Raffa melebarkan senyumnya. Cowok itu menyingkirkan tubuh Billy, kemudian memilih masuk ke dalam rumah. "Lily, suami mu datang!"

"Eh, bukan! Maksud gue, calon suami datang!" teriak Raffa.

"Om, berisik! Kak Lily masih tidur." Tangan mungil Billy menarik tangan Raffa untuk masuk ke dalam kamar Lily.

Dan, benar apa kata bocah itu. Lily masih tidur di kasurnya. Raffa memilih menyimpan buah itu di meja, kemudian ia duduk di tepi kasur.

Tangan Raffa terulur menyentuh dahi gadis itu. "Udah gak terlalu panas."

"Iya, kata Papa, kemarin Kakak dimasukin ke kulkas seharian," jawab Billy.

Raffa menoleh, cowok itu melotot. "Iya?"

"Iya."

"Kata Papa," sambung Billy.

Raffa menepuk pipi Lily dengan pelan. "Ly, bangun," ujar Raffa pelan.

Billy dengan rusuh naik ke atas kasur. Bocah itu menggeleng melihat cara Raffa membangunkan Lily. "Bukan gitu caranya, Om."

"Lah? Terus?"

"Gini." Billy langsung duduk di atas perut Lily. Bocah itu melompat dengan riang. "Kakak! Bangun!"

"Billy! Sesek!"

Raffa melotot. Cowok itu dengan segera menggendong Billy. Gila! Wajah Lily semakin pucat karna ulah bocah itu.

"Billy, gak boleh gitu banguninnya." Raffa mengusap puncak kepala Billy.

Gengsi dong 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang