Tujuh Belas

6K 1.5K 316
                                    

Raffa saat ini tengah menyandarkan kepalanya pada pundak milik Dena. Cowok itu memeluk Ibunya yang saat ini duduk di brankar yang sama dengannya.

Tangan Dena terulur mengusap puncak kepala putranya dengan pelan.

"Ma, apa ada cewek yang mau nerima Raffa kalau dia lihat kondisi Raffa kayak gini?" tanya Raffa.

Dena tersenyum, "Anak Mama ganteng gini, siapa juga yang mau nolak, hm?"

Raffa semakin menenggelamkan wajahnya di bahu milik Dena. Walaupun sesekali, Raffa meringis karena luka di wajahnya terasa perih bergesekan dengan baju yang Dena kenakan.

"Ganteng doang gak bisa jalan yang ada repotin orang, Ma."

"Raffa, Mama gak pernah ajarin kamu buat pesimis kayak gitu. Raffa masih bisa sembuh, jangan ngomong gitu lagi. Mama gak suka."

Raffa menghela napasnya. Hanya karena Lily, Raffa berubah menjadi begini. Ia kehilangan semangat untuk sembuh, ia juga kehilangan rasa percaya dirinya yang dulu amat sangat ia junjung tinggi.

"Maaf, Ma."

Pintu ruangan terbuka. Kemudian, suara teriakan melengking keluar dari dalam mulut Fatur di ambang pintu. "RAFFA! BERANI-BERANINYA KAMU PELUK-PELUK SAMA ISTERI PAPA!"

Raffa dan juga Dena tersentak. Keduanya sontak menatap ke arah Fatur yang sudah melonggarkan dasinya.

"Apaan sih, Pa?" tanya Raffa.

Dengan langkah besar, Fatur langsung menghampiri keduanya. Tangannya terulur menarik Dena agar wanita itu berdiri di sampingnya. "Kamu ngapain peluk-peluk Mama?"

"Emang kenapa sih? Raffa ingetin ya, Pa, dulu Raffa pernah diem di perut Mama selama 9 bulan. Papa pernah? Gak pernah, kan? Dasar misquen!" ucap Raffa asal.

"Tapi kalau gak ada Papa, kamu gak akan diem di perut Mama, Raffa."

"Gengsi dong, gitu doang diungkit-ungkit," jawab Raffa kesal.

Fatur membuka jas kantornya. Pria itu memilih berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. "Den, sini, Sayang. Kita uwu-uwuan di depan anak Gengsi kita." Fatur menepuk sofa meminta Dena untuk duduk di sebelahnya.

"Inget umur, Pa."

Dena menggeleng pelan. Wanita itu akhirnya memilih duduk di samping Fatur.

Tangan Fatur terulur mencubit gemas kedua pipi isterinya. "Aduh, Sayang, makin hari makin cantik aja."

"Apaan, sih?!" Dena melotot dan menepis tangan Fatur.

Di brankar sana, Raffa menahan tawanya. "Bagus, Ma! Orang kayak Papa emang harus digituin!"

Fatur berdecak sebal. Pria itu melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap ke arah lain. "Aku ngambek!" ucapnya.

"Ma, jangan ditemenin," sahut Raffa.

Fatur sontak menatap tajam ke arah Raffa. Raffa yang tidak mau kalah, membalas tatapan Fatur tak kalah tajam. "Ngalah gak?! Kalau gak ngalah, Papa tendang kamu dari rumah sakit!" ucap Fatur.

"Kamu yang aku tendang dari rumah!" sahut Dena marah.

Fatur sontak menatap ke arah Dena. Teganya ….

"Anak Gengsi, lain kali kita duel kalau gak ada mama kamu. Aneh juga, yang Suaminya kan Papa, kok malah Papa yang gak dibela. Cari isteri lagi aja udah," gumam Fatur di kalimat terakhir.

Dena mengangkat sebelah alisnya, wanita itu menatap Fatur. Fatur yang sadar isteri cantiknya tengah menatap ke arahnya, langsung tercengir lebar. "Enggak, Sayang. Bercanda, yang mau sama aku, kamu doang kok. Kamu tenang aja, ya."

Gengsi dong 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang