10. Uninvited Guest

13K 2.2K 217
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suasana hati Maia kelabu, sebagaimana terlihat dari guratan pena di kertas yang kini dicoret-coret olehnya. Alih-alih ditandatangani, tumpukan proposal untuk pengajuan dana justru dijadikan pelampiasan. Cerahnya sinar mentari yang menyorot ruang kerjanya tak jua mencerahkan raut wajahnya.

"Nggak ada justifikasinya, ini semua akal-akalan kalian aja ya, buat ganti gadget baru? Baru setahun loh dipakai, minimal itu tiga tahun baru ada pengajuan ulang soal renewal," tegas Maia.

Admin procurement yang masih baru itu pun menelan ludahnya. Toh ia hanya menjalankan tugas dari atasannya. "Uh, soalnya beberapa sudah ada yang rusak katanya, Bu Maia," cicitnya.

Maia mendongak, dan meneliti wajah pucat gadis yang berdiri kaku di depan mejanya. "Manfaatkan garansi dulu, atau service kalau memang garansi sudah habis. Jangan sedikit-sedikit pengajuan untuk yang baru. Dikira anggaran kita dari negara, apa? Bilang sama manajer kamu, makanya yang rapi kalo pake fasilitas kantor, biar awet."

Gadis muda itu pun tersenyum, dan mengangguk kecil. "Baik, Bu Maia!"

Ia berniat mengambil lagi proposal yang ada di meja, tapi tangannya terhenti karena Maia berdehem.

"Panggilnya Mbak aja, nggak usah Ibu. Jangan kaku-kaku banget," Ia mengintip lanyard yang menggantung dari leher gadis itu, "Calandra?"

Mata bulat itu membeliak, lantas menyengir. Sekilas menunduk ke arah tag namanya sendiri, sebelum menjawab, "Caca aja Bu— Eh, Mbak Maia, hehe."

Maia mengangkat sudut bibirnya, lantas mendorong proposal yang ditolaknya itu kembali pada pemiliknya. "Oke deh, Caca. Saya kasih tips aja ya, bos-bos kamu divisi kamu itu, paling kreatif, jadi jangan kaget kalo sedikit-sedikit pengadaan yang nggak jelas juntrungannya. Anyway, Saya baru lihat kamu, anak baru ya?"

Caca mengangguk. "Iya, baru sebulan, Mbak. Baru selesai training," ujarnya sambil tersenyum lagi, kali ini lesung pipinya muncul.

"Oh, yaudah, semangat ya! Jangan takut buat nanya sesuatu. Kalau disuruh, jangan iya-iya aja. Cari tahu dulu kenapa."

Caca terlihat kaget dengan usulan dari Maia barusan. Namun ia memutuskan untuk mengangguk saja. "Makasih, Mbak."

"Kenapa, kamu mau menyanggah? Kalo punya pendapat, keluarin aja, jangan dipendem," ujar Maia, sambil membuka-buka berkas lain di mejanya.

"Uhm, nggak menyanggah sih, Mbak. Cuma, menurut saya, sebagai orang baru, kalau kebanyakan nanya nanti dianggapnya nyebelin. Sebisa mungkin kita belajar sendiri, gitu."

Maia menggetukkan pena ke meja. "Oh, gitu?" Kemudian garis matanya kembali sejajar dengan sang pegawai. "Divisi kamu bikin kamu merasa seperti itu?"

Lagi-lagi Caca membelalak, kedua tangannya bergerak-gerak, menyanggah opini tersebut. "Oh, nggak gitu kok, Mbak! Itu cuma pendapat saya aja. Mereka baik kok, suka ngajarin apa yang saya belum tahu ...."

ElevateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang