23. Crumble

11.3K 1.9K 241
                                    

Maia tidak selera makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maia tidak selera makan. Bukan karena makanannya tidak enak, toh ia sudah tahu restoran di taman bermain ini bukan didapuk oleh koki bergelar Michelin. Rasa standar sudah menjadi ekspektasinya. Namun karena menyaksikan pemandangan di restoran.

Sementara di samping Maia, Rahmat lahap-lahap saja makan seporsi ayam goreng penyet, dan segelas es kelapa muda. Naga-naganya Rahmat tidak akan menolak kalau ditawari tambah piring. Masalahnya yang di depan mereka ini sangat mengganggu Maia. Bagaimana Rama main suap-suapan dengan Pinkan, yang setelah kenalan— ketahuan baru berusia sembilan belas (katanya dua puluh akhir tahun ini).

Ekspresi dongkol Maia bukan karena ia sirik pria itu mesra-mesraan di depan hidungnya. Tetapi karena ia tidak paham ke mana otaknya Ramadianto Sumosuhardjo? Bermain-main dengan mahasiswi baru, sementara istrinya mungkin tidak tahu apa-apa soal kelakuan suaminya?

Rahmat menggerogoti tulang sayap ayamnya sembari melirik Maia yang terus saja mendelik kepada pasangan di depan mereka. Meski tidak paham apa arti tatapan sengit Maia, pemuda berkulit tan itu memutuskan untuk mencomot potongan daging yang belum tersentuh di piring, lalu menempelkannya di bibir Maia yang terkatup rapat.

Tersentak, Maia memundurkan wajahnya. Mengalihkan laser di matanya kepada sasaran baru. "Apaan sih?"

Rahmat sekilas berjengit, tapi berkukuh menyodorkan potongan ayam kepada Maia. "Ayam ...."

Maia melemaskan rahangnya, tentu dia tahu itu daging ayam, bukan trenggiling. "Iyaa," gadis itu menghela napas. "Kamu ngapain, hm?" Lalu mendorong tangan Rahmat.

"Ini, ayam! Enak!" Rahmat masih keras kepala.

Maia meneliti ekspresi Rahmat yang begitu polos, tidak menangkap maksud tolakan Maia karena memang ia tidak selera sama sekali. Namun tidak ingin Rama atau Pinkan menyadari ketidakselarasan mereka, Maia pun menggigit potongan besar ayam di tangan Rahmat. Seketika Rahmat menyengir bangga, sambil menunggu Maia menelan.

"Enak?" tanyanya lagi dengan tampang penuh penantian.

Menurut Maia biasa saja, tapi memutuskan untuk mengangguk. "Kamu lanjutin makan gih," katanya pelan.

"Kamu juga makan, dari tadi nggak dimakan?"

Maia tersenyum, lantas mengangkat sendoknya dan mulai menyuap nasi ke mulutnya. Lebih baik ia makan agar tidak membuat Rahmat khawatir. Rahmat pun kembali fokus pada makanannya.

Rama masih menikmati disuapi manja oleh Pinkan, sesekali menepuk puncak kepala kekasih belianya. "Kamu habisin, Beb. Mas kenyang ..." bisiknya.

"Hmm, aku kan diet, Mas! Kamu aja yang habisin yaaa?"

"Jangan diet dong, nanti nggak seksi lagi?" Rama menjawil dagu Pinkan.

"Iiih, Mas kan gituu! Aku seriusan udah kenyang!" Pinkan tersenyum manis.

"Mas juga kenyang, yaudah buang aja deh! Nggak usah dipikirin!"

Rahmat langsung keloloden kangkung begitu mendengar pasangan itu mau membuang makanan. "Ohok, ohok!"

ElevateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang