Gadis miskin dinikahi orang kaya itu hanya ada di cerita-cerita novel saja. Nyatanya di dunia nyata itu hampir tidak ada.
Seperti yang dialami Qila. Ia menyadari, ia yang hanya dari keluarga pas-pasan, tidak akan pernah bisa bersanding dengan keluarga sultan macam keluarga Pras. Nyatanya selama dua tahun ia menjalani hubungan dengan Pras. Meski Pras meyakinkan pada Qila bahwa imposible is nothing, berakhir dengan imposible is absolutely imposible. Rencana pernikahan mereka yang sempat tertunda, berakhir tertunda selamanya. Seberusaha sekeras apapun, ketidakmungkinan itu tetap tidak akan berubah.
***
Dua tahun kemudian..
Pagi-pagi udah dibuat kesel. Lagi enak-enak meregangkan badan, gerah, habis berjibaku dengan spatula dan toaster. Eh tetiba ada yang nanya,
"Qi, lihat sepatu futsal aku yang warna hitam nggak?"
Tuh kan? Aneh aja, sepatu segede gaban gitu, tapi lupa naruhnya di mana? Eh, aku nggak lebay ya! Memang sepatunya ukuran 45. Iya, mas Anda 'keranda' itu memang punya tinggi diatas 180 cm. Jadi wajar kalo aku bilang tadi sepatunya berukuran segede gaban. Lagian sepatu futsal yang lain kan ada.
Namanya Karanda Abdi Utama. Cuman, saat aku kesel sama dia jadi kuplesetin jadi 'keranda'. Bukan maksud hati mendoakanya supaya jadi 'keranda' beneran. Tapi emang orangnya ngeselin abis.
Pada kepo kan siapa sih mas Keranda? Ups.. tuh kan keceplosan lagi. Yups.. tebakan kalian benar. Dia suamiku. Setelah drama pernikahan yang sempat tertunda, akhirnya aku gagal menikah dengan Pras.
Iya, aku Qila teman secungpretnya Mbak Ayu Bethari di D&C. Tapi dulu. Kini baik Mbak Ayu maupun aku sudah tidak di D&C lagi. Dan mengenai Mbak Ayu, aku masih kontekan sih sama doi, meski tidak sering. Lagian sekarang Mbak Ayu sibuk sama anak bayinya dan sebentar lagi akan melahirkan anak ketiga yang sundulan sama adiknya Zizi. Memang beneran getol bikin tuh orang. Dulu aja bilang ogah sama pak Abi, malah katanya pantes jadi adiknya. Tuh kan, jadi ghibah. Maaf ya Mbak Ayu, habisnya hidupmu selucu itu.
Balik lagi ke laptop. Eh...
Hidupku juga nggak kalah lucu sih dari Mbak Ayu. Aku dan Mas Anda menikah karena perjodohan. Mainstream banget kan? Padahal aku dari dulu termasuk orang yang anti perjodohan. Malah berakhir dengan perjodohan konyol sama orang yang aku hindari. Jujur aku illfeel sama dia sejak aku kelas 9 SMP.
Habisnya, selama dua tahun setelah gagal menikah sama Pras, aku jadi malas menjalin hubungan lagi sama orang Ibu Kota. Dan celakanya, keluargaku selalu mendesakku untuk menikah karena umurku hampir masuk angka kepala 3. Padahal mah aku santuy aja tadinya. Gara-gara diingatkan umur, jadi sadar kan kalau ternyata umurku sudah 28. Saat ada tawaran perjodohan. Akhirnya aku mengiyakan aja. Iya, aku memang segabut itu tentang umur. Secara aku perempuan kampung man.. yang memang sudah terstereotip tentang umur dan nikah.
Eh, ngomong-ngomong soal sarapan. Meski cuma memanggang roti di toaster yang aku olesi margarin, tapi memang kenyataan membuat badanku gerah. Mungkin karena sembari mengolesi roti tawar, aku selingi dengan salto jumpalitan nggak karuan untuk nyari keju yang aku beli seminggu yang lalu dan aku lupa taruh di kabinet sebelah mana? Yang nggak lucunya ternyata keju itu aku taruh di atas lemari es. Dan itu yang menemukan Mas Anda tadi sebelum nanyain sepatunya itu.
"Hati-hati Qi, kalo sering lupa itu tanda-tanda demensia." Ingatnya tadi yang langsung buat aku kesal.
Jadi, kalau sekarang aku balik kalimat itu berarti aku dan Mas Anda sama-sama punya tanda-tanda demensia dong? Ah, nggak lucu. Aku bukan tipikal begitu yang membalas dendam langsung seketika.
Jum'at pagi sama seperti Jum'at sebelumnya. Sebelum berangkat ngantor, Mas Anda akan menyiapkan peralatan tempurnya yang berupa sepatu futsal dan setelan jerseynya. Malam Sabtu adalah jadwal ia bermain futsal bersama teman nongkrongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGABDI
De TodoSetelah kepindahanya ke Jogja dan kini bekerja di kantor Notaris dan PPAT, Ailani Aqilah hanya dibuat sibuk memikirkan hal yang membuat ia illfeel terhadap suaminya. Seperti orang bilang : Jangan terlalu cinta nanti jadi benci. Jangan terlalu benci...