20

3.6K 230 30
                                    

Yang perlu diingat semua, bahwa tidak ada seorangpun di dunia yang tak mempunyai cela. Karena semua tidak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya dimiliki oleh Dzat Yang Maha Esa.

Sementara manusia hanya tempatnya salah, lupa dan segala cela. Hakekatnya tak pantas untuk menyombongkan diri. Namun, balik lagi karena manusia tempatnya lupa, mereka tak ingat bahwa segala sesuatu harus dikembalikan kepada Sang Pencipta. Termasuk urusan dunia mereka.

***

Telah berlalu beberapa minggu kejadian dimana aku pingsan di cafe itu. Dan kini seluruh hariku aku habiskan dalam tangis dan kesedihan yang sungguh aku tak tahu mendeskripsikanya. Aku sesali atau aku bahagia?

Apa aku menyesal menikah dengan seorang Karanda Abdi Utama? Atau aku bahagia dengan kehadiran amanah janin di perutku?

Memang seperti itu. Rasanya aku bahagia mendengar kabar kehamilanku. Meriang kemarin itu ternyata pertanda adanya janin yang sedang tumbuh dalam rahimku. Makanya rasanya campur aduk tak karuan, bukan seperti meriang biasa. Bersyukurnya, aku tak mengalami muntah-muntah morning sickness. Hanya tiap hari badan ini terasa meriang.

Menyesal? Entahlah. Seluruh keluargaku dan keluarga Mas Anda menyerahkan semuanya diselesaikan secara baik-baik. Dan keputusan sepenuhnya diserahkan kepadaku. Aku dan Mas Anda harus saling duduk bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikanya. Bahkan keluargaku mewanti-wanti jangan sampai ada emosi. Apalagi nanti berujung penyesalan.

Entahlah. Sampai saat ini pun aku belum siap untuk berdiskusi. Aku rasa masih belum sanggup untuk berbicara dengan Mas Anda.

Aku habiskan hari-hariku di kamar ini. Kamarku yang dulu di rumah bapak di Jakarta. Mukena masih aku kenakan. Air mata ini tetap tak sanggup kubendung meski baru saja aku selesai shalat dhuha.

Aku masih tak berani pulang ke kampung. Rasanya aku tak sanggup untuk pulang ke rumah Mbah Yayi dan membuat Mbah Yayi kepikiran. Aku tak sanggup membuat Mbah Yayi sakit untuk kedua kali.

Kali pertama dulu saat pernikahanku dengan Pras akhirnya batal. Mbah Yayi sakit berhari-hari. Mbah Yayi memikirkan nasibku yang sudah kelewat dari umur 25 dan batal menikah itu katanya bakal menjadi perawan tua. Aku sih maklum dengan pemikiran itu, Mbah Yayi orang kampung dan menikah saat usianya kala itu masih 15 tahun. Sedang ibu menikah di usia 17 tahun. Ditambah cucu perempuan hanya aku dan sepupuku yang merupakan anak Lik Nor yang masih berumur 10 tahun. Maka dari itu aku tak sanggup untuk pulang ke kampung. Walau sebenarnya ingin sekali aku menumpahkan semua masalahku pada sahabatku, Hana. Tapi tak bisa.

Rumah di kampung juga telah dijual semenjak aku kelas XII. Karena bapak kena tipu oleh temanya sesama pedagang. Bapak perlu menutup lubang utang sana sini. Makanya rumah di kampung dijual dan yang membeli adalah Papa yang kala itu aku masih memanggilnya Pak Efendi. Papa lah yang bersedia membantu bapak dengan membeli rumah kami kala semua orang pembeli menawar rumah kami dengan harga dibawah normal karena tahu bapak dalam masa kepepet untuk segera bayar utang sana sini. Dan kini rumah bapak di kampung itu Papa hadiahkan untuk kami (aku dan Mas Anda).

Setelah lulus SMA kami semua pindah ke Jakarta dan bapak memulai lagi sedikit demi sedikit usahanya. Alhamdulillah rumah kecil dua lantai yang kami tempati saat ini di daerah Jakarta Timur ini sudah milik sendiri plus bapak membeli lahan kosong samping rumah untuk gudang buah dan parkir dua mobil bak terbuka.

Masih terdengar jelas runguku menangkap suara itu. "HAMIL"

Sungguh keji aku rasakan apa yang diperbuat Mas Anda terhadapku, terutama terhadap perempuan itu. Dan ia mengatakan apa kala itu? Ia meminta maaf tak bisa memenuhi janji karena telah memulai dari awal pernikahan kami?

Bullshit

Hanya laki-laki pengecut yang mampu melafalkan kalimat itu untuk berkelit dari tanggung jawab. Yang aku pikir selama ini meski playboy rasanya Mas Anda bukan tipikal laki-laki keji tak bertanggungjawab seperti itu. Tapi melihat fakta yang ada di hadapanku ternyata hanya pemikiran naifku. Itu yang membuat hatiku kembali porak poranda dan air mata terus menetes dari netraku.

MENGABDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang