21

3.4K 236 35
                                    

Tak ada rumah tangga tanpa ujian. Dalam Islam, ujian rumah tangga adalah sebuah keniscayaan dan tantangan yang harus dihadapi semua orang dalam lingkup rumah tangga masing-masing. Baik itu masalahnya besar ataupun kecil.

Hidup itu terus berproses. Yang harus menjadi landasan bahwa segala sesuatu mengenai hidup adalah atas campur tangan Tuhan. Pasrah dan berserah diri. Bukan mengumbar aib pasangan sana sini. Serta menyelesaikan ujian tersebut dengan tuntunan-Nya. Itulah proses menuju sakinah mawaddah wa rahmah. Proses mewujudkan doa-doa para tamu pada acara ijab qabul di pesta pernikahan.

***

Pagi yang cerah, udara pagi yang segar dengan titik-titik air pada daun-daun hijau sisa hujan semalam bagiku tetap terasa sangat menyesakan. Aroma petrichor masih kental bekas sisa hujan semalam.

Angin pagi meniup hijab segi tiga yang ku kenakan. Meski tertatih, aku menguatkan bahwa langkah yang aku ambil ini adalah yang terbaik untuk kami. Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pergolakan tentunya. Tidak ada lagi alasan yang membenarkan bahwa semua ini akan berlangsung mudah. Namun, this is my way. Untuk menyelamatkan hatiku dari momok bayang-bayang mengerikan. Selalu dibayangi ketakutan-ketakukan itu setiap waktu.

Aku berdiri di depan gedung ini. Para manusia berlalu lalang bahkan di waktu sepagi ini. Perjalanan aku ke sini Alhamdulillah lancar tanpa hambatan. Dengan ditemani Ibu yang duduk tak tenang, sedang Lik Nor, aku perhatikan meski dalam duduk tenangnya asap tak henti mengepul dari mulutnya membumbung tinggi sejak kami sampai di tempat ini tiga puluh menit yang lalu. Sepertinya Lik Nor berkecenderungan gelisah sepanjang hari ini melebihi berdiriku yang tenang di sampingnya. Terlihat dari banyaknya puntung rokok yang sudah ia habiskan selama tiga puluh menit ini.

Sedang aku, bahkan dalam berdiriku yang terlihat tenang, merasa sangat terasa salah. Salah dengan keadaan yang telah aku jalani. Tapi aku tak menyesal mengambil langkah ini.

Ini adalah agenda sidang perdana kami. Sudah jelas bukan alasan aku berdiri di depan pengadilan agama di kota asal kami?

Agenda sidang pertama adalah mediasi. Seperti kalian tahu, harusnya sepasang suami istri wajib hadir untuk melancarkan agenda sidang pertama ini. Tapi Mas Anda tak datang, dan tidak ada satu pun utusan yang menghadiri agenda sidang kali ini. Setidaknya dari perwakilan keluarga Mas Anda tak ada yang tampak di sekitaran kami. Sedang sepuluh menit lagi sidang kami akan dimulai di ruang sidang III. Itu bisa aku artikan bahwa tidak ada niatan dari Mas Anda untuk memperbaiki pernikahan ini.

Sudah bisa dilihat bukan kalau semua yang diomongkan oleh Papa dan Mama Nanik saat di Jakarta itu cuma isapan jempol semata. Lebih tepatnya hampir setahun yang lalu.

Mungkin tidak banyak yang kami bahas saat itu. Pertemuan kami hanya berlangsung satu jam. Dan itu lebih didominasi obrolan antara Mama Nanik dan aku. Hanya saja satu yang masih teriang sampai saat ini dan tidak bisa aku pegang lagi. Sesaat sebelum aku dan Ibu pamit undur diri dari hotel. Obrolan yang tadinya berlangsung ringan dan ceria dan saling bertukar kabar dan cerita serta oleh-oleh yang dibawakan duo Kunyuk untukku diakhiri kalimat panjang,

"Qi, kami tidak sedikitpun akan membela Abdi kalau memang itu adalah sebuah kesalahan."

Saat itu aku hanya menunduk menyembunyikan kesedihan yang dua minggu menggerogotiku.

"Kami juga tidak akan memaafkan kesalahan itu jika itu memang benar sebuah kesalahan. Tapi apakah tidak lebih baik jika memang kamu perlu untuk menuntut sebuah penjelasan, biar terbuka masalah ini terang benderang. Kami tidak menyalahkan kamu. Kami juga tidak membela Abdi. Kami netral. Kami terima atas semua pilihan yang kalian ambil nantinya. Kami tidak akan mengintervensi. Tapi sebagai orang tua tidak salah jika kami terkadang menginterupsi meminta kalian untuk istirahat merenungkan apa yang terjadi pada pernikahan kalian. Apa ini pernikahan yang kalian tuju sewaktu mengucap ijab qabul dulu?"

MENGABDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang