14

24 3 0
                                    

Hai hai, semoga puasa kalian lancar ya!!

[h a p p y • r e a d i n g]

:;(∩´﹏'∩);:

Kalian pernah nggak, ngerasa kalau sejatinya waktu itu benar-benar berlaku jahat sama kita? Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja waktu bergulir cepat tanpa ampun. Menyisakan kenangan yang tak sengaja tercipta di benak masing-masing manusia.

Entah sebuah kenangan yang patut untuk dikenang ataupun tidak, sang waktu tidak akan peduli 'kan? Lihat, betapa jahatnya waktu terhadap kita.

Seperti misalnya, kalian sedang bergumul dengan fikiran yang gak ada habisnya pada saat sebelum tidur. Tanpa kalian sadari, tiba-tiba saja jam menunjukkan pukul tiga.

Lalu setelahnya kalian hanya bisa menghela nafas panjang. Berfikir mengapa hidup yang kalian jalani seperti berhenti di satu adegan yang terus berulang. Padahal, kalian hebat. Bisa bertahan sampai sekarang.

Atau kalian dibuat jengkel karena sedang asyik-asyik nya menonton drama favorit mu dan ternyata jam dinding mu sudah menunjukkan waktu untuk segera pergi ke alam mimpi.

Begitulah waktu terhadap kita.

Terasa ketika kita mengunci suatu hal pada diri kita, dan tak terasa ketika kita tidak menaruh harapan apa-apa.

Omong-omong tentang itu, sebetulnya Yura seringkali mendapatkan perasaan tidak nyaman acapkali teringat tentang masa-masa dan kenangan yang pernah ia lalui.

Jika saja ia tidak bertemu Hazel, jika saja... Mungkin ia tidak akan merasakan yang namanya sakit hati.

Aneh, padahal ia juga tahu, sakit hati itu resiko dari yang namanya jatuh cinta. Dan terlepas dari itu, Yura jadi menaruh kebencian tersendiri pada Hazel. Walaupun kata memaafkan sudah terlontar, tetap saja.. Rasa sakitnya tetap ada.

Sambil memandang langit yang mulai kelabu, di ujung hari ini... Yura menghabiskan sisa harinya sendiri. Angkasa mengabari kalau ia harus mengikuti rapat pengurus Osis dan MPK. Katanya akan ada acara besar yang direncanakan.

"Lah, kira gue kelas udah kosong." Rayna membuka pintu kelas lebar-lebar dan berjalan mendekati Yura sambil membawa satu cup mie instan.

"Tumben belum balik," Rayna mendaratkan bokongnya pada kursi dengan nyaman. "Oh, nungguin doi nih ye?"

Yura menoleh dan mengambil cup mie instan milik Rayna. Menyeruputnya tanpa meminta persetujuan sang pemilik. "Bisa jadi."

Rayna tampak melotot karena perlakuan Yura, namun sudah biasa. Jadi ia hanya diam melanjutkan makanannya. "Beli sendiri sono mie nya. Gue laper banget nih masalahnya,"

Yura hanya tertawa kecil. Seketika suasana hening menyeruak. Karena merasa tidak nyaman, Rayna membuka suara. "Abang lo sehat, Ra?"

Yura memandang sekali lagi langit abu-abu dari jendela kelasnya. "Sehat kok. Udah aktif manggung lagi sama bang Brian dan yang lainnya."

Ditengah-tengah kenikmatan meneguk kuah mie instan yang pedas dan panas itu, Rayna mengangguk paham. "Kali-kali dong, gue pengen nonton abang lo tampil. Gratis tapi hehehe." Rayna menampilkan senyum kudanya.

Yura memutar bola matanya malas. "Iya-iya. Nanti gua tanya ke abang gue dulu. Soalnya kebanyakan manggung di luar kota. Gak mungkin juga kita absen sekolah cuma gara-gara pensi sekolah orang."

Rayna mengangguk setuju. "Okelah, atur aja enaknya gimane."

Mereka berdua menatap keluar jendela. Karena langit abu-abu tadi menumpahkan air nya juga.

Entah mengapa keheningan kali ini berasa nyaman. Seperti jeda untuk mempersiapkan obrolan yang bermakna. Entahlah, baik Rayna dan Yura merasakan hal itu.

"Ra," Rayna berujar pelan. Yura menoleh tanda menjawab. "Lo.... Gimana kabarnya?"

Agak aneh dan asing disaat yang bersamaan. Seketika Yura jadi bingung ingin menjawab apa. Karena ia juga tak tahu, apakah ia baik-baik saja atau tidak.

"Seperti yang lo lihat aja gimana,"

Rayna berfikir sebentar. "Lo pasti bingung ya, Ra? Gue nanya kabar lo, lo pasti bingung 'kan, mau jawab apa?"

Yura mengangguk kecil. "Kadang, kata ‘baik-baik aja’ itu udah gak ada artinya lagi, dan gue lebih memilih untuk nggak menjawab itu. Terserah orang lain mau menganggap gue bagaimana. Karena jujur, terlalu naif aja kalau kita selalu bilang ‘baik-baik aja’ padahal enggak."

Rayna mengangguk setuju banget. "Iya ya, bener banget. Entah kenapa, makin kesini... Kata itu udah gak berlaku."

Hening sebentar. "Coba Ray, kalau lo udah tahu jawabannya bakal gitu, lo ganti pertanyaanya. Misalnya, ‘Masih hidup lo?’ mungkin terdengar kayak candaan, tapi percayalah. Orang yang jawab pasti sadar gak sadar ngungkapin hal yang lagi dia rasain."

"Yaudah gue ulang pertanyaannya. Masih idup lo, Ra?"

Yura tertawa. "Ya masih lah! Gila aja gue nyerah. Gue masih mau makan mie instan tengah malem walau sebetulnya gak sehat. Gue masih mau makan es walau cuaca lagi dingin. Gue masih mau ketawa kenceng walau sebetulnya bukan itu perasaan kita sebetulnya."

Kami pun tertawa hambar. Menyetujui bahwa, segala hal yang terlihat itu sudah mulai pudar ke asliannya. Dan kami menikmati kesakitan masing-masing dalam binar yang tak kunjung padam.

"Permisi, udah beres nih girls talk nya?"

Angkasa berdiri di ambang pintu sambil memeluk dua helm di tangannya.

Rayna dan Yura sontak beranjak dari tempatnya. "Orang kalau lagi kasmaran tuh ya, doi nya rapat, relaaa gitu ditungguin ampe sore gini. Gue sih ogah."

Yura dan Angkasa terbahak. "Yeee, lo kalau iri bilang aja deh Ray." Yura berujar sambil menepuk pundak Rayna. Sang empu hanya menggerutu pelan.

"Makanya Ray, cari doi sono. Atau mau gua cariin?" Angkasa menimpali.

Rayna memutar bola matanya malas. "Gak ada waktu gue buat gituan. Dah ah bye. Mau ke ruang olahraga nih, sparing karate. Hati-hati dijalan lo bedua!"

Angkasa dan Yura menyaksikan kepergian Rayna dalam kehebohan yang tercipta karena tiba-tiba saja Angkasa berujar kencang kalau ia akan menjodohkan Rayna dengan Haikal—teman kelas Angkasa—yang sama-sama hebohnya dengan Rayna.

o(〃^▽^〃)o

Hi! Mohon do'anya ya, bagi yang baca ini.. Aku nanti akhir bulan bakal UTBK huhu. Anyway kalau diantara kalian ada yg UTBK juga, semangat ya. Semoga nanti hasilnya sesuai apa yang di harapkan. Kalau belum, nanti bakal tiba waktunya.

See u next chap!

Letting GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang