27

13 1 0
                                    

Yura mengawali pagi kali ini dengan malas-malasan. Sedari kemarin ia sama sekali tidak mengecek gawainya. Entahlah sudah berapa banyak pesan yang tertimbun dan terabaikan, Yura masih enggan untuk melakukan apapun.

Sejak hari itu, kenyataan lain yang keluarganya sembunyikan, tentang Hazel, tentang Yura yang semakin kebingungan dengan Angkasa, Tentang semuanya.

Semuanya yang akhir-akhir ini dialami Yura membuatnya kehilangan semangat hidup. Berangkat sekolah bertemu teman-temannya yang heboh itu kini sangat ia hindari. Sungguh, Yura butuh waktu tetapi sial, waktu tidak membutuhkan Yura.

Kalau saja hari ini bukan hari ujian akhir semester, seratus persen Yura akan memilih bolos sekolah. Bahkan Yura akan memilih berdiam diri di kamarnya seharian. Tapi itu semua hanya sebatas keinginannya. Realita selalu berhasil menamparnya.

"Maaf, Ra. Aku gak sanggup kasih tahu yang sebenarnya, maka dari itu biar waktu yang ngungkapin segalanya."

Dan ucapan Hazel waktu lalu terus saja menghantuinya.

"Jangan nyalahin diri sendiri, ya? Akupun lagi nyoba untuk gak membenci kenyataan. Meskipun itu susah. Aku masih sayang kamu, Ra. Banget. Tapi aku harus ubah rasa sayang itu sebagai rasa sayang seorang saudara,"

"Kita harus sama-sama berusaha, Ra. Kamu udah ada Angkasa, aku seneng banget akhirnya saudara ku bisa senyum dan ketawa lepas lagi. Jangan murung lagi ya, Ra."

Yura menghela nafas keras. Ah, ia sudah sampai di parkiran sekolahnya. Sepanjang jalan tadi ia melamun. Syukur-syukur tidak terjadi kecelakaan apapun karena melamun sambil mengendarai motor.

Ia merapikan rambut panjangnya yang tidak diikat itu lewat kaca spion. Mengambil helm setelahnya ditaruh di loker, dan menuju kelas.

Di lawan arah, Yura melihat figur Angkasa yang berjalan kearahnya. Yura berhenti sejenak di depan pintu kelasnya, menunggu Angkasa lewat dihadapannya. Yura tersenyum, hangat sekali.

"Hei—"

Tetapi Angkasa hanya lewat. Tidak membalas sapaan Yura bahkan tersenyum pun tidak.

Senyuman Yura sontak luntur saat itu juga. Hatinya nyeri. "Angkasa, perlakuan lo berbanding terbalik sama ucapan lo,"

Yura membatin sendiri, ia menggelengkan kepalanya dan berfikir semuanya baik-baik saja. Iya. Angkasa bilang ia hanya butuh waktu. Yura harus mengerti itu.

"HEH! Yura ngapain lo diem-diem di pintu kaga masuk kelas?" Rayna yang baru datang menegur Yura dengan heboh.

Yura seketika merubah paksa ekspresi wajahnya menjadi baik-baik saja. "SUMPAH Ray! Lo ngagetin gue tau gak? Iya ini baru dateng sabar elah,"

"Iyaa iya, ayok masuk kelas bareng!" Rayna menggandeng pundak Yura dengan semangat.

Mereka tertawa seperti tidak ada apa-apa. Yura beralasan mengenai dirinya yang sulit di hubungi, ia bilang kelelahan sehabis pensi. Dan syukur semuanya mengerti dan tidak ada yang menanyakan sesuatu lebih lanjut.

Ujian di mulai. Suasana hening, duduk sendiri, sulit menjawab soal... Yura suka itu. Vibesnya, ia sangat suka. Sesekali ia mengantuk membaca soal ujian bahasa indonesia dihadapannya. Sesekali juga ia mengoper jawaban yang ia tak tahu kebenarannya.

Di keheningan ujian, Rayna kembali prihatin dengan Yura. Karena ia yakin semuanya akan berakhir seperti semula. Tidak mengenal satu sama lain, tidak ingin bersitatap satu sama lain. Sebab ia, sudah merasakan hal tersebut.

Dan hanya diri sendiri yang bisa menyelesaikannya.

"Gue.. Gue gak bisa bantu problem lo kali ini, Ra. Karena gue yakin sulit untuk membuat keputusan putus atau terus sedangkan kita tahu kita bukan siapa-siapa,"

〒_〒

Berakhirnya hari ditandai dengan suara bel yang nyaring diseluruh penjuru kelas. Mayoritas siswa dilanda kepanikan karena belum menjawab beberapa butir soal.

"Psst. Malikkkk hehh lo budek ya anjir kalau kayak gini," Lukas kehebohan sendiri memanggil-manggil Malik yang tenang membereskan alat tulisnya.

"Anjir, males banget gue sama lo. Udahlah unfriend aja kita."

"Ayo anak-anak, kumpulkan soalnya kedepan dan taruh lembar jawaban di meja kalian. Jangan ada yang menulis atau mengotret lagi."

Sepeninggal ucapan bu Dian tadi, semuanya lekas mengumpulkan soal dan menaruh lembar jawaban masing-masing. Kemudian mengambil tas yang tersimpan di depan kelas.

"Ah, anjir susah banget tadi soal matematikanya, nomor lima belas pilihan ganda lo nemu jawabannya, Ra?"

Chaery mempertanyakan salah satu soal yang mengganjal, Yura yang sibuk dengan gawainya lekas menjawab, "Hah? Oh yang itu.. Gue dapet jawabannya, itupun mendekati, sih. Yaudahlah gue isi aja dari pada kosong,"

"Hah, sama! Jawabannya lo dapet berapa? Gue 30. Yaudah gue isi aja opsi yang E. Disitu 32,"

"Sama. Gue juga isi segitu." Chaery lekas berteriak girang merasa satu soal terselamatkan.

"Ini ngomongin apasih anjir, gue kok gak inget sama sekali apa yang gue isi?" Rayna melamun sambil mengacak rambutnya frustrasi.

"Sama banget. Gue sepanjang ujian tidur, Ray." Akhirnya Rayna dan Yuna ber-tos ria. Lia sebagai penonton hanya tertawa terbahak. Ia jadi banyak diam. Entah mengapa yang terjadi, ia belum mau cerita. Tapi sepertinya, Lia dan Satria sedang ada di fase tidak baik-baik saja seperti Yura dan Angkasa.

"Eh! Itu Satria sama Angkasa mau kemana tuh?" Yuna berujar dengan sedikit antusias. Tetapi respon Yura dan Lia tidak seantusias biasanya.

"Lah, lo berdua kenapa diem-diem gini? Biasanya kesemsem kalau ketemu doi?"

"Ck, udahlah Na. Mungkin mereka lagi gak diposisi baik, Yuk ah, Warkop tampomas gak?" Rayna cepat-cepat mengusulkan karena perut sudah keroncongan.

"Yaudahlah ayok. Masih siang juga." Lia berujar cepat dan kami pun bergegas pergi ke tempat tujuan.

Dengan Lia yang dibonceng Ryujin, Yura membonceng Yuna, dan Chaery seorang diri, kami melesat pergi ke warung kopi tampomas yang letaknya tidak jauh dari sekolah kami.

"LIIII, LO ADA APA SAMA SATRIA?" Rayna bertanya ditengah-tengah perjalanan disertai angin yang menderu kencang, membuatnya harus berteriak.

"HAH?? GAK KEDENGERAN RAY!"

"LO KENAPA SAMA SATRIA?"

"OH, GUE PUTUS!"

Rayna sontak rem mendadak. Tapi tidak mendadak juga, sih. Soalnya sedang lampu merah.

"Yang bener? Lo harus cerita ah! Di warkop ya?"

"Iya iya, nanti gue cerita. Tapi cuma beberapa hal aja, deh. Gue baru sanggup cerita sedikit,"

"Iya iyaaa,"

"Yaudah sono jalan lagi, udah lampu ijo!"

Sebetulnya ada hal yang bersangkutan sama cerita Angkasa. Gue gak sanggup ngasih tau Yura tentang itu.

Ra, gue harap lo bertemu dengan kebahagiaan lo yang sebenarnya.

︶︿︶
TO BE CONTINUED! 

A/N: Hayo, sedikit lagi! Iya sedikit lagi sampe ending. Tysm for reading this books, see you!

Letting GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang