Duh, Biru. Ada apa lagi hari ini? Siapa yang buat kamu kesal? Coba, sekarang hitung dulu sampai lima. Hitung sampai tiga tak akan jadi cukup mantra untuk meredam marah yang ada, Biru.
Ayo, kubantu hitung.
Satu, lalu akan lepas semua marah yang ada di jarimu.
Dua, turut lepas juga semua marah yang ada di lisanmu.
Tiga, ikut lepas juga semua marah yang ada di kepalamu.
Empat, menyerah juga si marah yang ada di hatimu.
Lima, Biru kembali! Marahnya sudah pergi.
Bagaimana? Mantra hitung lima lebih manjur dibanding hitung tiga, bukan?
Tidak usah bingung siapa yang salah Biru, manusia kan memang tempatnya salah. Maka dari itu manusia wajib berbenah. Isi kepalamu ternyata masih saja rumit, ya? Sini, kubantu urai satu-satu dengan mantra hitung limaku lagi.
Satu, tarik nafas Biru, tahan ia sampai tiga, lalu buang ia seolah semua hitam di kepalamu juga terbuang bersamanya.
Dua, senyum Biru, sedikit saja tidak apa-apa.
Tiga, tengadahkan tanganmu, angkat ia seolah terangkat juga semua susahmu.
Empat, katakan kepada sukar yang saat ini sedang kuasai, ganti ia dengan sabar dan ampunan yang menyertai.
Lima, Biru kembali! Isi kepalanya sudah teratur lagi.
Dunia ini cuma permainan Biru, maka kamu dan aku harus hati-hati. Banyak jebakan, awas jangan sampai terjerat. Dunia ini cuma panggung sandiwara dengan miliaran nyawa yang memainkan perannya.
Jadi, peran seperti apa yang ingin kamu mainkan, Biru?
---------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
Teen FictionKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...