Biru, waktu aku bilang jangan sampai kamu menyayangiku, aku punya beberapa karena di balik itu.
Karena aku tidak ingin kamu menyayangiku dengan penuh, padahal sayangmu untuk jiwamu sendiri belum utuh. Aku tidak ingin nanti ketika mungkin tak ada lagi aku di sisimu, hilang pula bahagia duniamu.
Biru, aku ini cuma manusia. Jangan disayangi dengan penuh, bukan hakku menerima itu semua.
Karena aku ingin menemuimu di masa depan saja, ketika aku dan kamu sudah sangat mengerti dunia berjalan bagaimana. Ketika aku memang sudah diizinkan datang dan ajak kamu susuri perjalanan baru sambil tangan kita menggenggam erat kalahkan badainya dunia.
Di masa depan, Biru. Ketika kita sama-sama lebih bijaksana. Aku ingin jadi pemilik sepatu tua yang ketuk pintu rumahmu dengan bunga yang kamu suka.
Iya Biru, ini mimpiku untukmu. Supaya kita saling jaga. Supaya aku dan kamu saling isi si rumpang yang hari ini kuasai jiwa kita.
Tapi andai kata mimpi ini terlalu tinggi untuk dikabulkan, aku juga berdoa agar kamu selalu bahagia, sehat, dan mulia.
Andai kata nanti kamu temui jemari yang bisa kau genggam, yang bersamanya terusir pula semua rumpangmu, semoga ia jadi rumahmu. Semoga ia jadi rumah paling rumah yang akan memiliki kata pulangmu, Biru.
Pagi ini, biar kukirim lagu supaya kamu bahagia.
Lagu yang lewat nada-nada, tangga-tangga, juga satu dua air mata yang terselip di antaranya, sirna pula segala macam tanya yang kekang kamu sampai rapuh.
Nanti, Biru
Genggam dulu rasa dan asa yang mengaduh
Aku akan datang
Aku akan pulang
Seperti senja yang terselip di pelabuhan kecil
Yang peluk kamu kala harapmu sudah lebur
Nanti, Biru
Ketika aku dan kamu saling tahu
Dunia tak selalu baik hati bagi jiwamu
Tapi kamu harus selalu.
---------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
Teen FictionKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...