Siang ini mendung, Daksa. Padahal nanti sore aku harus pergi keluar untuk menyelesaikan tugas fotografiku. Aku mengetik ini sambil mendengar Pendekar Cahaya dilantunkan dari gawaiku―ah iya, sambil pula menangis.
Sepertinya aku sering sekali ya bercerita tentang kesedihan? Ku pikir kamu akan muak sekali mendengarnya lagi hari ini.
Tapi mau bagaimana lagi, Daksa. Aku memang sering bersedih akhir-akhir ini.
Dunia ini terlihat menakutkan untukku. Terlalu besar untuk aku yang kecil ini. Rasanya ingin sekali kupeluk kamu di hari yang seperti ini, agar lepas semua monster jahat yang isi kepalaku. Sebab entah kenapa, rasanya dunia ini terlihat kecil saat kamu ada bersamaku.
Kaulah jawabnya
Yang ditanya-tanya
Datang dari mana
Pendekar cahaya?
Larik itu diulang-ulang bersama melodinya, Daksa. Konon penulis lagu itu ciptakan nadanya untuk orang yang paling dikasihinya. Yang jadi cahaya di semua gelap yang disusurinya.
Menerangi―tak pernah padam.
Lantas kupikir kita juga sama, Daksa.
Kita membagi cahaya dan saling nyalakan padam lainnya. Sekalipun kadang aku terlampau redup untuk bagikan cahayaku, tapi kita tetap mampu.
Ingin sekali kelak di suatu pagi kubuatkan kamu puisi dan syair seperti penulis lagu itu. Sebuah puisi dan syair untuk orang yang paling aku kasihi.
Katanya manusia dikirimi badai sebanding dengan batas kuatnya, tapi sebenarnya aku ini sekuat apa?
Sekuat apa aku sampai rasanya sudah babak-belur, luka-luka, terjerat pun aku masih terjebak di badainya?
Tolong, ke sini dan jemput aku saja.
Lelah sekali, Daksa.
Lelah sekali sendirian hadapi semua likunya.
Ah, manja sekali ya aku. Begini saja sudah mau berhenti. Malu sekali aku pada burung-burung yang bertengger di pohon sana, yang tetap berkicau riang tak peduli langit suguhkan mendung seseram apapun.
Seperti katamuwaktu itu, kuatku sudah cukup tuk halau semua badainya, kan?
Maka hari ini akuakan lahir kembali. Jadi aku yang lebih pemberani. Biar kubabat habis semuatakut yang hantui. Biar sirna segera angin topan yang sedang aku selami.
Supayananti kala aku akhirnya bisa menemuimu di ujung jalan sana, aku bisa katakandengan bangga kalau berhasil sudah kutaklukan badainya.
---------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
Teen FictionKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...