Daksa, nanti mungkin akan tiba masanya juga di mana surat-surat ini berhenti kukirim. Waktu aku mulai sibuk menenun benang-benang mimpiku, pun denganmu juga.
Waktu tak ada lagi sapa di antara kita sebab mungkin kita sudah terjerat dengan kehidupan orang dewasa.
Barangkali nanti surat-surat ini tinggalah cerita yang akan kamu ingat di kepala.
Yang kuharap ia temanimu susuri semua pasang surut yang ada. Yang akan kamu baca kala setidaknya ada satu bagian kecil dari diriku yang kamu rindukan.
Nanti kamu akan bertemu banyak orang di luar sana, Sa.
Orang yang mungkin jauh lebih terang dan lebih gemerlap daripada aku.
Orang yang mungkin seribu kali lebih baik daripada aku. Aku takut sekali menuliskan ini, tapi semua itu mungkin terjadi kan? Aku harus belajar menakar perasaan agar realita tidak kutinggalkan, kan?
Lantas barisan pesan yang saling kita kirim mungkin hanya tinggal tanggalnya saja, atau barangkali sudah terhapus. Apalagi ponselmu sering sekali menghapus semua pesan tiba-tiba, bukan?
Tapi boleh tidak aku memohon satu hal?
Jangan lupakan aku, ya?
Atau setidaknya, jangan lupakan surat-surat ini, ya?
Ah, sial. Aku menangis lagi menulis ini. Benar-benar tidak bisa kubayangkan kalau hari itu akan tiba, Sa. Aku tidak bisa. Aku tidak mau kita saling hilang. Aku tidak bisa tidak lagi terbiasa diganggu pesan-pesanmu yang buatku senyum malu-malu itu.
Sa, kalau nanti pemilik semesta tuntun langkahmu jauh, jangan lupa pulang, ya?
Pulang ke rumah. Pulang ke orang-orang yang kamu sayangi dengan sangat itu. Aku tak akan memaksa untuk menjadikanku salah satu dari bagiannya, aku cuma ingin kamu nanti punya peluk untuk segenap pelik yang ada.
Aku akan ada di sini, Sa. Selalu.
Di tempat paling sunyi untuk menunggumu datang dan utarakan semua gelap terangmu.
Aku akan ada di sini, Sa.
Menjelma menjadi lantunan doa yang melangit mohonkan bahagia untukmu di sepanjang jalannya. Aku akan ada di sini, menunggu kamu ajak aku lanjutkan pelayaran sama-sama.
Semoga bahagia selalu lingkupimu, Sa.
Hari ini, esok, sampai nanti―selamanya.
---------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
Teen FictionKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...