Daksa, sekarang aku sedang terlibat dalam pergulatan menyayangi diri sendiri yang begitu buatku letih. Kupandangi bayangan di kaca kamarku, terlihat sudah semua luka yang kupunya.
Beberapa masih baru, beberapa sudah mengering, beberapa lagi bekasnya tak hilang. Kupandangi ia yang di cermin sekali lagi, tak ada raut bahagia di sana.
Ada banyak hal yang ingin sekali kuganti layaknya tali sepatuku itu, Daksa. Mereka bilang mudah sekali untuk menyayangiku.
Tapi aku ini sulit disayangi, Daksa.
Aku perempuan dengan berpuluh tanda tanya yang berputar di kepalaku setiap malamnya. Aku perempuan dengan banyak sekali bekas luka yang tak mungkin hilang dalam satu, dua, atau tiga tatap saja.
Bagaimana bisa mereka bilang mudah sekali untuk menyayangiku, Daksa?
Apa kamu juga akan bilang demikian?
Apa kamu juga menyayangiku sebegitu mudahnya?
Ada beberapa hari di mana gendang telingaku rasanya ingin pecah dengar segenap ucap jahat yang keluar dari bibir mereka.
Mereka bilang, perempuan dengan banyak luka tak berhak susuri hidup yang mulia. Kenapa demikian, Daksa?
Kenapa luka-luka bisa cegah seseorang untuk hidup bahagia? Kenapa luka-luka bisa tumbuhkan rapalan buruk dari mereka yang hatinya entah ke mana?
Aku terlampau takut untuk tunjukkan muka, Daksa. Takut sekali ada semakin banyak peluru yang menjelma lewat kata lukaiku di sana.
Dunia ini menyeramkan, Sa.
Sore ini kulempar doa, semoga mereka yang jadi muara semua rapalan buruk itu dilembutkan hatinya, agar tak lukai lagi nyawa lainnya hanya karena ia miliki beragam luka.
----------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
ספרות נוערKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...