Tuhan, aku menyayanginya.
Aku menyayanginya, sangat, Tuhan.
Sampai seandainya aku diberi seribu pinta untuk diwujudkan, satu dari seribu yang pasti kumohonkan adalah kebahagiaannya.
Tuhan, aku menyayanginya.
Aku menyayangi orang yang bahkan tidak pernah tahu kalau dia sudah kubuatkan buku, kalau dia sudah abadi dalam nama tokoh yang kusebut sepanjang waktu.
Di dekatnya rasanya aku utuh, rasanya hilang sudah semua ganjil yang sering kupertanyakan itu.
Aku suka bagaimana caranya menyuruhku menjadi aku yang paling aku. Aku suka caranya memintaku istirahat saat sedang kacau isi kepalaku.
Aku suka bagaimana caranya membuatku tertawa dengan semua lelucon yang bahkan tidak ada lucu-lucunya itu. Aku suka kala ia sebut aku ini penulis dengan sejuta ide yang berantakan di kepalaku.
Tapi aku harus apa, Tuhan?
Aku cuma manusia. Dia pun juga.
Tak boleh kan aku gantungkan harapku kepadanya?
Tak boleh kan aku kaitkan mimpi-mimpi masa depanku dengannya?
Maka hari ini, satu-satunya tempat paling aman untukku bercerita hanya Engkau, Tuhan.
Aku menyayanginya, maka tolong jaga ia agar mudah selalu jalannya. Tolong bantu dia raih segala cita yang ia selipkan di dalam doa-doanya. Tolong bantu dia tegak lagi seandainya di suatu masa dunia membuat pertahanannya roboh tanpa sisa.
Aku tak akan memaksa di masa depan nanti harus dia orangnya, sebab aku ini tahu apa, Tuhan? Bisa jadi sekarang dunia sedang menertawakanku karena sering menebak-nebak masa depan akan bagaimana.
Tapi, tolong. Jaga dia.
Jaga dia agar hanya yang baik-baik saja yang ia temui.
Sebab, suatu hari nanti barangkali surat-surat ini akan berhenti kukirim. Entah karena empunya sudah bisa kuajak berbicara tanpa harus kutuliskan terlebih dahulu, atau karena dia akhirnya berubah jadi cerita masa lalu.
Namun, setidaknya doa ini pernah kuucap, agar sekalipun tidak ada lagi dia di dalam tulisanku, bahagia dan mudah tetap sertainya.
Sertaiku.
Sertai kita.
------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
Teen FictionKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...