Membaca tulisan-tulisanmu itu kadang rasanya aku seperti terjebak di sebuah labirin rumit tanpa jalan keluar, Biru.
Rasanya ada banyak jebakan yang kamu sembunyikan di balik diksinya. Ada terlalu banyak rasa yang kamu selipkan di sana.
Lantas waktu aku tahu kalau tulisan-tulisan itu adalah jelmaanku dari kacamatamu, aku seperti menolak untuk percaya.
Sebab bagaimana bisa, bagaimana bisa kamu menyayangiku sebegitunya?
Bagaimana bisa aku disayangi sebegitunya, Biru?
Bagaimana bisa ribuan kata yang kamu tabur tengah malam itu kau semai untukku?
Bagaimana bisa kamu dengan apik menyembunyikan semuanya, sampai-sampai aku tidak pernah tahu ada perempuan yang menuliskanku sebuah buku yang sudah dibaca banyak orang itu?
Tak apa Biru, teruslah menulis surat-surat ini. Abadikan saja aku dalam kertas-kertasmu itu. Bekukan saja kisahku dalam karya abadi itu.
Sebab aku lebih dari percaya, nanti tulisan-tulisan ini yang akan jadi jalanmu. Tulisan-tulisan ini yang akan tuntun kamu jauh, mengunjungi kota demi kota, menyapa raga demi raga.
Nanti, Biru. Pasti.
---------------
KAMU SEDANG MEMBACA
surat-surat yang pergi
Teen FictionKita adalah sebentang jalan yang berseberangan, Sebentang laut yang saling melawan, Sebentang langit yang saling memanggil hujan, Pun sebentang batas antara dua isi kepala yang terlalu sukar untuk dipadukan. Tapi, untukmu aku ada, dan untukku, kamu...