Minggu pagi 09.00
Hari ini Lisa sudah diperbolehkan pulang. Dia meminta untuk langsung menuju apartemennya karena ingin menunggu Jennie. Sebenarnya orangtuanya melarang, karena bagaimanapun putrinya tersebut baru saja pulih dan masih butuh perhatian, namun Lisa berusaha meyakinkan kedua orangtuanya bahwa dia sudah baik-baik saja, akhirnya mau tak mau mereka menuruti keinginan putrinya tersebut, namun mereka tetap meminta tolong Seulgi untuk menemani Lisa.
"Lu istirahat dulu deh, gue mau ke supermarket bentar.. pantesan lu gizi buruk, kulkas ngga ada isinya gitu" ujar Seulgi membuat Lisa melempar sebuah bantal kearahnya.
"Yaudah sana ngapain masih berdiri disitu?" Ucap Lisa saat melihat Seulgi masih belum beranjak. Seketika Lisa menghela nafasnya, mengambil dompetnya di nakas lalu memberikan ATM nya pada Seulgi.
"Untung peka" celetuk Seulgi lalu melengos pergi.
Seperginya Seulgi, Lisa sangat bosan, dia membuka laci meja belajarnya untuk mencari bacaan, namun perhatiannya teralih saat melihat sebuah ponsel yang tidak aktif di dekat tumpukan buku. Tangannya terulur mengambil ponsel tersebut lalu menghidupkannya.
"Loh bisa hidup, kata nini hp nya udah rusak" gumamnya setelah berhasil menghidupkan ponsel tersebut.
"Anjir banyak banget notifnya"
Lisa memencet sebuah pesan dimana hanya terdapat satu nomor yang mengiriminya pesan yang diberi nama kontak 'Oppa'. Perasaannya tidak enak, dia membuka pesan tersebut namun isinya memakai bahasa korea dan lagi terdapat emoticon yang membuat Lisa curiga.
"Ck.. pake bahasa korea lagi"
Lisa beralih membuka panggilan, hanya ada satu nomor disana, dan sama dengan nomor yang tadi, terlihat cukup sering mereka melakukan panggilan.
Lisa terdiam, ingatannya kembali ke peristiwa dua tahun yang lalu, ia mencoba untuk tidak mencurigai kekasihnya, namun tetap saja melihat begitu seringnya mereka berkomunikasi membuatnya merasa sesak, bahkan setelah tinggal bersama dan hampir setiap hari melakukan hal bersama pun Jennie masih bisa menyembunyikan hal ini padanya. Otaknya terus berputar memikirkan ini semua, jika memang mereka tidak memiliki hubungan apapun, lantas mengapa Jennie harus menyembunyikan ini darinya?
Lisa membuka pesan kembali, menyalin beberapa pesan yang menurutnya cukup panjang lalu membuka google dan menerjemahkannya.
Lisa membaca satu-persatu kata yang terdapat disana. Jelas terdapat sebuah klimat yang membuatnya tercengang.
'kami sedang berada di kebun anggur milik kakek chacha, aku jadi teringat saat kau kembali dua tahun yang lalu, kau sehat kan disana? Kau masih menyimpan kalung itu kan? Kalung itu sebagai tanda kau menerima cintaku waktu itu, aku tidak menyangka akhirnya kita bisa berkencan setelah bertahun-tahun aku menunggumu dan melewati berbagai rintangan. Kau tenang saja, aku akan terus menunggumu disini dan menjaga hatiku untukmu, ku harap kau juga begitu sayang, aku mencintaimu'
Lisa terdiam memegang dadanya yang sangat sesak, dia sungguh tidak menyangka bahwa kekasihnya tega mengkhianatinya, bahkan menyimpan ini cukup lama, dua tahun bukanlah waktu yang singkat, dan Lisa merasa ditipu dengan semua itu.
"LALIS GUE BALIK!" Teriakan Seulgi berhasil membuat Lisa tersadar, dengan sigap dia menyimpan kembali ponsel Jennie lalu melihat Seulgi yang berjalan menghampirinya.
"Kenapa sama muka lu?" Tanya Lisa saat melihat wajah Seulgi yang terlihat murung dan khawatir sembari memainkan ponselnya.
"Irene sakit, dia dikos sendirian" jawab Seulgi yang masih fokus dengan ponselnya.
"Yaudah sana samperin, dia butuh lu"
"Tapi lu gimana?"
"Jennie bentar lagi pulang gi, lagian gue juga udah ngga papa, kak rene lebih butuhin lu" Lisa mencoba memberikan pengertian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories | Completed
Ficção Adolescente"Ini adalah sebuah perjalanan, dan kamu adalah persinggahan" -Lisa "Ini adalah yang pertama, dan semoga tidak ada yang berikutnya" - Jennie Pernahkah kalian sadari. Orang yang kau suka saat umur 16 tahun, akan berdampak pada hidupmu selamanya. Warn...