07

6.9K 560 8
                                    

"Ngghh.." Arel meregangkan tubuhnya dan segera bangun dari tidurnya.

Ia menuju luar kamar dan melihat sekilas apakah kamar Rea sudah terbuka?

sepertinya dia masih tidur

Arel lalu mulai membersihkan apartemen, setelah itu ia mulai memasak.

tak   tak  tak

Ia mulai memotong-motong sayuran.

Pikirannya kembali menerawang kejadian kemarin. Ia masih merasa bersalah walau bagaimanapun.

apakah akan menjadi keputusan yang bagus, kalau aku pindah dari sini?

tak   tak  tak

bagaimanapun Rea adalah seorang pembunuh. sesabar apapun dia, kalau sudah pada batasnya aku pasti akan lenyap di tangannya

tak  tak  tak

jadi apa yang harus ku-

"Ackh!!" Arel tak sengaja melukai jarinya. Ia terlalu fokus dalam perdebatan pikirannya.

"Sini!" Rea yang entah muncul darimana, langsung menyambar tangan Arel.

"R-Rea??" Rea menyesap luka sayatan di jari telunjuk Arel.

"Mengapa kau ceroboh sekali?" Rea menatap kesal pada Arel.

Melihat itu Arel mulai berkaca-kaca.

"A-aku.. aku hanya.." Arel tak kuasa, ia akhirnya mulai menangis sesenggukan.

"Hiks, aku hanya takut kau membenciku hiks, la- lalu kau akan meninggalkanku. Aku tak tahu harus bagaimana agar kau tak membenciku lagi, hiks!"

Arel menutupi wajah manisnya yang dibasahi air mata. Rea menatapnya dengan heran, ia memilih menarik tangan Arel dan membawanya menuju sofa.

Rea lalu mendudukkan Arel, dan Rea berjongkok menghadap wajah Arel yang tertunduk.

"Arel..."

Arel membuka wajahnya, ia terkejut ketika mendapati Rea di bawah.

"Rea apa yang kau la-"

"Dengarkan aku.." seketika Arel diam, Rea dengan lembut menatapnya.

"Aku tak membencimu oke? Dan aku juga tak akan mengusir apalagi membunuhmu. Kau lupa kita memiliki kontrak, dan aku juga berjanji tak akan menyakitimu." Rea diam sesaat menatap wajah Arel yang merah.

"Kau bahkan belum membalaskan dendam pada adikmu, jadi bagaimana bisa aku membunuh klien yang begitu berharga ini?" Rea lalu mengusap air mata Arel yang merembes di pipi.

Itu membuat Arel sedikit terkejut, karena Rea tak pernah skinship dengannya.

"Tiba-tiba saja aku teringat akan kontrak kita." Rea lalu menaruh tangannya pada kedua tangan Arel yang berada di paha Arel.

"Ya?"

"Di kontrak, nomor 2 kau harus memberikan, menerima, dan menuruti apapun yang aku mau benar?"

Arel memandangnya heran, namun pada akhirnya menjawab Rea.

"Ya, tentu?"

"Kalau begitu aku ingin menggunakan hakku sesuai kontrak." Rea menatap lurus pada Arel.

"Aku ingin kau memberikan ragamu untukku." Arel terkejut dengan kalimat yang Rea ucapkan.

"Ehm, Rea? kalimat itu memiliki maksud yang banyak. Itu bukan maksud yang lain bukan?" tanya Arel ragu-ragu.

My Gigolo So Cute [Not Gay]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang